Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,
“Takwa adalah Allah subhanahu wa ta’ala ditaati dan tidak didurhakai, diingat dan tidak dilupakan, disyukuri (kenikmatan-Nya) dan tidak diingkari.”
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ditanya tentang takwa.
Beliau menjawab, “Apakah kamu pernah menginjak jalan yang berduri?”
“Ya,” jawab penanya.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Abu Hurairah.
Dia berkata, “Jika aku melihat duri, aku menghindarinya, atau aku lewati, atau aku memagarinya.”
Abu Hurairah berkata, “Itulah takwa.”
Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata,
“Orang yang bertakwa adalah orang-orang yang takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan siksa-Nya ketika ia meninggalkan petunjuk yang diketahui, serta mengharap rahmat-Nya ketika membenarkan wahyu yang Dia turunkan.”
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata,
“Takwa bukanlah hanya dengan puasa di siang hari, shalat malam, dan menggabungkan dua amalan ini. Namun, takwa adalah meninggalkan apa yang diharamkan Allah subhanahu wa ta’ala dan menunaikan kewajiban-Nya. Barang siapa diberi karunia kebaikan setelahnya, itu adalah kebaikan di atas kebaikan.”
Thalq bin Habib rahimahullah berkata,
“Takwa adalah taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala di atas cahaya-Nya (ilmu) dengan mengharap pahala-Nya serta meninggalkan maksiat di atas cahaya Allah subhanahu wa ta’ala karena takut akan siksa-Nya.”
(Dinukil dari Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab, hlm. 244—245)