(Khutbah Fadhilatusy Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Secara fitrah, wanita jelas berbeda dengan pria. Namun dengan mengatasnamakan “hak wanita”, sejumlah pihak nyaring mengampanyekan kesetaraan pria dan wanita. Tatanan yang telah selaras fitrah pun hendak dikoyak, yang sejatinya kehormatan wanitalah yang tengah mereka rusak. Padahal telah diketahui, kerusakan wanita berimbas pada kerusakan masyarakatnya.
Betapa nikmatnya mendulang ilmu dari pewaris para nabi. Walaupun hasrat untuk duduk bersimpuh di majelis mereka yang penuh berkah belum jua terpenuhi, namun ilmu mereka, walhamdulillah, dapat kita peroleh lewat tulisan-tulisan mereka dan rekaman suara mereka yang tersebar luas sampai ke nusantara ini. Sungguh dari penyampaian mereka, ahlul ilmi ulama rabbani, kita dapati kecukupan daripada harus menyusun sendiri dengan kalam kita. Satu dari alim rabbani tersebut, Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan –semoga Allah l menjaga beliau dan mengokohkan beliau di atas agama-Nya– pernah menyampaikan khutbah yang berisi bantahan terhadap orang yang ingin menyejajarkan kaum wanita dengan kaum lelaki. Sungguh, permasalahan ini tidak akan pernah basi untuk disampaikan kepada umat. Terlebih di zaman ini, di mana orang-orang yang tidak berakal dan bodoh berteriak-teriak menuntut persamaan gender, padahal ini sesuatu yang mustahil. Bahkan Al-Qur’anul Karim sebagai pedoman hidup kita telah menegaskan:
“Dan tidaklah lelaki itu sama dengan wanita….” (Ali ‘Imran: 36)
Asy-Syaikh yang mulia –semoga Allah l menjaga beliau– berkata dalam khutbahnya:
“Segala puji bagi Allah l yang telah menciptakan sepasang insan, lelaki dan wanita, dari setetes mani yang dipancarkan. Allah l bedakan keduanya dalam penciptaan, maka lelaki tidak mungkin sama dengan wanita. Aku menyanjung Allah l atas nikmat-Nya yang tiada terhitung. Aku bersaksi bahwa laa ilaaha illallah wahdahu, tiada sekutu bagi-Nya dalam rububiyah-Nya, uluhiyah, dan nama-nama-Nya yang husna. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Allah l perjalankan beliau pada malam hari, dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha, untuk memperlihatkan kepada beliau tanda-tanda kekuasaan-Nya yang sangat besar. Shalawat dan salam semoga tercurah untuk beliau, keluarga dan para sahabat beliau.
Amma ba’du. Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada Allah l.
Allah l berfirman:
“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan dari jiwa yang satu itu Dia ciptakan pasangannya. Dan dari keduanya, Allah mengembangbiakkan lelaki dan wanita yang banyak. Bertakwalah kalian kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.” (An-Nisa’: 1)
Nabi n bersabda:
وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Terimalah wasiat untuk berbuat kebaikan terhadap para wanita.”1
Beliau n juga bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki daripada fitnah (ujian) wanita.”2
Bertakwalah kalian kepada Allah l, wahai kaum muslimin, dalam urusan wanita-wanita kalian. Laksanakan wasiat Allah l dan wasiat Nabi-Nya dalam perkara mereka. Jagalah mereka dengan menutupi mereka, karena sungguh Allah l telah menjadikan kalian sebagai pemimpin atas mereka. Wanita itu kurang dari sisi fisiknya dibanding lelaki dan secara tabiat mereka lemah, sehingga mereka butuh pemimpin yang dapat membimbing mereka. Akal yang lurus yang bisa mengetahui hikmah dan rahasia-rahasia akan memutuskan bahwa makhluk yang kurang fisiknya lagi lemah tabiatnya harus berada di bawah pengaturan makhluk yang sempurna fisiknya dan kuat dalam tabiat. Dengan begitu, yang kurang lagi lemah tadi dapat beroleh manfaat yang semula tak dapat diperolehnya dengan sendirinya dan mudarat pun dapat terhindarkan. Lelaki diharuskan memberikan infak kepada para wanitanya, disamping mengurusi keperluan mereka dalam kehidupan ini. Sehingga si wanita dapat terjaga dalam rumahnya, mencurahkan waktunya untuk mendidik anak-anaknya serta mengatur urusan rumahnya.
Masing-masing dari lelaki dan wanita memiliki lingkup pekerjaan yang sesuai dengan fisik mereka. Lelaki bekerja di luar rumah sementara wanita memiliki tugas di dalam rumah. Dengan seperti ini, akan sempurnalah kerjasama di antara mereka dalam kehidupan ini.
Karena Allah l telah membedakan fisik lelaki dan wanita, di mana masing-masingnya memiliki fisik yang sesuai dan cocok dengan tanggung jawabnya dalam kehidupan ini, maka datang larangan yang tegas dari perbuatan tasyabbuh (meniru/menyerupai) salah satunya terhadap yang lain. Dalam Shahih Al-Bukhari dari Ibnu ‘Abbas c, ia berkata:
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ n الْمُتَشَبِّهيْنَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجاَلِ
“Rasulullah n melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.”
Sementara dimaklumi bahwa orang yang dilaknat oleh Rasulullah n berarti ia terlaknat dalam Kitabullah. Karena Allah l berfirman:
“Apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kalian maka ambillah dan apa yang dilarangnya maka berhentilah. Bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat pedih hukuman-Nya.” (Al-Hasyr: 7)
Oleh karena itu, tidak boleh lelaki menyerupai wanita dalam perkara yang merupakan kekhususan wanita. Demikian pula sebaliknya. Lelaki yang meniru wanita dalam sifat dan kelembutannya, serta wanita yang menyerupai lelaki dalam pekerjaannya, berarti masing-masingnya telah berupaya mengubah ciptaan Allah l, dan masing-masingnya terlaknat lewat lisan Rasulullah n dan dilaknat dalam Kitabullah.
“Siapa yang dilaknat oleh Allah maka kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan penolong baginya.” (An-Nisa’: 52)
Wahai kaum muslimin! Pada hari ini, di kalangan kita ada suatu kaum yang mereka itu dari kulit kita dan berbicara dengan bahasa kita. Mereka menyerukan persamaan wanita dengan lelaki dalam hal pekerjaan agar wanita duduk bersisian dengan lelaki di kantor dan tempat niaga. Agar wanita berserikat dengan kaum lelaki dalam mendirikan organisasi-organisasi dan muktamar-muktamar. Agar wanita tampil di depan kaum lelaki guna menyampaikan ceramah-ceramah. Terus-menerus di surat kabar kita pada hari ini, kita baca seruan yang berulang-ulang yang terlontar dari mulut-mulut sial lagi beracun, yang ditulis oleh tangan-tangan yang jahat, yang ingin meruntuhkan kemuliaan dan kehormatan wanita serta membuang perintah-perintah Allah l dan Rasul-Nya yang ingin menjaga kaum wanita. Sungguh suara-suara yang jelek dan propaganda yang beracun itu menginginkan agar wanita muslimah sama dengan wanita kafir, yang biasa keluar untuk bekerja bersisian bersama lelaki ajnabi (non-mahram) dalam keadaan si wanita terbuka kepala dan wajahnya, tersingkap dua betisnya, dan dua lengan bawahnya. Bahkan lebih jauh dari itu, terbuka dua pahanya dan lengan atasnya.
Mereka ini meneriakkan ucapan, “Separuh dari masyarakat ini menganggur. Kami menginginkan agar semua individu masyarakat ini bekerja.”
Dengan ucapan di atas seakan-akan mereka memberikan gambaran bahwa wanita dalam masyarakat Islam terhitung barang yang tidak bernilai atau kayu yang disandarkan tanpa ada manfaatnya. Mata mereka buta untuk memandang bahwa tugas yang diemban wanita dalam rumahnya adalah pekerjaan yang mulia, sesuai dengan fisiknya serta selaras dengan tabiatnya. Karena, Allah l dengan hikmah-Nya menjadikan wanita dengan sifatnya yang khusus pantas atau sesuai untuk ikut andil dalam membangun masyarakat manusia dengan menunaikan suatu pekerjaan/tugas yang tidak dapat diemban oleh selain wanita, seperti mengandung, melahirkan dan menyusui, mendidik anak, mengurusi rumah serta menunaikan tugas-tugas rumah tangga berupa memasak, menyapu, dan sebagainya.
Pengabdian wanita di dalam rumahnya ini dilakukan dalam keadaan si wanita tertutup dari pandangan yang tidak halal untuk memandangnya. Ia terjaga dan memiliki iffah (kehormatan diri). Ia terjaga di atas kemuliaan, keutamaan, dan nilai kemanusiaan. Pengabdian ini tidak bisa dianggap kecil bila dibandingkan dengan pengabdiaan kaum lelaki dalam mencari penghidupan. Seandainya seorang wanita sampai keluar dari rumahnya guna berserikat dengan kaum lelaki dalam pekerjaan –sebagaimana tuntutan mereka itu– niscaya akan telantarlah tugas-tugasnya di rumah. Akibatnya, masyarakat manusia pun menuai kerugian yang amat besar.
Bergabungnya wanita di medan lelaki akan berdampak kerusakan, karena wanita akan menjadi pajangan bagi mata-mata khianat dan tangan-tangan yang merusak. Jadilah ia sebagai hidangan yang terbuka di hadapan para pengkhianat3 yang memiliki hati berpenyakit. Apakah mungkin seorang lelaki yang memiliki sedikit saja dari sifat kejantanan –terlebih lagi bila memiliki iman– akan ridha membiarkan putrinya, istrinya, atau saudara perempuannya, menjadi santapan lezat bagi mata-mata orang fasik dan barang jamahan bagi tangan-tangan pengkhianat?
Apakah tidak cukup sebagai peringatan, musibah yang telah menimpa masyarakat-masyarakat yang melepaskan diri dari bimbingan Islam, di mana mereka terjerembab dalam lembah kehinaan? Ketika mereka membiarkan wanita mereka yang semula terjaga di dalam rumah untuk keluar dari ‘istana’ nya dalam keadaan ber-tabarruj, mempertontonkan tubuh yang ‘telanjang’4, Allah l pun mencabut dari kaum lelakinya sifat rujulah/kejantanan dan ghirah/kecemburuan terhadap wanita-wanita mereka. Akibatnya, jadilah masyarakat tersebut tak beda dengan masyarakat binatang.
Orang-orang bodoh yang menyerukan propaganda jahiliah tersebut harus dicekal tangannya, dibungkam suaranya, serta dipatahkan penanya. Karena, kita –alhamdulillah– di atas bashirah (ilmu yang jelas) dari perkara kita dan di atas ketsiqahan (keteguhan) terhadap agama kita. Tiada samar bagi kita propaganda orang-orang yang sesat dan hawa nafsu orang-orang yang punya ambisi tertentu. Pengalaman orang lain merupakan sebaik-baik pelajaran bagi kita.
Wahai segenap muslimin. Allah l, Dialah yang menciptakan alam ini dan mengatur segenap urusannya. Dia mengetahui perkara-perkara yang samar/tersembunyi, dan mengetahui apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi. Allah l telah meletakkan pagar-pagar yang kokoh dalam kitab-Nya yang mulia untuk melindungi kaum muslimin dan menjaga wanita-wanita mereka. Allah l memerintahkan kepada kita untuk menundukkan pandangan dari melihat apa yang tidak halal dilihat. Allah l berfirman:
Katakanlah kepada kaum mukminin, “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” Katakanlah kepada kaum mukminat, “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka…” (An-Nur: 30-31)
Allah l melarang wanita menghentakkan kakinya yang memakai gelang kaki untuk memperdengarkan suara gelang kakinya kepada para lelaki. Allah l berirman:
“Dan janganlah mereka (para wanita beriman) menghentakkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan…” (An-Nur: 31)
Allah l melarang kaum wanita melembutkan suaranya ketika berbicara dengan lelaki ajnabi, agar jangan sampai orang-orang jahat berkeinginan jelek terhadap mereka. Allah l berfirman:
“Maka janganlah kalian melembutkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
Allah l melarang wanita melakukan safar kecuali bila ditemani mahramnya. Allah l juga melarang lelaki berdua-duaan dengan wanita ajnabiyah. Allah l melarang para wanita mempertontonkan perhiasannya kepada lelaki yang tidak berhak melihatnya. Allah l jadikan shalat wanita di rumahnya lebih utama dibanding shalatnya di masjid. Semua ini dalam rangka menjaga dan memelihara wanita serta membersihkan masyarakat Islam dari akhlak yang rusak.
Apabila umat ini berpegang dengan pengajaran dan bimbingan ilahiyah, niscaya mereka akan sukses dalam membangun masyarakat yang kuat, berpegang dengan perintah agama sekaligus bersih dari perkara yang tidak pantas. Sebaliknya, bila umat ini melepaskan diri/tidak peduli dengan pengajaran dan bimbingan ilahiyah, niscaya mereka akan jatuh dalam lembah kehinaan, hilang kehormatan/kemuliaan mereka, dan hilang pula kedudukan mereka di kalangan umat-umat yang lain.
Sungguh, orang-orang bodoh yang menulis makalah-makalah beracun yang menyerukan agar wanita melepaskan diri dari kedudukan yang diberikan Islam, berarti telah mengupayakan penghancuran masyarakat mereka. Telah mendahului mereka dengan seruan busuk ini, suatu kaum yang akhir kesudahannya adalah penyesalan. Kelak, mereka yang belakangan ini akan menemui kesudahan yang sama.
“Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.” (Asy-Syu’ara: 227)
Dengan pertolongan Allah l, akan terus ada kaum muslimin yang berpegang dengan pengajaran agama mereka. Orang-orang yang menghinakan dan menyelisihi mereka tidak akan memudaratkan mereka, hingga kelak datang perkara Allah l sementara mereka dalam keadaan demikian. Sebagaimana hal ini diberitakan oleh Nabi n yang benar lagi dibenarkan. Juga sebagaimana dalam pepatah:
لَنْ يَضُرَّ السَّحَابَ نَبْحُ الْكِلَابِ
“Awan tidak akan termudaratkan dengan lolongan anjing.”
Kita mohon kepada Allah l agar menolong agama-Nya dan meninggikan kalimat-Nya, agar Dia menjaga pemimpin kaum muslimin dan menolong agama-Nya dengan pimpinan tersebut. (Al-Khuthab Al-Minbariyyah fil Munasabat Al-’Ashriyyah, 1/398-402)
1 HR. At-Tirmidzi no. 1173, dihasankan Al-Imam Al-Albani, semoga Allah l merahmati beliau dan menempatkan beliau dalam negeri karamah-Nya, dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi.
2 HR. Al-Bukhari dan Muslim.
3 Allah l menyebutkan mata yang suka memandang apa yang tidak halal baginya sebagai mata yang khianat, sebagaimana dalam ayat:
“Dia (Allah) mengetahui pandangan mata-mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh dada-dada.” (Ghafir: 19)
4 Rasulullah n pernah bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْناَبِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ …
“Ada dua golongan penduduk neraka yang saat ini aku belum melihat mereka, (yang pertama) suatu kaum yang memiliki cambuk-cambuk seperti ekor-ekor sapi, dengan cambuk tersebut mereka memukul manusia. (Yang kedua) para wanita yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang…” (HR. Muslim)