Selama ini banyak disalahpahami bahwa Dzulqarnain adalah Alexander Agung atau Alexander The Great, seorang penakluk asal Makedonia. Padahal yang dimaksud Al-Qur’an, Dzulqarnain adalah seorang saleh yang hidup pada masa Nabi Ibrahim alaihis salam, bukan seorang kafir yang merupakan anak didik filosof Yunani, Aristoteles. Berikut ini kami nukilkan penjelasan al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah tentang Dzulqarnain dalam kitabnya, Fathul Bari.
Imam al-Bukhari rahimahullah membawakan kisah Dzulqarnain dalam “Kitabul Fitan”, “Bab Qishshatu Ya’juj wa Ma’juj” dalam Shahih-nya, sebelum “Bab Qaulullah ta’ala Wattakhadza Ibrahima Khalilan”. Ini merupakan isyarat untuk menyatakan lemahnya pendapat bahwa Dzulqarnain yang disebut dalam al-Qur’an adalah Iskandar al-Yunani (Alexander Agung[1]). Sebab, Iskandar[2] al-Yunani hidup pada masa yang berdekatan dengan zaman Nabi Isa alaihis salam. Padahal selang waktu antara Nabi Ibrahim alaihis salam dan Nabi Isa alaihis salam lebih dari dua ribu tahun.
Yang tampak, Iskandar yang belakangan ini dijuluki Dzulqarnain untuk menyamakannya dengan Iskandar yang pertama, dilihat dari sisi luasnya kerajaan dan kekuasaannya di banyak negeri. Bisa jadi pula, ketika Iskandar yang kedua ini menaklukkan Persia dan membunuh raja mereka, maka dua kerajaan yang luas—Persia dan Romawi—berada di bawah kekuasaannya sehingga dia dijuluki dengan Dzulqarnain (yang memiliki dua tanduk).
Baca juga: Kisah Dzulqarnain dalam Surah al-Kahfi
Yang benar, Dzulqarnain yang Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan kisahnya dalam Al-Qur’an adalah Iskandar yang pertama. Perbedaan antara keduanya bisa dilihat dari beberapa sisi berikut.
-
Perbedaan masa yang telah saya (Ibnu Hajar) sebutkan di atas.
Yang menunjukkan bahwa Dzulqarnain lebih dahulu masanya (daripada Alexander) adalah riwayat al-Fakihi dari jalan Ubaid bin Umair—seorang tabiin senior—bahwa Dzulqarnain menunaikan haji dengan berjalan kaki. Hal ini kemudian didengar oleh Ibrahim alaihis salam sehingga beliau menemuinya.
Demikian pula riwayat dari jalan ‘Atha dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwasanya Dzulqarnain masuk ke Masjidil Haram. Dia lalu mengucapkan salam kepada Nabi Ibrahim alaihis salam dan menjabat tangan beliau. Dikatakan pula bahwa dialah orang yang pertama kali melakukan jabat tangan.
Baca juga: Mendulang Mutiara Hikmah dari Perjalanan Hidup Nabi Ibrahim
Ada pula riwayat lain dari jalan Utsman bin Saj bahwasanya Dzulqarnain meminta kepada Nabi Ibrahim alaihis salam untuk mendoakannya. Nabi Ibrahim alaihis salam lalu menjawab, “Bagaimana mungkin, sedangkan kalian telah merusak sumurku?”
Dzulqarnain berkata, “Itu terjadi di luar perintahku.”
Maksudnya, sebagian pasukannya melakukannya tanpa sepengetahuannya.
Ibnu Hisyam menyebutkan dalam kitab at-Tijan bahwa Nabi Ibrahim alaihis salam berhukum kepada Dzulqarnain tentang suatu perkara. Dia pun menghukumi perkara itu.
Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari jalan Ali bin Ahmad bahwa Dzulqarnain datang ke Makkah. Dia mendapati Ibrahim dan Ismail sedang membangun Ka’bah. Dia kemudian bertanya kepada mereka berdua. (Nabi Ibrahim menjawab), “Kami adalah dua orang hamba yang diperintah.”
Dzulqarnain bertanya, “Siapa yang menjadi saksi bagi kalian?” Tiba-tiba berdirilah lima akbasy dan bersaksi. Dzulqarnain lalu berkata, “Kalian telah benar.”
Dia (Ali bin Ahmad) berkata, “Aku kira, akbasy yang disebutkan itu adalah bebatuan, dan bisa jadi berupa kambing.”
Baca juga: Hikmah Dakwah Nabi Ibrahim
Riwayat-riwayat ini saling menguatkan.
-
Ucapan al-Fakhrurrazi dalam tafsirnya
Dia mengatakan, “Dzulqarnain adalah seorang nabi, sedangkan Iskandar (yang kedua) adalah seorang kafir. Gurunya ialah Aristoteles. Iskandar memerintah (negerinya) dengan perintah Aristoteles, yang tidak diragukan lagi merupakan orang kafir.”
Saya (Ibnu Hajar) akan menyebutkan bahasan apakah Dzulqarnain seorang nabi atau bukan.
-
Dzulqarnain adalah orang Arab, sebagaimana akan kami sebutkan nanti, sedangkan Alexander adalah orang Yunani.
Bangsa Arab seluruhnya merupakan keturunan Sam bin Nuh, menurut kesepakatan (ulama), meskipun terjadi perbedaan pendapat apakah mereka semua dari keturunan Ismail atau bukan. Adapun bangsa Yunani adalah keturunan Yafits bin Nuh, menurut pendapat yang kuat. Jadi keduanya adalah orang yang berbeda.
Baca juga: Pelajaran dari Kisah Nabi Nuh
Sumber kerancuan bagi yang mengatakan bahwa Dzulqarnain adalah Iskandar, adalah hadits yang diriwayatkan oleh ath-Thabari dan Muhammad bin Rabi’ al-Jaizi dalam kitab ash-Shahabah Alladzina Nazalu Mishr, dengan sanad yang di dalamnya ada Ibnu Lahi’ah.
Disebutkan dalam riwayat tersebut, seseorang bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang Dzulqarnain. Beliau mengatakan,
“Dia dari Romawi. Lalu dia diberi anugerah kerajaan hingga ke Mesir. Dialah yang membangun kota Iskandariah (Alexandria). Setelah selesai, seorang malaikat mendatanginya dan mengangkatnya ke langit dan berkata, ‘Lihat apa yang ada di bawahmu.’
Dia menjawab, ‘Aku hanya melihat sebuah kota.’
Malaikat itu berkata, ‘Itu adalah bumi seluruhnya yang Allah ingin perlihatkan kepadamu. Sungguh, Allah telah menjadikan kekuasaan untukmu di bumi. Maka dari itu, lakukanlah perjalanan dan ajarilah orang yang tidak tahu, perkokohlah orang yang berilmu.”
Seandainya saja riwayat ini sahih, akan hilanglah perselisihan dalam hal ini. Namun, riwayat ini lemah, wallahu a’lam.
Apakah Dzulqarnain Seorang Nabi?
Ada yang mengatakan bahwa dia adalah seorang nabi. Hal ini diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin al-Ash. Pendapat ini merupakan hal yang tampak dari Al-Qur’an.
Diriwayatkan oleh al-Hakim dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Aku tidak tahu, Dzulqarnain itu nabi atau bukan.”
Wahb menyebutkan dalam kitab al-Mubtada’ bahwa Dzulqarnain adalah seorang hamba yang saleh yang diutus kepada empat umat. Dua umat terletak di antara panjang bumi, sedangkan dua umat yang lain terletak di antara lebar bumi. Umat tersebut adalah Nasik dan Munsik serta Ta’wil dan Hawil. Kemudian Wahb menyebutkan kisah yang panjang yang dibawakan ats-Tsa’labi dalam tafsirnya.
Baca juga: Perbedaan Nabi dan Rasul
Az-Zubair menyebutkan pada permulaan kitab an-Nasab,
Ibrahim ibnul Mundzir menceritakan kepada kami, dari Abdul Aziz bin Imran, dari Hisyam bin Sa’d, dari Said bin Abi Hilal, dari al-Qasim bin Abi Bazzah, dari Abu Thufail, dia berkata,
Aku mendengar Ibnul Kawwa berkata kepada Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu, “Kabarkan kepadaku, siapakah Dzulqarnain itu?”
Ali menjawab, “Dia adalah seorang yang mencintai Allah sehingga Allah pun mencintainya. Allah subhanahu wa ta’ala mengutusnya kepada kaumnya, lalu mereka memukul qarn (tanduk) nya sekali pukul yang menyebabkan kematiannya. Kemudian Allah mengutusnya kembali kepada mereka dan mereka kembali memukul qarn (tanduk) nya sekali pukul yang menyebabkan kematiannya. Lalu Allah subhanahu wa ta’ala bangkitkan dia sehingga dia dinamakan Dzulqarnain (yang memiliki dua tanduk).”
Abdul Aziz adalah perawi yang dha’if, tetapi periwayatannya dari Abu Thufail ini ada mutaba’ah-nya. Diriwayatkan yang semisal ini oleh Sufyan bin Uyainah dalam Jami’-nya dari Ibnu Abi Husain, dari Abu Thufail, dengan tambahan, “Dia tulus kepada Allah, sehingga Allah pun tulus kepadanya.” Di dalamnya juga disebutkan, “Dia bukanlah seorang nabi ataupun malaikat.”
Sanad riwayat ini sahih. Kami mendengarnya dalam al-Ahadits al-Mukhtarah karya al-Hafizh adh-Dhiya’. Akan tetapi, dalam riwayat di atas terdapat kejanggalan. Disebutkan, “Dia bukanlah seorang nabi”, yang berlainan dengan ucapannya, “Allah mengutusnya kepada kaumnya,” kecuali apabila pengutusan yang dimaksud bukanlah sebagai nabi.
Baca juga: Kebencian Yahudi Terhadap Malaikat Jibril
Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa Dzulqarnain adalah seorang malaikat. Hal ini dibawakan oleh ats-Tsa’labi. Diriwayatkan juga dari Umar radhiallahu anhu bahwasanya dia mendengar seseorang berkata, “Wahai Dzulqarnain!” Umar berkata, “Engkau menamainya dengan nama malaikat?”
Al-Jahizh menyebutkan dalam al-Hayawan bahwasanya ibunya adalah keturunan Adam (manusia), sedangkan bapaknya adalah malaikat. Dia mengatakan, “Nama bapaknya Faira, sedangkan nama ibunya Ghaira.”
Dikatakan juga bahwa dia adalah seorang raja. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama. Telah berlalu hadits Ali yang mengisyaratkan tentang hal ini.
Nama Dzulqarnain
Para ulama berbeda pendapat tentang namanya. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhu, juga diriwayatkan dari az-Zubair dalam Kitabun Nasab, dari Ibrahim ibnul Mundzir, dari Abdul Aziz bin Imran, dari Ibrahim bin Ismail bin Abi Habibah, dari Dawud ibnul Hushain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu, beliau berkata, “Nama Dzulqarnain adalah Abdullah bin adh-Dhahhak bin Ma’d bin Adnan.”
Namun, sanad riwayat ini lemah sekali, karena Abdul Aziz dan gurunya (yakni Ibrahim bin Ismail) dha’if. Riwayat ini juga berbeda dengan apa yang telah disebutkan di atas bahwa Dzulqarnain hidup pada zaman Nabi Ibrahim alaihis salam. Bagaimana mungkin dia menjadi keturunannya? Terlebih lagi menurut pendapat yang menyatakan bahwa antara Adnan dan Ibrahim ada empat puluh generasi atau lebih.
Dikatakan juga bahwa namanya adalah ash-Sha’b, dan ini yang dipastikan oleh Ka’b al-Ahbar. Pendapat ini juga disebutkan Ibnu Hisyam dalam kitab at-Tijan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu.
Abu Ja’far bin Habib rahimahullah berkata dalam kitab al-Muhbar, “Namanya adalah al-Mundzir bin Abil Qais, salah seorang raja al-Hairah. Ibunya adalah Ma’u as-Sama’, Mawiyah bintu Auf bin Jusyam.”
Beliau berkata juga, “Dikatakan pula bahwa namanya adalah ash-Sha’b bin Qarn bin Hammal, salah seorang raja Himyar.”
Ath-Thabari rahimahullah menyatakan, “Namanya Iskandarus bin Philipus. Ada juga yang mengatakan Philipus. Al-Mas’udi memastikan nama yang kedua.”
Baca juga: Memberi Nama Anak
Al-Hamdani menyebutkan dalam kitab-kitab nasab bahwa namanya ialah Hamyasa’ dan kuniahnya adalah Abu ash-Sha’b. Dia adalah (Hamyasa’) bin Amr bin Uraib bin Zaid bin Kahlan bin Saba. Ada pula yang berpendapat bahwa namanya adalah (Hamyasa’) bin Abdullah bin Qarin bin Manshur bin Abdullah ibnul Azd.
Adapun pendapat Ibnu Ishaq yang dibawakan oleh Ibnu Hisyam, namanya adalah Marzaban bin Mardiyah atau Marziyah. Ibnu Ishaq menyatakan dengan jelas bahwa Dzulqarnain adalah Iskandar. Oleh karena itulah, pendapat ini masyhur di kalangan manusia sebagaimana kemasyhuran kitab as-Sirah karya Ibnu Ishaq.[3]
Namun, as-Suhaili menyatakan, “Yang tampak (kebenarannya) dari ilmu periwayatan bahwa keduanya (Dzulqarnain dan Iskandar) adalah dua orang yang berbeda. Salah seorang (yakni Dzulqarnain) hidup sezaman dengan Nabi Ibrahim alaihis salam. Disebutkan pula bahwa Ibrahim berhukum kepadanya dalam masalah sumur as-Sab’u di Syam, yang kemudian Dzulqarnain menghukuminya sebagai milik Ibrahim. Adapun yang lain (yakni Iskandar) hidup berdekatan dengan zaman Nabi Isa alaihis salam.”
(Diterjemahkan dengan beberapa perubahan dari Fathul Bari, 6/428—430, cet. Darul Hadits)
Catatan Kaki
[1] Kami menggunakan kata “”Agung bukan untuk mengagungkannya, tetapi karena nama Alexander (Agung) ini telah kental sebagai istilah sejarah. (-red.)
[2] Dalam Al-Qur’an dan hadits, Dzulqarnain tidak disebut dengan Iskandar Dzulqarnain (dengan tambahan Iskandar). Jadi, tidak ada dasarnya sama sekali menganggap bahwa Dzulqarnain sama dengan Alexander dengan sekadar berdalil bahwa Iskandar merupakan Arabisasi dari kata Alexander.
[3] Tampaknya beliau memang berpendapat bahwa Dzulqarnain yang dimaksud adalah Alexander. Beliau merupakan salah seorang ulama yang meriwayatkan hadits dha’if tentang Alexander yang telah disebut sebelumnya.