Sifat Ahlul Jannah

(ditulis oleh: Al-Allamah Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah)

Allah berfirman:

“Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Dzat Yang Maha Pemurah padahal Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat, masukilah surga itu dengan aman, itulah hari kekekalan. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya.” (Qaf: 31-35)
Allah I memberitakan bahwa Ia mendekatkan Al-Jannah kepada orang-orang yang bertakwa, dan bahwa para penghuninya adalah yang memiliki empat sifat berikut ini:
Pertama, Awwab, yakni selalu kembali/bertaubat kepada Allah I dari mendurhakai-Nya kepada menaati-Nya dan dari lalai mengingat-Nya menuju ingat kepada-Nya.
‘Ubaid bin ‘Umair mengatakan: “Al-Awwab adalah yang mengingat dosanya lalu beristighfar darinya.”
Sa’id bin Al-Musayyib mengatakan: “Al-Awwab adalah orang yang berdosa lantas bertaubat kemudian jatuh dalam dosa lagi lalu bertaubat lagi.”
Kedua, Hafizh, (menjaga)
Ibnu ‘Abbas c mengatakan: “Yakni menjaga apa yang Allah I amanahkan kepadanya dan Dia wajibkan atasnya.”
Qatadah mengatakan: “Menjaga apa yang Allah I titipkan kepadanya berupa hak-Nya dan kenikmatan.”
Dan ketika jiwa itu punya dua kekuatan; kekuatan untuk menuntut (ofensif) dan kekuatan untuk menahan diri (defensif), maka sifat awwab menggunakan kekuatan ofensifnya dalam usaha kembalinya kepada Allah I, kepada ridha-Nya dan ketaatan kepada-Nya. Sedang hafiizh menggunakan kekuatan pertahanannya untuk  menahan diri dari maksiat kepada Allah I dan dari larangan-larangan-Nya. Sehingga arti hafiizh adalah yang menahan diri dari apa yang diharamkan atasnya. Sedangkan awwab adalah yang menghadap kepada Allah I dengan melakukan ketaatan kepada-Nya.
Ketiga, ‘orang yang takut kepada Allah I padahal ia tidak melihat-Nya.’
Tersirat di dalamnya bahwa orang tersebut mengakui dan mengimani adanya Allah I, sifat rububiyyah-Nya, kemampuan-Nya, ilmu-Nya, dan penglihatan-Nya terhadap segala keadaan hamba. Dan tersirat pula padanya pengakuan dan iman terhadap kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, perintah dan larangan-Nya. Juga tersirat padanya pengakuan dan iman terhadap janji-Nya, ancaman-Nya serta pertemuan dengan-Nya. Sehingga tidak sah takut kepada Allah I padahal ia tidak melihatnya kecuali setelah ini semua.
Keempat, ‘ia datang dengan kalbu yang bertaubat.’
Ibnu ‘Abbas c mengatakan: “Bertaubat dari maksiat-maksiat kepada-Nya menghadap untuk taat kepada-Nya.”
Hakikat taubat adalah ketetapan kalbu untuk taat kepada Allah I dan cinta kepada-Nya serta menghadap kepada-Nya.
Lalu Allah I menyebutkan balasan terhadap orang-orang yang memiliki sifat ini dengan firman-Nya:

“Masukilah surga itu dengan aman, itulah hari kekekalan. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya.”
(Diterjemahkan dari kitab Al-Fawa‘id hal, 20-21, oleh Qomar ZA)