(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran)
Dalam sejarah, terselip sekelumit kisah. Tentang seorang wanita sahaya yang hidup dalam kepemilikan tuannya. Namun, cahaya keimanan yang disambutnya mengantarnya menjadi wanita mulia. Dia lepas dari belenggu kekufuran, lepas dari belenggu perbudakan.
Tiga belas tahun sebelum hijrah. Seorang hamba yang terbaik, Muhammad bin ‘Abdillah n diangkat oleh Allah menjadi seorang rasul. Allah l mengutusnya untuk mengentaskan para hamba-Nya dari kehinaan kubangan kesyirikan.
Cahaya Islam pun menyeruak kegelapan jahiliah di Jazirah Arab. Mulailah Rasulullah n mengajak setiap manusia untuk menanggalkan belenggu paganisme. Beliau n menunjukkan jalan untuk mencapai kemuliaan hakiki, dalam penghambaan kepada Allah l saja.
Seruan beliau mengguncang kepongahan kaum musyrikin Arab. Mereka menganggap, beliau telah mengoyak kepercayaan nenek moyang mereka yang mulia. Mereka bertambah berang manakala banyak kalangan budak sahaya milik mereka yang mengikuti seruan keimanan itu.
Kecongkakan itu mendorong mereka berbuat lalim. Setiap orang yang mereka ketahui mengikuti agama Rasulullah n tidak akan lepas dari intimidasi mereka.
Sampai suatu hari, seorang tokoh musyrikin Quraisy, Abu Jahl, menyiksa dengan amat kejam tujuh orang budak lemah yang masuk Islam. Di bawah terik matahari gurun, dilancarkannya berbagai tindakan kekejaman demi mengembalikan budak-budak itu kepada agama nenek moyang.
Adalah Zinnirah x, seorang budak wanita milik Bani Abdid Dar. Wanita ini berasal dari negeri Romawi. Dia salah seorang di antara hamba Allah l yang beriman. Hari itu dia turut didera oleh siksaan Abu Jahl ini. Siksaan yang hampir-hampir tak tertanggungkan oleh wanita yang lemah seperti dirinya.
Di tengah kesakitan, kepedihan dan kepayahan tiada tara, Allah l menurunkan pertolongan-Nya. Lewatlah Abu Bakr ash-Shiddiq z.
Menyaksikan budak-budak itu disiksa sedemikian rupa, Abu Bakr z tersentuh. Bergegas Abu Bakr z mengambil tindakan. Dibelinya ketujuh orang budak itu dari majikannya, lalu dimerdekakannya.
Namun, selepas itu, ternyata Allah l masih berkehendak menguji Zinnirah. Setelah dimerdekakan oleh Abu Bakr z , dia tertimpa kebutaan.
Kejadian ini menjadi bahan ejekan kaum musyrikin Quraisy. “Zinnirah dibutakan oleh Latta dan ‘Uzza gara-gara dia kufur terhadap Latta dan ‘Uzza!” cemooh mereka.
Zinnirah mendengar ucapan mereka. Dengan sepenuh keimanan dia menjawab, “Sesungguhnya aku benar-benar kafir terhadap Latta dan ‘Uzza!”
Allah l pun mengembalikan penglihatannya.
Zinnirah ar-Rumiyyah, semoga Allah l meridhainya…
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
Sumber bacaan:
Al-Ishabah, al-Hafizh Ibnu Hajar al-’Asqalani (8/150—151)
Al-Isti’ab, al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr (2/525)