Shalat Memakai Celana Pantalon

Imam al-Albani rahimahullah berkata,

“Pada celana pantalon ada dua musibah.

Musibah pertama, orang yang memakai pakaian/celana ini telah menyerupai orang kafir.

Kaum muslimin dahulu memakai sirwal yang lapang dan longgar. Celana sirwal seperti ini masih terus dipakai di Suriah dan Lebanon. Kaum muslimin tidak mengenal celana pantalon kecuali setelah mereka dijajah oleh orang-orang kafir. Ketika para penjajah ini telah pergi, mereka meninggalkan pengaruhnya yang buruk, yang kemudian diikuti oleh kaum muslimin karena kebodohan mereka.

Musibah kedua, celana pantalon ini bila dikenakan akan membentuk aurat.

Aurat laki-laki adalah antara lutut dan pusar. Orang yang sedang shalat wajib menjauhi perbuatan maksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena ia hendak bersujud kepada-Nya. Lantas bagaimana apabila ia sujud dalam keadaan kedua belah pantatnya membentuk di balik pantalonnya?! Bahkan, engkau lihat kemaluannya juga membentuk! Bagaimana orang yang seperti ini shalat dan berdiri di hadapan Rabbul alamin?

Yang aneh, kebanyakan pemuda muslim mengingkari pakaian ketat yang dikenakan oleh wanita karena memperlihatkan bentuk tubuh mereka. Namun, dia melupakan dirinya sendiri. Dia justru terjatuh dalam perbuatan yang dia ingkari. Tidak ada perbedaan antara wanita yang memakai pakaian ketat hingga menampakkan lekuk tubuhnya dan pria yang mengenakan pantalon yang juga membentuk pantatnya. Pantat laki-laki dan perempuan sama-sama aurat.” (Dinukil dari taklik kitab al-Qaulul Mubin fi Aktha al-Mushallin, hlm. 22—23)

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan,

“Apabila celana pantalon itu lebar, tidak ketat, dan tidak tipis hingga menerawang auratnya bagi orang yang di belakangnya, sah shalat memakainya. Yang afdal adalah dia memakai gamis/jubah (baju panjang) melapisi celana pantalon tersebut, yang menutupi antara pusar dan lutut, yang panjangnya sampai setengah betis atau sampai di atas mata kaki. Yang seperti itu lebih sempurna dalam menutup aurat.

Apabila celana pantalon itu menerawang karena tipis hingga menampakkan auratnya terhadap orang yang di belakangnya, shalatnya batal. Apabila celana pantalon itu hanya membentuk kemaluannya, makruh shalatnya, kecuali apabila dia tidak mendapatkan pakaian yang lain.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Syaikh Ibnu Baz 10/414 dan jawaban Fatwa al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta no. 2003)

Wallahu a’lam bish-shawab.

(Ustadz Muslim Abu Ishaq al-Atsari)

 

auratcelana pantalonlaranganshalat