Dalam kitab al-Mughni (3/162) Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
“Saat imam berdiri menuju rakaat kelima pada shalat yang empat rakaat (seperti Zuhur dan Asar, -pent.), atau berdiri menuju rakaat keempat pada shalat Magrib, atau menuju rakaat ketiga pada shalat Subuh, maka imam wajib kembali (ke posisi yang benar) kapan pun dia sadar dan segera melakukan duduk tasyahud.”
Adapun bagi makmum, dalam kitab Majmu’ al-Fatawa (23/53) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya tentang kasus imam berdiri menuju rakaat kelima. Imam sudah diingatkan dengan tasbih (bacaan subhanallah). Akan tetapi, imam bergeming, merasa tidak salah. Apakah makmum ikut berdiri bersamanya ataukah tidak?
Baca juga: Kriteria Imam dalam Shalat
Ibnu Taimiyah menjawab,
“Jika mereka (makmum) ikut berdiri bersamanya karena jahil (tidak mengetahui ilmunya), shalat mereka tidak batal. Akan tetapi, kalau mereka mengetahui ilmunya, tidak sepatutnya mereka untuk mengikuti imam. Cukup bagi mereka (duduk) menunggunya hingga salam bersama imam tersebut. Bisa juga makmum salam sebelum imam, tetapi menunggu lebih baik.”
Baca juga: Shalat Berjamaah Menuai Banyak Keutamaan
Hal yang serupa juga dikatakan oleh Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (4/209),
“Jika rakaat shalat makmum sudah sempurna, makmum tidak boleh mengikuti imam menambah rakaat tersebut. Makmum boleh berpisah dengan imam saat sudah sempurna rakaatnya, kemudian melakukan tasyahud dan salam. Shalat si makmum sah tanpa ada perbedaan pendapat. Sebab, makmum memisahkan diri dari imam karena ada alasan yang berkaitan dengan shalat.
Jika makmum menghendaki, dia juga boleh menunggu imam sambil tasyahud dan memperpanjang doa hingga disusul oleh imamnya, kemudian salam bersamanya.”
Catatan: Sujud sahwi untuk kasus seperti ini dilakukan setelah salam karena terjadi penambahan.
Wallahu a’lam bish-shawab.