Perang Uhud (2): Kekalahan Akibat Kelalaian

        Kemenangan yang sudah berada di depan mata, dalam sekejap berubah menjadi kekalahan. Inilah keadaan kaum muslimin dalam Perang Uhud. Kemenangan yang sudah hampir diraih berubah menjadi kekalahan karena pasukan pemanah yang ditempatkan di atas Bukit Uhud tidak mematuhi perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akibat kelalaian ini, pasukan musyrikin berkesempatan memukul balik pasukan muslimin.

 

Jalannya Pertempuran

        Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan dalam Zadul Ma’ad (3/194).

        “Pada hari Sabtu, mereka bersiap siaga untuk berperang. Kaum muslimin bergerak dengan tujuh ratus orang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menempatkan lima puluh orang pasukan pemanah di atas Bukit Uhud. Beliau mengingatkan agar mereka tidak bergerak meskipun mereka melihat burung-burung menyambar pasukan muslimin. Selain itu, mereka harus selalu melepaskan anak panah ke arah pasukan musyrikin supaya tidak menyerang kaum muslimin dari arah belakang.”

        Al-Imam al-Bukhari rahimahullah menceritakan dalam Shahih-nya dari al-Bara’ bin ‘Azib,

        جَعَلَ النَّبِيُّ عَلَى الرَّجَّالَةِ يَوْمَ أُحُدٍ وَكَانُوا خَمْسِينَ رَجُلاً عَبْدَ اللهِ بْنَ جُبَيْرٍ فَقَالَ: إِنْ رَأَيْتُمُونَا تَخْطَفُنَا الطَّيْرُ فَ تَبْرَحُوا مَكَانَكُمْ هَذَا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ، وَإِنْ رَأَيْتُمُونَا هَزَمْنَا الْقَوْمَ وَأَوْطَأْنَاهُمْ فَلاَ تَبْرَحُوا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ

        Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menentukan komandan pasukan panah yang berjumlah lima puluh orang yang memimpin mereka, yaitu Abdullah bin Jubair.

        Beliau berkata, “Meskipun kalian lihat kami disambar burung, tetaplah kalian di markas kalian ini, sampai kamu dipanggil. Dan kalau kalian lihat kami mengalahkan dan menundukkan mereka, tetaplah kalian di sini sampai kalian dipanggil.”

        Selanjutnya Ibnul Qayyim rahimahullah mengisahkan pula (az-Zad, 3/195):

        Kaum musyrikin Quraisy mulai bersiap untuk menyerang. Mereka datang dengan kekuatan 3.000 personil. Seratus di antaranya adalah pasukan berkuda. Sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin Al-Walid yang saat itu belum masuk Islam. Di sebelah kiri dipimpin oleh ‘Ikrimah bin Abu Jahl yang juga belum masuk Islam saat itu.

        Petempuran berlangsung dengan hebat. Masing-masing berusaha menjatuhkan lawannya. Abu Dujanah radhiallahu ‘anhu yang saat itu memegang pedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhasil menembus jantung pertahanan kaum musyrikin hingga mereka kocar-kacir.

        Pedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang di tangannya terayun menyambar setiap lawan, hingga akhirnya sampai di sebuah kepala. Ternyata itu adalah kepala Hindun binti ‘Utbah, istri Abu Sufyan yang ketika itu masih musyrik. Abu Dujanah merasa tidak rela mengotori pedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akhirnya menarik pedang itu dan mencari lawan yang lain.

       Hanzhalah, putra Abu ‘Amir Fasiq, bertempur dengan hebat sampai ke jantung pertahanan musuh. Bahkan, dia sudah siap menebaskan pedang ke kepala Abu Sufyan bin Harb ketika itu. Namun Syaddad bin al-Aswad mendahuluinya. Dia pun gugur sebagai syahid.

        Ketika itu dia sedang junub. Waktu itu, Hanzhalah sedang berpengantin baru dengan istrinya. Ketika mendengar panggilan jihad, dia segera bangkit menyambut seruan itu.

        Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan kepada para sahabatnya,

        أَنَّ الْمَلاَئِكَةَ تُغَسِّلُهُ

        “Para malaikat memandikan jenazahnya.”

        Kemudian beliau berkata, “Tanyakan kepada keluarganya, ada apa sebenarnya?”

        Para sahabat bertanya kepada istrinya. Wanita itu pun menceritakan kejadian sebenarnya.[1]

        Kemenangan tampaknya menjadi milik kaum muslimin. Perlahan tetapi pasti, pasukan musyrikin mulai kewalahan. Akhirnya, mereka melarikan diri, meninggalkan gelanggang pertempuran, meninggalkan wanita-wanita mereka.

        Inilah tahap awal jalannya pertempuran. Dalam peristiwa ini, para sahabat wanita juga ikut bertempur dengan hebat. Sebut saja Ummu Imarah Nusaibah binti Ka’b yang ikut mengayunkan pedang. Namun, dia terluka hebat ditebas oleh ‘Amr bin Qami’ah yang ketika diserangnya mengenakan dua lapis baju besi.

 

Kekalahan Kaum Muslimin

        Pasukan musyrikin berantakan dan melarikan diri meninggalkan perempuan-perempuan mereka. Melihat kejadian ini, pasukan panah yang berada di bagian belakang lupa dengan tugas yang dibebankan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada mereka. Mereka pun turun meninggalkan markas mereka.

        Kata mereka, “Lihat ghanimah (rampasan perang, red), ghanimah! Mari kita kejar. Musuh sudah kalah. Apalagi yang kalian tunggu?!”

        Abdullah bin Jubair radhiallahu ‘anhu berusaha mengingatkan mereka, “Apakah kalian lupa pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”

        Namun, kata mereka, “Demi Allah, kami akan datang ke sana untuk mengambil ghanimah.”

        Mereka tidak mengindahkannya, lantas turun dari bukit tersebut. Mereka merasa yakin bahwa kaum musyrikin tidak mungkin kembali.

 

        Tempat itu pun kosong dari penjagaan. Kaum musyrikin melihat peluang ini, dan segera menempati posisi mereka. Akhirnya, mereka berhasil mengepung barisan kaum muslimin.

        Mendapat serangan balik ini, beberapa gelintir sahabat di bukit itu berusaha bertahan. Namun, mereka gugur satu demi satu. Semoga Allah mengampuni dan meridhai mereka.

        Perlahan namun pasti, pasukan musyrikin mulai menyerang ke depan. Sementara itu, pasukan musyrikin yang sebelumnya melarikan diri juga berbalik menyerang kaum muslimin. Keadaan kaum muslimin mulai terjepit, diserang dari arah depan dan belakang.

       Para sahabat kocar-kacir. Kaum musyrikin maju mendekati posisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berhasil melukai kepala beliau, memecahkan gigi seri beliau. Bahkan, beberapa kali beliau terperosok ke dalam lubang yang digali oleh Abu ‘Amir Fasiq dan melempari beliau dengan batu-batuan.

        Inilah yang Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam firman-Nya,

        وَلَقَدۡ صَدَقَكُمُ ٱللَّهُ وَعۡدَهُۥٓ إِذۡ تَحُسُّونَهُم بِإِذۡنِهِۦۖ حَتَّىٰٓ إِذَا فَشِلۡتُمۡ وَتَنَٰزَعۡتُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِ وَعَصَيۡتُم مِّنۢ بَعۡدِ مَآ أَرَىٰكُم مَّا تُحِبُّونَۚ مِنكُم مَّن يُرِيدُ ٱلدُّنۡيَا وَمِنكُم مَّن يُرِيدُ ٱلۡأٓخِرَةَۚ ثُمَّ صَرَفَكُمۡ عَنۡهُمۡ لِيَبۡتَلِيَكُمۡۖ وَلَقَدۡ عَفَا عَنكُمۡۗ وَٱللَّهُ ذُو فَضۡلٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ١٥٢

          إِذۡ تُصۡعِدُونَ وَلَا تَلۡوُۥنَ عَلَىٰٓ أَحَدٖ وَٱلرَّسُولُ يَدۡعُوكُمۡ فِيٓ أُخۡرَىٰكُمۡ فَأَثَٰبَكُمۡ غَمَّۢا بِغَمّٖ لِّكَيۡلَا تَحۡزَنُواْ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمۡ وَلَا مَآ أَصَٰبَكُمۡۗ وَٱللَّهُ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ ١٥٣

        “Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai.

        Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman.

        (Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seseorang pun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu, karena itu Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan, supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput daripada kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Ali ‘Imran: 152—153)

 

        Al-Imam al-Bukhari rahimahullah menceritakan dalam Shahih-nya,

        عَنْ أَنَسٍ قَالَ :لَّمَا كَانَ يَوْمُ أُحُدٍ انْهَزَمَ النَّاسُ عَنِ النَّبِيِّ وَأَبُو طَلْحَةَ بَيْنَ يَدَيِ النَّبِيِّ مُجَوِّبٌ عَلَيْهِ بِحَجَفَةٍ لَهُ وَ كَانَ أَبُو طَلْحَةَ رَجُلاً رَامِيًا شَدِيدَ النَّزْعِ، كَسَرَ يَوْمَئِذٍ قَوْسَيْنِ أَوْ ثَلاثًا، وَكَانَ الرَّجُلُ يَمُرُّ مَعَهُ بِجَعْبَةٍ مِنَ النَّبْلِ فَيَقُولُ :انْثُرْهَا لِأَبِي طَلْحَةَ .قَالَ : وَيُشْرِفُ النَّبِيُّ يَنْظُرُ إِلَى الْقَوْمِ فَيَقُولُ أَبُو طَلْحَةَ :بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي، لاَ تُشْرِفْ يُصِيبُكَ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ الْقَوْمِ، نَحْرِي دُونَ نَحْرِكَ

        Dari Anas radhiallahu ‘anhu, katanya, “Ketika terjadi perang Uhud, kaum muslimin berlarian meninggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Thalhah tetap berdiri di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melindungi beliau dengan perisainya.

        Abu Thalhah adalah seorang pemanah ulung (sangat kuat dalam menarik panah). Pada waktu itu dia telah mematahkan dua atau tiga buah busur. Kalau ada yang melintas membawa panah, beliau berkata kepadanya, “Serahkan panah itu kepada Abu Thalhah.”

        Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berusaha melihat suasana pertempuran dari balik punggung Abi Thalhah.

        Abu Thalhah berkata, “Ayah dan ibuku jadi tebusanmu (aku mohon) janganlah Anda melihat-lihat. Nanti Anda terkena panah musuh. Dadaku di dekat dadamu (sebagai perisai).”

         (insya Allah bersambung)

 

Ditulis oleh al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar


                [1] Sanadnya jayyid, lihat tahqiq Zadul Ma’ad, 3/200.

kisah nabi muhammadkisah sahabat nabiperang uhud