Al-Ghani adalah salah satu dari Asmaul Husna. Sebuah nama yang menunjukkan kesempurnaan-Nya dan keagungan-Nya. Dialah al-Ghani, Yang Mahakaya, Mahacukup, dan tidak membutuhkan siapa pun dan apa pun.
Dalil Nama Allah Al-Ghani
Nama ini tercantum dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ أَنتُمُ ٱلۡفُقَرَآءُ إِلَى ٱللَّهِۖ وَٱللَّهُ هُوَ ٱلۡغَنِيُّ ٱلۡحَمِيدُ ١٥ إِن يَشَأۡ يُذۡهِبۡكُمۡ وَيَأۡتِ بِخَلۡقٍ جَدِيدٍ ١٦ وَمَا ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ بِعَزِيزٍ ١٧
“Hai manusia, kamulah yang membutuhkan kepada Allah dan Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.” (Fathir: 15—17)
لَّهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَهُوَ ٱلۡغَنِيُّ ٱلۡحَمِيدُ
“Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi. Dan sesungguhnya Allah benar benar Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (al-Hajj: 64)
قَالُواْ ٱتَّخَذَ ٱللَّهُ وَلَدًاۗ سُبۡحَٰنَهُۥۖ هُوَ ٱلۡغَنِيُّۖ لَهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۚ
Mereka (orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata, “Allah mempuyai anak.” Mahasuci Allah. Dia-lah Yang Mahakaya; kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan apa yang di bumi. (Yunus: 68)
Adapun dalil dari hadits, di antaranya ialah doa Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam istisqa (meminta hujan),
اللَّهُمَّ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الْغَنِيُّ وَنَحْنُ الْفُقَرَاءُ، أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ
“Ya Allah, Engkaulah Allah, tiada sembahan yang benar selain Engkau. Engkaulah Yang Mahakaya, sedangkan kami orang-orang miskin yang membutuhkan. Turunkanlah hujan kepada kami ….” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban)
Arti Nama Allah Al-Ghani
Syaikh Muhammad Khalil Harras menerangkan,
“Di antara nama-nama Allah subhanahu wa ta’ala adalah al-Ghani. Arti (nama Allah al-Ghani) ialah Dia memiliki kecukupan yang sempurna dan mutlak dari segala sisi. Kecukupan-Nya sama sekali tidak ternodai oleh sifat miskin dan membutuhkan. Sifat kecukupan dan kekayaan-Nya tidak mungkin lepas dari-Nya karena sifat ini adalah konsekuensi dari Dzat-Nya. Sifat ini terkait dengan Dzat-Nya sehingga tidak mungkin hilang.
Maka dari itu, tidak mungkin bagi Allah subhanahu wa ta’ala kecuali sebagai Dzat Yang Mahacukup dan Mahakaya. Demikian pula, tidak mungkin bagi-Nya kecuali bersifat dermawan, pengasih, baik, penyayang, dan pemurah. Sebagaimana kekayaan Allah subhanahu wa ta’ala itu tidak terlepas dari Dzat-Nya, tidak mungkin pula menimpa-Nya sesuatu yang berlawanan dengannya, baik kehinaan maupun rasa membutuhkan.
Demikian pula kebutuhan para makhluk kepada-Nya. Itu adalah kebutuhan yang bersifat dzati, yang tidak mungkin sifat kebutuhannya hilang darinya walaupun sesaat saja. Makhluk senantiasa butuh kepada-Nya dalam hal keberadaan dan eksistensinya, juga dalam segala hal kebutuhannya.
Di antara luasnya kekayaan-Nya, perbendaharaan langit dan bumi semuanya berada di tangan-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala menyalurkan darinya sekehendak-Nya. Termasuk luasnya kekayaan-Nya, pemberian nikmat-Nya senantiasa berkesinambungan, terus mengalir, tidak terputus walau sesaat pun. Hal ini sebagaimana dalam sebuah hadits,
يَمِينُ اللهِ مَلْأَى لاَ يَغِيضُهَا نَفَقَةٌ سَحَّاءُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ، أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْفَقَ مُنْذُ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فَإِنَّهُ لَمْ يَنْقُصْ مَا فِي يَمِينِهِ
“Sesungguhnya, tangan kanan Allah penuh, selalu memberi, malam dan siang, tidak menguranginya pemberian apa pun. Tidakkah engkau mengetahui apa yang Allah berikan sejak Dia ciptakan langit-langit dan bumi? Sungguh, itu tidak mengurangi sedikit pun apa yang ada di tangan-Nya.” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim)
Baca juga: Dua Tangan Allah
Di antara kesempurnaan kekayaan dan kemurahan-Nya, Allah membentangkan tangan-Nya untuk mengijabahi doa-doa orang yang berdoa. Allah subhanahu wa ta’ala juga memenuhi kebutuhannya, mengangkat kesulitannya, dan tidak pernah kesal dengan rengekan makhluk-makhluk yang meminta. Bahkan, Allah subhanahu wa ta’ala murka kepada siapa yang tidak meminta kepada-Nya. Dia memberikan kepada hamba-Nya apa yang mereka minta dan yang tidak mereka minta.
Dalam hadits qudsi, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَا عِبَادِي، لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ
“Wahai hamba-Ku, andai yang pertama hingga yang terakhir di antara kalian, bangsa manusia dan bangsa jin dari kalian, mereka berdiri pada satu hamparan lalu semuanya berdoa dan meminta kepada-Ku lalu Ku-kabulkan permintaan masing-masing, hal itu tidak mengurangi dari apa yang di sisi-Ku kecuali seperti jarum yang dicelupkan ke dalam lautan.” (Sahih, HR. Muslim)
Di antara kecukupan-Nya sehingga tidak membutuhkan kepada makhluk-Nya, Allah subhanahu wa ta’ala tidak menjadikan bagi diri-Nya istri ataupun anak. Tiada serikat bagi-Nya dalam kerajaan-Nya. Dia tidak pula memerlukan penolong karena terhina karena Dia Mahakaya, Mahacukup, Maha Tidak Membutuhkan, yang telah sempurna segala sifat-sifat-Nya. Bahkan, Dia pula yang mencukupi segala makhluk-Nya. (Syarah Nuniyyah)
Baca juga: Mengenal Allah
Di antara kesempurnaan kekayaan-Nya dan keluasan pemberian-Nya adalah apa yang Dia hamparkan untuk penghuni rumah kemuliaan-Nya (surga), berupa kenikmatan, kelezatan yang terus-menerus, kebaikan yang berkesinambungan. Demikian pula nikmat-nikmat yang tidak pernah terlihat oleh mata, tak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah tebersit dalam kalbu seseorang. (Tafsir Asma`illah al-Husna karya as-Sa’di)
Al-Halimi rahimahullah juga menjelaskan,
“Dialah Mahasempurna dengan apa yang dimiliki-Nya dan yang ada pada-Nya. Dengan itu, Dia tidak membutuhkan yang lain. Allah, Rabb kita yang Mahaagung pujian-Nya, sifat-Nya seperti ini. Sebab, sifat ‘memerlukan’ adalah suatu kekurangan. Sesuatu yang membutuhkan berarti lemah disebabkan apa yang dia butuhkan sampai dia mendapatkan apa yang dibutuhkan. Sementara itu, sesuatu yang dibutuhkan, memiliki jasa baginya dengan adanya sesuatu yang tidak dimiliki oleh yang membutuhkan. Kekurangan semacam ini tidak ada pada-Nya Yang Maha Terdahulu dalam keadaan bagaimana pun, kelemahan juga tidak mungkin ada pada-Nya.
Tidak mungkin juga bagi siapa pun akan memiliki jasa terhadap-Nya. Sebab, semua selain-Nya adalah makhluk-Nya, ciptaan yang Dia ciptakan, tidak memiliki urusan Allah sedikit pun. Justru makhluk-Nyalah yang tercipta seperti kehendak-Nya. Dia yang mengaturnya. Dengan demikian, tidak terbayang bahwa makhluk-Nya akan memiliki jasa terhadap-Nya.” (al-Asma’ was Shifat karya al-Baihaqi)
Buah Mengimani Nama Allah Al-Ghani
Betapa bahagianya kita saat Allah subhanahu wa ta’ala memberi kita taufik-Nya untuk beribadah hanya kepada-Nya. Sebab, sembahan kita adalah Yang Mahakaya. Takkan merugi seseorang yang Tuhannya Mahakaya.
Hal ini membuat kita sebagai hamba-Nya tidak berputus asa dalam meminta dan berdoa. Bahkan, Allah subhanahu wa ta’ala memerintah kita untuk meminta-Nya. Dia berjanji pula untuk mengijabahinya, baik permintaan duniawi maupun ukhrawi. Saat kita bersalah lalu meminta ampunan-Nya, dengan kemurahan-Nya, Dia akan memberikan maaf-Nya. Saat kita terdesak kebutuhan, Dialah tujuan kita dalam meminta, niscaya Dia akan berikan.
Baca juga: Arti Nama Allah: Ash-Shamad
Dia tidak meminta sesuatu kepada kita imbalan apa pun. Hanya saja, kewajiban kita adalah menunaikan hak-Nya dengan beribadah hanya kepada-Nya. Namun, perlu diingat, tentu tidak semua doa akan dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Hanya doa-doa yang baik dan memenuhi syaratnya serta selamat dari segala penghalang terkabulnya. Terkadang Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkannya nanti di akhirat, atau dengan menghindarkan kejelekan yang senilai dengan apa yang dia minta.
Dengan mengimani nama ini, kita juga menyadari kelemahan sembahan-sembahan selain Allah yang tidak memiliki apa pun. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ذَٰلِكُمُ ٱللَّهُ رَبُّكُمۡ لَهُ ٱلۡمُلۡكُۚ وَٱلَّذِينَ تَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦ مَا يَمۡلِكُونَ مِن قِطۡمِيرٍ ١٣ إِن تَدۡعُوهُمۡ لَا يَسۡمَعُواْ دُعَآءَكُمۡ وَلَوۡ سَمِعُواْ مَا ٱسۡتَجَابُواْ لَكُمۡۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ يَكۡفُرُونَ بِشِرۡكِكُمۡۚ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثۡلُ خَبِيرٍ١٤ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ أَنتُمُ ٱلۡفُقَرَآءُ إِلَى ٱللَّهِۖ وَٱللَّهُ هُوَ ٱلۡغَنِيُّ ٱلۡحَمِيدُ ١٥
“Yang (berbuat) demikian itulah Allah Rabbmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari pada biji kurma. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kesyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui. Hai manusia, kamulah yang butuh kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (Fathir: 13—15)
Jika demikian keadaan sembahan selain Allah, lantas atas dasar apa mereka diibadahi? Mereka tidak memiliki apa-apa sehingga tidak berhak diibadahi sama sekali. Sungguh merugi seseorang yang tuhannya semacam ini. Ya, rugi dunia-akhirat. Itulah kerugian yang nyata.