Arti Nama Allah: Al-Hayiy

Dalil Nama Allah Al-Hayiy

Di antara Asmaul Husna adalah al-Hayiy. Arti al-Hayiy ialah Yang memiliki sifat al-haya’, yang berarti malu. Jadi, makna nama Allah al-Hayiy adalah Yang Maha Pemalu.

Nama Allah al-Hayiy disebutkan dalam hadits dari Salman al-Farisi radhiallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,

إِنَّ اللهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ

“Sesungguhnya Allah Maha Pemalu dan Maha Pemurah. Dia malu apabila seorang lelaki mengangkat kedua tangannya kepada-Nya, lalu Dia mengembalikannya dalam keadaan kosong dan hampa.” (HR. Abu Dawud no. 1488 dan at-Tirmidzi no. 3556 dan beliau mengatakan, “Hasan gharib”. Hadits ini dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud dan Shahih at-Tirmidzi)

Nama Allah al-Hayiy juga disebutkan dalam hadits dari Ya’la radhiallahu anhu. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihat seseorang mandi di tempat terbuka tanpa memakai sarung. Beliau lalu naik mimbar dan mengucapkan pujian serta sanjungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Setelah itu, beliau bersabda,

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ حَيِيٌّ سِتِّيرٌ يُحِبُّ الْحَيَاءَ وَالسَّتْرَ، فَإِذَا اغْتَسَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَتِرْ

“Sesungguhnya Allah azza wa jalla Maha Pemalu dan Maha Menutupi. Dia mencintai sifat malu dan sifat menutupi. Maka dari itu, apabila seseorang dari kalian mandi, hendaklah dia menutup diri.” (HR. Abu Dawud no. 4012, dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud. Lihat juga al-Irwa’ no. 2335)

Arti Nama Allah Al-Hayiy

Ibnu Qayyim rahimahullah mengatakan,

Dan Dialah Yang Maha Pemalu, maka Dia tidak akan membeberkan aib hamba-Nya

        Saat hamba terang-terangan melakukan kemaksiatan,

Namun, Dia justru melontarkan tirai menutupinya

       Memang, Dia Maha Menutupi dan Memberi ampunan

Syaikh Muhammad Khalil Al-Harras menjelaskan,

“Dalam hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam terdapat penyebutan sifat malu bagi Allah subhanahu wa ta’ala, seperti dalam hadits (Salman al-Farisi radhiallahu anhu di atas).

Demikian juga dalam sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang tiga orang yang mendapati majelis beliau,

أَمَّا أَحَدُهُمْ فَآوَى إِلَى اللهِ فَآوَاهُ اللهُ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللهُ مِنْهُ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللهُ عَنْهُ

“Salah seorang dari mereka berlindung kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka Allah subhanahu wa ta’ala pun melindunginya. Yang lain, dia malu sehingga Allah subhanahu wa ta’ala pun malu darinya. Adapun yang lainnya lagi, dia berpaling sehingga Allah subhanahu wa ta’ala berpaling darinya.”[1]

Sifat malu Allah subhanahu wa ta’ala adalah sifat yang pantas bagi Allah subhanahu wa ta’ala, tidak seperti sifat makhluk. Sifat malu pada makhluk mengandung perubahan dan kelemahan yang memengaruhinya, yaitu ketika dia merasa khawatir dari sesuatu yang aib atau tercela. Adapun sifat malu Allah subhanahu wa ta’ala artinya meninggalkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keluasan rahmat-Nya dan kesempurnaan kedermawanan-Nya, kemurahan-Nya, serta keagungan ampunan dan kelembutan-Nya.

Baca juga: Mengenal Allah

Sementara itu, seorang hamba terang-terangan bermaksiat kepada-Nya padahal dia sangat butuh kepada-Nya dan paling lemah di hadapan-Nya. Bahkan, dia memakai nikmat-nikmat-Nya untuk bermaksiat kepada-Nya. Akan tetapi, dengan kesempurnaan sifat ketidakbutuhan-Nya kepada makhluk dan kesempurnaan sifat kemampuan-Nya, Allah subhanahu wa ta’ala malu untuk menyingkap tabir aib hamba-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala justru menutupinya dengan sebab-sebab yang Dia subhanahu wa ta’ala persiapkan untuk menutupinya. Setelah itu, Allah subhanahu wa ta’ala memaafkan dan mengampuninya.

Hal ini seperti dalam hadits Ibnu Umar radhiallahu anhuma,

إِنَّ اللهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُولُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ فَيَقُولُ: نَعَمْ أَيْ رَبِّ. حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ قَالَ: سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ

Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala mendekatkan seorang mukmin kepada-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala lalu menutupkan pada dirinya penutupnya. Kemudian, Allah subhanahu wa ta’ala bertanya kepadanya, “Apakah kamu tahu dosa ini? Apakah kamu tahu dosa ini?”

Hamba itu pun mengatakan, “Ya, wahai Rabbku.”

Hingga ketika Allah subhanahu wa ta’ala meminta dia mengakui dosanya dan dia yakin bakal hancur, Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan kepadanya, “Aku telah menutupi dosa itu padamu di dunia. Pada hari ini Aku mengampunimu.”[2]

Baca juga: Hisab Pasti Terjadi

Demikian pula, Allah malu untuk menyiksa orang yang berada dalam agama Islam sampai beruban. Allah subhanahu wa ta’ala juga malu apabila hamba-Nya berdoa menengadahkan dua tangannya, lantas mengembalikannya dalam keadaan hampa.

Karena Allah Maha Pemalu dan Maha Menutupi, Dia menyukai pada diri hamba-Nya sifat malu dan tidak mengumbar aib. Maka dari itu, barang siapa menutupi aib seorang muslim, Allah subhanahu wa ta’ala akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah subhanahu wa ta’ala juga membenci orang yang terang-terangan melakukan kefasikan (maksiat) dan terang-terangan melakukan kekejiannya.

Di antara orang yang paling Allah subhanahu wa ta’ala benci adalah orang yang bermalam melakukan maksiat dan Allah subhanahu wa ta’ala menutupinya, lantas dia sendiri yang membuka tutup aib itu pada pagi harinya. Allah subhanahu wa ta’ala juga mengancam orang-orang yang menyukai tersebarnya kekejian di tengah-tengah kaum muslimin bahwa mereka akan mendapatkan siksa yang pedih di dunia dan di akhirat. Dalam hadits disebutkan,

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ

“Semua umatku diberi maaf kecuali orang-orang yang terang-terangan (dengan dosanya).”

Buah Mengimani Nama Allah Al-Hayiy

Dengan mengimani nama Allah al-Hayiy, kita mengetahui keluasan ampunan Allah subhanahu wa ta’ala dan kemurahan-Nya. Sementara itu, hamba-hamba-Nya justru terus berbuat maksiat tanpa rasa malu kepada Dzat Yang Maha Pemalu. Tentu yang demikian sangat dibenci oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Selain itu, dengan mengimani nama Allah al-Hayiy, kita mengetahui bahwa sifat malu adalah sifat yang terpuji dan dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, hendaknya kita juga menjaga sifat malu pada diri kita. Kita senantiasa menumbuhkan sifat malu pada diri kita, dan anak keturunan kita, dan anak didik kita.

Terlebih di masa ini, saat sifat malu hampir punah pada diri kawula muda, yang perempuannya terlebih laki-lakinya. Ini teramat dibenci oleh Allah Yang Maha Pemalu. Dengan hilangnya rasa malu, tak ada beban lagi bagi mereka untuk bergaul bebas dengan lawan jenis, bercanda ria, berjalan bersama, dan lebih dari itu. Malu rasanya mengungkapkannya.

Sungguh, hal yang sangat memprihatinkan kita bersama. Inikah sebagian hasil pendidikan umum? Cobalah para guru dan para pendidik mengkaji ulang metode dan lingkungan pendidikan mereka. Demi meraih ridha Allah Yang Maha Pemalu. Demi masa depan moral dan agama anak-anak muslimin.


Catatan Kaki

[1] Sahih, HR. al-Bukhari no. 66 dan Muslim. Hadits di atas adalah lafaz al-Bukhari. Syaikh al-Harras menyebutkan dengan lafaz yang sedikit berbeda.

[2] Sahih, HR. al-Bukhari no. 183.

(Ustadz Qomar Z.A., Lc.)

 

al-hayiyarti nama allahAsmaul husnamakna nama allahnama allah