Pertanyaan:
Apa hukum menggunakan produk kecantikan yang terbuat dari bahan-bahan kimia dan bahan-bahan alami yang berkhasiat mengubah warna kulit dari coklat menjadi putih?
Dijawab oleh Ustadz Abu Abdillah al-Makassari
Pertanyaan ini telah diajukan kepada seorang imam ahli fikih masa ini, yaitu Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah. Beliau menjawab sebagai berikut.
“Jika pengubahan tersebut bersifat permanen, hukumnya haram, bahkan termasuk dosa besar. Sebab, perbuatan ini mengubah ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala melebihi perbuatan menato. Padahal, telah tsabit (tetap) dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau melaknat wanita yang menyambungkan rambut wanita lain, wanita yang minta disambungkan rambutnya, wanita yang menato wanita lain, dan wanita yang minta ditato.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu,
لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ. وَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: مَا لِي لَا أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَهُ رَسُولُ اللهِ
“Allah melaknat wanita yang menato, wanita yang minta ditato, wanita yang mencabut alis (atau rambut lainnya yang ada di wajah), wanita yang minta dicabutkan alisnya (atau rambut lainnya yang ada di wajah), wanita yang minta direnggangkan gigi-giginya. Mereka adalah wanita-wanita yang mengubah ciptaan Allah.”[1]
Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu berkata, “Bagaimana mungkin aku tidak melaknat orang yang dilaknat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam?” (Muttafaqun alaih)
Baca juga: Hukum Tato
Al-Washilah adalah wanita yang menyambung rambut yang pendek dengan rambut lain atau yang serupa dengan dengan rambut.
Al-Mustaushilah adalah wanita yang minta disambungkan rambutnya.
Al-Wasyimah adalah wanita yang menato dengan cara menusukkan jarum atau yang semisalnya ke kulit (hingga luka), lalu mengisi luka tersebut dengan celak atau yang semisalnya, yang berefek mengubah warna kulit yang asli menjadi warna lain.
Al-Mustausyimah adalah wanita yang minta ditato.
An-Namishah adalah wanita yang mencabut rambut yang ada di wajah, seperti alis dan yang lainnya[2], baik dia mencabutnya dari wajahnya sendiri atau dari wajah wanita lain.
Al-Mutanammishah adalah wanita yang minta dicabutkan rambut yang ada di wajahnya.
Al-Mutafallijah adalah wanita yang minta untuk direnggangkan gigi-giginya dengan cara dikikir dengan alat pengikir.
(Mereka dilaknat oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam) karena perkara tersebut merupakan perbuatan mengubah ciptaan Allah.[3]
Perkara yang dipermasalahkan dalam pertanyaan di atas merupakan pengubahan terhadap ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala yang melebihi perkara-perkara tersebut dalam hadits.
Baca juga: Apa Hukumnya Transgender Atau Mengubah Jenis Kelamin?
Adapun (mempercantik diri dengan) pengubahan yang tidak bersifat permanen, tetapi hanya sementara waktu, seperti memakai hena[4] dan semisalnya, hukumnya boleh. Sebab, pengubahan ini hanya bersifat sementara, yang akan hilang dalam waktu yang cepat. Seperti halnya (berhias dengan) celak dan lipstik.[5]
Maka dari itu, wajib untuk berhati-hati dari segala perkara yang merupakan upaya pengubahan atas ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala dan memberi peringatan darinya, serta menyebarluaskan peringatan itu di kalangan umat agar suatu kejelekan tidak menyebar dan menjalar sehingga akhirnya sulit untuk memperbaikinya.” (Majmu’ Rasail, 17/20—21)
Pertanyaan:
Beredar di kalangan wanita produk-produk kosmetika pemutih wajah dengan cara dioleskan. Kemudian, lapisan kulit wajah yang paling luar akan terkelupas sehingga tampaklah lapisan berikutnya yang lebih putih dan menarik. Bagaimana hukum menggunakan produk tersebut?
Jawaban:
Pertanyaan yang serupa telah diajukan kepada Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah. Beliau menjawab sebagai berikut.
“Menurut pendapat kami, apabila hal itu dilakukan dalam rangka berhias dan mempercantik diri, hukumnya haram. Berdasarkan qiyas (analogi) dengan perbuatan namsh, wasyr[6], dan yang semisalnya.
Jika dalam rangka menghilangkan cacat pada wajah, hukumnya boleh. Seperti menghilangkan flek hitam, noda hitam, dan goresan pada wajah serta yang serupa dengannya.
Sebab, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengizinkan salah seorang sahabatnya yang putus hidungnya untuk menggantinya dengan hidung palsu yang terbuat dari emas[7].” (Majmu’ Rasail, 17/19—20)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Catatan Kaki
[1] Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ
“Allah melaknat wanita yang menyambungkan rambut wanita lain dan wanita yang minta disambungkan rambutnya.” (Muttafaqun alaih, dari Aisyah dan Asma bintu Abi Bakr radhiallahu anhum) –pen.
[2] Makna yang disebutkan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah semakna dengan yang disebutkan oleh Ibnul Atsir rahimahullah dalam an-Nihayah (5/253), an-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim (14/88), dan Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari (10/377).
Namun, Syaikh al-Albani rahimahullah berkata, “Kata wajah dalam definisi tersebut tidak dimaksudkan untuk membatasi namsh hanya pada wajah, melainkan sebagai penyebutan sesuatu yang banyak terjadi.”
Artinya, namsh tidak terbatas hanya mencabut rambut yang ada di wajah meskipun itu yang banyak terjadi. Namsh mutlak meliputi bagian tubuh lainnya yang memang diperintahkan untuk dibersihkan, seperti bulu ketiak. Al-Albani rahimahullah berdalilkan dengan,
- Pemutlakan hadits. Beliau berkata, “Hadits tentang namsh mutlak mencakup namsh pada seluruh bagian tubuh.”
- Definisi namsh secara bahasa, sebagaimana dalam al-Qamus, “Namsh adalah mencabut rambut.”
Lihat Ghayatul Maram, hlm. 77—78. (pen)
[3] Itu adalah wahyu Iblis untuk menggelincirkan Bani Adam kepada kemurkaan Allah subhanahu wa ta’ala. allah berfirman menghikayatkan perkataan Iblis,
وَلَأٓمُرَنَّهُمۡ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلۡقَ ٱللَّهِۚ
“Dan sungguh aku akan perintahkan kepada mereka sehingga mereka mengubah ciptaan Allah.” (an-Nisa: 119) -pen
Baca juga: Perbedaan Antara Jin, Setan, dan Iblis
[4] Hena adalah inai (pacar) yang biasa digunakan wanita untuk mewarnai tangan dan kaki. (al-Majmu’, 1/345) –pen.
[5] Namun, jika terbukti bahwa lipstik tersebut merusak bibir, membuatnya kering dan pecah-pecah, serta menghilangkan minyak dan kelembapannya, ia tidak boleh digunakan. Sebab, seseorang tidak boleh melakukan sesuatu yang memudarati dirinya. Hal ini diingatkan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam Majmu’ah As`ilah Tuhimmul Usrah al-Muslimah (hlm. 35). –pen
[6] Wasyr adalah mengikir gigi untuk merenggangkan antara satu dan yang lainnya agar semakin indah dan menarik. Pelakunya dinamakan al-mutafallijah. (Riyadhus Shalihin, Bab Haramnya menyambung rambut, menato, dan mengikir gigi.) –pen.
[7] HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari Arfajah bin As’ad radhiallahu anhu. Dia berkata,
أُصِيْبَ –وَفِي رِوَايَةٍ: قُطِعَ–أَنْفِي يَوْمَ الْكُلاَبِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَاتَّخَذْتُ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيَّ. فَأَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ
“Hidungku tertebas (dalam riwayat lain: terpotong) pada Perang Kulab di masa jahiliah. Aku menggantinya dengan hidung palsu yang terbuat dari perak, tetapi ternyata membusuk. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintah aku untuk menggantinya dengan hidung palsu yang terbuat dari emas.”
Hadits ini dinilai sahih al-Albani rahimahullah dalam Shahih Abi Dawud (no. 4232) dan Shahih at-Tirmidzi (no. 1482). –pen.