Azab Kubur Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah

Teguh hati, istiqamah berada di jalan-Nya merupakan dambaan setiap insan beriman. Kekhawatiran tergelincir meniti jalan hidup ini, menyempal dari barisan orang-orang nan kukuh di atas tauhid, menjadikan diri tak berasa aman. Tumbuh ketakutan akan syirik atau kemunafikan bercokol pada diri.

Betapa tidak. Seorang nabi Allah, Khalilu ar-Rahman (kekasih ar-Rahman) dan imam orang-orang yang hanif (lurus) di jalan-Nya, Ibrahim alaihis salam pun tetap memohon kepada Rabbnya agar dijauhkan dari penyelewengan tauhid. Al-Khalil alaihis salam pun memohon,

وَٱجۡنُبۡنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعۡبُدَ ٱلۡأَصۡنَامَ

“Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.” (Ibrahim: 35)

Tumbuh pada diri Nabi Ibrahim alaihis salam kekhawatiran atas dirinya terjerembab jatuh pada kesyirikan, padahal dirinya seorang nabi, kekasih Allah subhanahu wa ta’ala, dan imam orang-orang yang hanif. Lantas, bagaimana dengan diri kita? Semestinya lebih pantas lagi kekhawatiran dan ketakutan itu menyembul dalam dada kita.

Jangan merasa aman dari kesyirikan. Jangan pula merasa aman dari kemunafikan. Tidak ada orang yang merasa aman dari sikap kemunafikan kecuali dia seorang munafik. Tiadalah seorang yang takut bahwa sikap kemunafikan bakal tumbuh bercokol pada dirinya kecuali dia seorang mukmin. Lantaran ini pula, Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah berkata,

أَدْرَكْتُ ثَلَاثِينَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّهُمْ يَخَافُ النِّفَاقَ عَلَى نَفْسِهِ

“Aku mendapati tiga puluh orang sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Seluruhnya merasa takut terhadap kemunafikan yang bakal menimpa dirinya.” (Shahih al-Bukhari, “Kitabul Iman”, “Bab Khaufil Mu’min min an Yahbatha ‘Amaluhu wa Huwa La Yasy’ur”)

Baca juga: Jauhilah Sifat-Sifat Munafik

Begitu pula dengan seorang sahabat mulia, Umar bin al-Khaththab radhiallahu anhu. Dirinya takut sikap kemunafikan itu melekat padanya. Saat Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan secara rahasia nama-nama orang munafik kepada Hudzaifah ibnul Yaman radhiallahu anhu, timbul pada diri Umar kegalauan. Jiwanya merasa tidak tenang. Khawatir namanya termasuk dalam deretan orang-orang munafik yang disebutkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Untuk mengusir rasa galau di hati, menepis kekhawatiran yang bersemi, dan menambah ketenangan hati, Umar radhiallahu anhu menanyakan langsung kepada Hudzaifah ibnul Yaman radhiallahu anhu. Kata Umar radhiallahu anhu, “Wahai Hudzaifah, semoga Allah subhanahu wa ta’ala memuliakanmu. Apakah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan namaku kepadamu bersama nama-nama orang munafik?”

Jawab Hudzaifah, “Tidak. Tidak ada (nama) seorang pun yang terbersihkan setelah (nama)mu.”

Apa yang diperbuat Umar radhiallahu anhu adalah guna menambah ketenangan dirinya. Padahal, sungguh Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah mempersaksikan bahwa Umar termasuk sahabat yang mendapatkan jannah (surga). (al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah, hlm. 76; Thariqul Hijratain, Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah, hlm. 504)

Siapakah yang bisa menjamin diri ini masing-masing? Padahal, orang yang jauh lebih mulia dan utama merasakan ketidaknyamanan, takut terkotori kesyirikan, ternodai kemunafikan. Tentu, semestinya setiap diri ini harus lebih terusik lagi perasaan tidak aman dan khawatir terpelanting ke dalam lembah syirik dan kemunafikan. Di tengah zaman, kala banyak manusia terpagut kemelut hidup, budaya syahwat dan syubhat setiap saat berkelebat. Sementara itu, tipuan dunia begitu menyilaukan.

Baca juga: Menyikapi Nikmat Dunia Sebagai Ujian

Karena itu, memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar menetapkan diri ini di atas jalan-Nya adalah sebuah kemestian. Hati manusia ada di antara dua jari-jemari ar-Rahman. Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiallahu anhuma, ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبِعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ. ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ، صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Sesungguhnya, hati bani Adam seluruhnya di antara dua jari dari jari-jemari ar-Rahman. Seperti hati satu orang, Dia palingkan ke mana Dia kehendaki.”

Kemudian, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, palingkanlah hati kami pada ketaatan kepada-Mu.” (HR. Muslim no. 2654)

Maka dari itu, hendaklah seseorang menata diri dengan amal-amal kebaikan guna menyongsong hari akhirat kelak. Saat manusia dikumpulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala pada hari kiamat, saat itu manusia diberi cahaya atas dasar amalnya.

Baca juga: Kematian adalah Kepastian, Apa yang Sudah Engkau Siapkan?

Imam al-Baihaqi rahimahullah telah meriwayatkan dengan sanadnya dari Masruq bin al-Ajda’, dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu, dia berkata,

“Allah subhanahu wa ta’ala mengumpulkan manusia pada hari kiamat, lantas mereka diberi cahaya sesuai dengan kadar amal-amalnya. Di antara mereka ada yang diberi cahaya semisal gunung antara kedua tangannya. Ada  pula yang diberi cahaya yang lebih dari itu (dalam riwayat lain: kurang dari itu). Di antara mereka ada yang diberi cahaya (semisal) pecahan kurma di tangan kanannya, dan sebagian lain tanpa hal itu di tangan kanannya. Sampai-sampai pada akhirnya ada orang yang diberi cahaya atas ibu jari kakinya, sekali menyala sekali padam. Apabila menyala, melajulah kakinya. Apabila padam, dia hanya berdiri.

Manusia pun melintasi shirath (jembatan yang berada di atas neraka Jahanam). Shirath ini seperti mata pedang. Licin menggelincirkan. Kemudian, dikatakan kepada mereka, ‘Jalanlah kalian dengan cahaya kalian masing-masing.

Sebagian mereka melintas bagai melesatnya meteor. Sebagian lagi melintas seperti angin, sebagian yang lain seperti kuda. Sebagiannya lagi seperti unta berlari. Dia berjalan atau laju cepat. Mereka melintasi (shirath) atas dasar amal-amalnya. Ada yang melintasi shirath tersebut dengan cahaya pada ibu jari kakinya. Mengupayakan keras (dengan) tangan, (hingga) menggelantung. Kaki diseret (hingga jatuh) berjuntai. Berhasillah dirinya menjauhi neraka. Mereka adalah orang-orang yang berhasil menyeberang dengan selamat.

Mereka berkata, ‘Alhamdulillah (segala puji bagi Allah) yang telah menyelamatkan kami darimu (neraka) setelah kami melihatmu (neraka). Sungguh, Allah subhanahu wa ta’ala telah memberi kami sesuatu yang tidak diberikan kepada yang lain.” (Majma’ az-Zawa’id, al-Haitsami, no. 18352—18353. Lihat Syarh al-‘Aqidah ath-Thahawiyah, Ibnu Abil Izzi, 2/632—633)

Baca juga: Dahsyatnya Mahsyar

Demikianlah keadaan hari kiamat. Sebuah potret kehidupan masa mendatang yang bakal dilalui oleh manusia. Bagi yang memiliki keimanan dalam hati, gambaran di alam akhirat itu akan melecut untuk segera bergegas beramal. Merajut kebaikan. Menebar kesalehan. Mengumpulkan bekal guna memetik kenikmatan hidup di kampung akhirat kelak. Berlomba dan senantiasa terus berlomba, seakan merasakan kematian sudah di pelupuk mata. Sudah dekat. Sudah tidak ada lagi yang harus dilakukan kecuali beramal dan beramal. Tentunya, semua itu didasari keikhlasan.

Gambaran alam akhirat itu memberi pengaruh bagi orang yang beriman untuk senantiasa berhias dengan perilaku, tutur kata, dan sikap mulia. Sebab, dirinya tak hendak menuai petaka di akhirat. Yang hendak diraih adalah ampunan dari Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang, serta surga-Nya nan teramat sarat nikmat.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ ١٣٣ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ١٣٤ وَٱلَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَٰحِشَةً أَوۡ ظَلَمُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ ذَكَرُواْ ٱللَّهَ فَٱسۡتَغۡفَرُواْ لِذُنُوبِهِمۡ وَمَن يَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ إِلَّا ٱللَّهُ وَلَمۡ يُصِرُّواْ عَلَىٰ مَا فَعَلُواْ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ ١٣٥ أُوْلَٰٓئِكَ جَزَآؤُهُم مَّغۡفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِمۡ وَجَنَّٰتٌ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَاۚ وَنِعۡمَ أَجۡرُ ٱلۡعَٰمِلِينَ ١٣٦

Baca juga: Simpanan yang Tak Akan Sirna

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Rabb mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (Ali Imran: 133—136)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mengingatkan pula untuk menyegerakan amal. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

“Segeralah beramal (saleh), (sebelum ada) fitnah seperti potongan malam yang gelap gulita. Seseorang pada pagi hari mukmin, sore hari kafir. Atau sore hari beriman, pagi harinya kafir. Dia menjual agamanya (untuk mendapatkan) harta kekayaan dunia.” (HR. Muslim no. 186)

Baca juga: Ketika Dunia Menjadi Harga Keyakinan

Adapun setelah kehidupan alam dunia ini, seseorang akan memasuki alam barzakh. Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, al-barzakh (الْبَرْزَخُ) berarti pembatas antara dua hal. Yang dimaksud di sini adalah sesuatu antara kematian manusia dan tibanya hari kiamat.

Terkait dengan penamaan al-qubur (alam kubur), ini dilihat dari sisi kekhususan atas hal yang bersifat umum. Sebab, alam barzakh itu lebih umum daripada alam kubur. Seseorang meninggal dunia, lantas dimangsa binatang buas, apakah dia berada di kubur? Tidak. Akan tetapi, dia berada di alam barzakh. Setiap orang yang mati, dia masuk alam barzakh. Setiap manusia yang dikubur berada dalam alam barzakh. (Syarh al-‘Aqidah as-Safariniyah, hlm. 329)

Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah al-Fauzan hafizhahullah menyatakan bahwa beriman kepada hari akhir ialah mengimani segala yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang apa saja yang terjadi pascakematian. Termasuk dalam hal ini adalah mengimani adanya fitnah kubur: adanya azab dan nikmat kubur. Hal itu terjadi antara kematian—yang berarti berakhirnya kehidupan pertama—dan kebangkitan—yang berarti bermulanya kehidupan kedua. Dengan ungkapan lain, antara kiamat shughra (kecil) dan kiamat kubra (besar).

Baca juga: Amalan yang Menyelamatkan dari Azab Kubur

Masa fatrah (jeda) di antara keduanya disebut dalam Al-Qur’an Al-Karim dengan sebutan barzakh. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ ٱلۡمَوۡتُ قَالَ رَبِّ ٱرۡجِعُونِ ٩٩ لَعَلِّيٓ أَعۡمَلُ صَٰلِحًا فِيمَا تَرَكۡتُۚ كَلَّآۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَاۖ وَمِن وَرَآئِهِم بَرۡزَخٌ إِلَىٰ يَوۡمِ يُبۡعَثُونَ ١٠٠

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, ‘Ya Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (al-Mu’minun: 99—100)

Barzakh secara bahasa artinya pembatas antara dua sesuatu. Barzakh ini merupakan permisalan dari pembalasan ukhrawi. Ia adalah tempat pertama dari tempat-tempat yang ada dalam akhirat. Di dalam barzakh terdapat pertanyaan dua malaikat, kemudian disusul adanya azab dan nikmat. (al-Irsyad ila Shahihil I’tiqad wa ar-Raddu ‘ala Ahli asy-Syirki wal Ilhad, hlm. 280)

Selanjutnya, Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah dalam kitab di atas (hlm. 290) mengungkapkan bahwa azab (atau nikmat, -ed.) kubur dan pertanyaan dua malaikat akan terjadi pada setiap yang mati. Walaupun yang meninggal dunia itu tidak dikubur. Ketahuilah, azab kubur adalah azab barzakh. Setiap manusia yang meninggal dunia dan dia berhak untuk terkena azab, dalam keadaan mayit tersebut dikubur ataupun tidak, dalam keadaan dimakan binatang buas, terbakar hingga menjadi abu lalu dihamburkan ke udara, disalib, atau tenggelam di laut, niscaya azab itu akan mengena pada roh dan badannya.

Baca juga: Sebab-Sebab Mendapatkan Azab Kubur

Apakah fitnah barzakh itu? Ia adalah suatu keadaan yang menimpa satu kala diri telah dikebumikan. Sesungguhnya, dirinya akan didatangi oleh dua malaikat. Keduanya duduk dan bertanya kepadanya tentang Rabb, agama dan nabinya. Allah subhanahu wa ta’ala akan mengokohkan orang-orang beriman dengan perkataan yang teguh. Orang beriman akan mengatakan, “Rabbku adalah Allah, agamaku adalah Islam, dan nabiku adalah Muhammad.”

Kemudian, ada yang menyeru dari langit, “Telah benar hamba-Ku, maka (dia) dibenarkan.”

Dia mendengarkannya. Lantas, bertambahlah kegembiraan(nya) karena itu bahwa kesaksiannya telah ada yang menyaksikan dari langit dan dia dinyatakan sebagai orang yang benar (keimanannya).

Adapun orang munafik atau yang semisal, dia hanya bisa menjawab, “Hah, hah, saya tidak tahu. Saya mendengar orang-orang mengatakan sesuatu maka saya pun (ikut-ikutan) mengatakannya.”

Berserulah yang dari langit, “Sungguh, hamba-Ku telah berdusta. Sesungguhnya, ia mengetahui bahwa tidak ada ilah yang diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah. Sungguh, dia mengetahui pula bahwa Muhammad adalah rasul Allah. Dia pun tahu, tetapi dia membangkang dan berbuat dosa.”

Karena itu, dikatakan kepadanya, “Hamba-Ku pendusta.”

Kemudian, kepada orang yang pertama, diluaskan dalam kuburnya. Dibukakan pintu surga baginya. Lantas datang amal salehnya dan duduk di sisinya dalam keadaan bagus.

Adapun kepada orang kedua, wal ‘iyadzu billah (kita berlindung kepada Allah), disempitkan keadaan kuburnya hingga bersilangan tulang rusuknya. Satu dengan lainnya saling masuk lantaran kerasnya himpitan kubur. Dibukakan baginya pintu neraka. Berembuslah hawa panas neraka dan menghanguskan. Juga datang amal kejelekannya dalam bentuk yang sejelek-jeleknya, wal ‘iyadzu billah.

Dia dicela atas apa yang selama ini disia-siakan dan diabaikan begitu saja dalam urusan agama Allah. Inilah fitnah barzakh yang wajib diimani. (Syarhul ‘Aqidah as-Safariniyah, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, hlm. 340)

Baca juga: Macam-Macam Azab Kubur

Kaum mulhid (orang-orang yang menyimpang dari agama, kafir) dan zindiq (orang-orang yang pura-pura beriman tetapi menyembunyikan kekufurannya) mengingkari adanya azab dan nikmat kubur. Mereka katakan bahwa mereka telah membongkar kubur, tetapi tidak mendapati dalam kubur tersebut malaikat yang menyiksa mayit. Dalam kubur itu tidak ada kehidupan. Tak ada (air) yang mengalir. Tak ada api yang menyala-nyala. Bagaimana mungkin dalam kubur itu bisa diluaskan sejauh mata memandang dan disempitkan? Justru mereka mendapati keadaan kubur itu luasnya sama saat mereka gali. Tidak ada penambahan dan pengurangan. Bagaimana pula kubur itu dijadikan taman dari taman-taman surga dan lubang dari lubang-lubang neraka?

Kata Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah menjawab pertanyaan di atas, sesungguhnya keadaan alam barzakh termasuk masalah-masalah gaib. Para nabi telah mengabarkan hal itu. Kabar-kabar yang dibawa oleh para nabi tersebut tidak bisa ditempatkan dalam kerangka berpikir akal (yang amat sangat memiliki keterbatasan). Karena itu, kabar-kabar yang dibawa oleh para nabi tersebut harus dibenarkan (diimani, walau akal belum bisa atau bahkan tidak bisa menerimanya).

Selanjutnya, sesungguhnya api dan suasana yang hijau dalam kubur tidaklah sama dengan api dan keadaan hasil pertanian di dunia. Aapi dan keadaan yang menghijau tersebut merupakan bagian kehidupan alam akhirat. Panas api pun jauh berbeda, jauh lebih panas dari api dunia. Maka dari itu, tak akan bisa penghuni dunia merasakan (apa yang ada di alam kubur).

Baca juga: Kedudukan Akal dalam Islam

Kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala sangat amat luas, menakjubkan, dan agung. Jika Allah subhanahu wa ta’ala menghendaki untuk menampakkan azab kubur kepada sebagian hamba, niscaya hal itu akan terlihat. (Namun) jika hamba-hamba-Nya telah bisa melihat perkara-perkara yang bersifat gaib semuanya, hilanglah hikmah taklif (pembebanan syariat) dan keyakinan untuk mengimani hal-hal yang gaib. (al-Irsyad ila Shahihil I’tiqad, hlm. 292)

Berkenaan azab kubur dimunculkan kepada hamba-hamba-Nya, menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah, hukum asalnya tidak. Prinsip asalnya tidak mungkin. Sungguh, Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda,

لَوْلَا أَنْ تَدَافَنُوا لَدَعَوْتُ اللهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

“Kalaulah bukan karena kalian saling menguburkan, pasti aku berdoa kepada Allah agar azab kubur itu diperdengarkan kepada kalian.” (HR. Muslim no. 2867, dari Zaid bin Tsabit radhiallahu anhu)

Jika demikian, prinsip asalnya azab kubur bukan sesuatu yang bisa diketahui. Namun, Allah subhanahu wa ta’ala memberitahukan (azab kubur) kepada sebagian manusia, bisa melalui mimpi yang baik, atau saat seorang hamba itu terjaga.

Dalam hal terjaga, Allah subhanahu wa ta’ala memberitahukan kepada Nabi-Nya shallallahu alaihi wa sallam tentang dua orang penghuni kubur yang diazab lantaran suka mengadu domba (namimah) dan tidak bersuci setelah buang air kecil. Hal ini diungkapkan dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhuma (HR. al-Bukhari no. 213 dan Muslim no. 292).

Jadi, secara hukum asal, azab kubur adalah sesuatu yang tidak bisa diketahui. Akan tetapi, Allah subhanahu wa ta’ala bisa memberitahukan hal itu kepada siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. (Syarhul ‘Aqidah as-Safariniyah, hlm. 344—345)

Ahlus Sunnah Meyakini Adanya Azab Kubur

Penetapan azab kubur merupakan i’tiqad (keyakinan) Ahlus Sunnah wal Jamaah. Setiap muslim wajib meyakini adanya nikmat dan azab kubur. Sebab, hal ini telah dinyatakan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يُثَبِّتُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱلۡقَوۡلِ ٱلثَّابِتِ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِۖ

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27)

Dari al-Bara’ bin Azib radhiallahu anhu, sungguh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا سُئِلَ فِي الْقَبْرِ فَشَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَلِكَ قَوْلُ اللهِ تَعَالَى:{يُثَبِّتُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱلۡقَوۡلِ ٱلثَّابِتِ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِۖ}

Sungguh, apabila seorang muslim ditanya di dalam kubur, dia melakukan persaksian bahwasanya tidak ada ilah yang disembah dengan benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad (shallallahu alaihi wa sallam) adalah Rasulullah. Itulah yang dimaksud oleh firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27) (HR. al-Bukhari no. 1369, Abu Dawud no. 4750, dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah. Lihat Itsbat ‘Adzabil Qabri, karya Syaikh al-Hafizh Abu Bakr Ahmad bin Husain al-Baihaqi, hlm. 9—10)

Baca juga: Makna Kalimat Syahadat La Ilaha Illallah

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam secara tegas menyatakan bahwa azab kubur adalah benar adanya. Hadits Aisyah radhiallahu anha mengungkapkan hal itu.

أَنَّ يَهُودِيَّةً دَخَلَتْ عَلَيْهَا فَذَكَرَتْ عَذَابَ الْقَبْرِ فَقَالَتْ لَهَا: أَعَاذَكِ اللهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ. فَسَأَلَتْ عَائِشَةُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَذَابِ الْقَبْرِ فَقَالَ: نَعَمْ، عَذَابُ الْقَبْرِ حَقٌّ. قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا:  فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدُ صَلَّى صَلَاةً إِلَّا تَعَوَّذَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

Seorang wanita Yahudi masuk (menemui) Aisyah radhiallahu anha. Wanita Yahudi itu menyebutkan perihal azab kubur. Lantas wanita Yahudi itu berkata kepada Aisyah radhiallahu anha, “Semoga Allah melindungimu dari azab kubur.”

(Setelah peristiwa itu) Aisyah radhiallahu anha bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam perihal azab kubur. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Ya. Azab kubur itu benar adanya.”

Aisyah radhiallahu anha pun menyatakan, “Setelah itu, tidaklah aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam shalat kecuali beliau memohon perlindungan dari azab kubur.” (HR. al-Bukhari no. 1373)

Doa yang dipanjatkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu,

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab (siksa) kubur, dari siksa neraka, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah al-Masih ad-Dajjal.” (HR. al-Bukhari no. 1377)

Baca juga: Proses Keluarnya Roh dari Jasad

Selain dalil-dalil di atas, masih banyak hadits lainnya yang mengungkapkan tentang siksa dan nikmat kubur.

Menurut Imam an-Nawawi rahimahullah, mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah menetapkan adanya azab kubur. Hal itu sungguh telah nyata berdasar dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

ٱلنَّارُ يُعۡرَضُونَ عَلَيۡهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّاۚ

“Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang.” (Ghafir: 46)

Selain itu, telah secara nyata hadits-hadits yang sahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dari riwayat sekumpulan sahabat di berbagai tempat. Akal tak akan mampu menolak bahwa Allah subhanahu wa ta’ala (memiliki kemampuan) mengembalikan kehidupan setiap bagian jasad (manusia) dan mengazabnya. Jika akal tak mampu menolak hal ini, dan apa yang telah disebutkan secara syarit, ia wajib menerima dan meyakininya.

Imam Muslim rahimahullah menyebutkan (dalam Shahih-nya) hadits yang banyak sekali dalam masalah penetapan adanya siksa kubur. Di antaranya hadits yang mengungkapkan bahwa

  • Nabi shallallahu alaihi wa sallam mampu mendengar suara orang yang disiksa dalam kuburnya,
  • mayit bisa mendengar bunyi sandal yang menguburkannya,
  • Nabi shallallahu alaihi wa sallam berbicara kepada ahlul qalib (korban dari pihak musyrikin yang dilemparkan ke dalam sumur-sumur di Badr, -red.),
  • pertanyaan dua malaikat, dan lain-lain. (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/198)
Baca juga: Berita Gaib, Antara Kufur dan Iman

Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir-nya (4/98) menyebutkan bahwa firman Allah subhanahu wa ta’ala,

ٱلنَّارُ يُعۡرَضُونَ عَلَيۡهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّاۚ

“Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang.” (Ghafir: 46)

merupakan ayat yang dijadikan prinsip yang besar dalam pengambilan sisi pendalilan Ahlus Sunnah tentang masalah azab (siksa) di alam barzakh (alam kubur).

Inilah permasalahan fitnah kubur. Orang yang beriman wajib meyakininya karena hal itu telah ada ketetapannya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Beriman dan segeralah beramal nan saleh, sebelum petaka kubur itu menerpa.

Wallahu a’lam.

(Ustadz Abulfaruq Ayip Syafrudin)

 

ahlus sunnahahlus sunnah wal jamaahAkidahazab kubur