Mandi Janabah (1)

Mandi janabah tentu bukan hal yang asing bagi orang yang sudah dewasa (baligh). Namun bagaimana mengamalkan mandi janabah seperti yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu masih sedikit yang tahu. Amat disayangkan bila amalan yang termasuk sering dilakukan ini ternyata dilakukan secara asal-asalan, tanpa dilandasi ilmu yang benar. Berikut ini penjelasan bagaimana tata cara mandi janabah seperti yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tata Cara Mandi Janabah

Ada dua tata cara dalam mandi janabah.

Pertama: Tata cara minimal yang hanya meliputi perkara yang wajib saja

Kedua: Tata cara sempurna yang mencakup kewajiban dan sunnah-sunnah mandi.1

Yang mencukupi untuk dilakukan dalam mandi janabah adalah membasuh seluruh anggota badan, menyampaikan air ke kulit dan rambut. Dan ini merupakan perkara wajib dalam mandi janabah2. Demikian kesepakatan yang ada.3 Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata: “Mandi tidaklah sempurna kecuali dengan meratakan air ke seluruh tubuh.” (As-Sailul Jarrar, 1/287)

Adapun mandi janabah seperti tata cara yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hukumnya sunnah4 dan “Sepantasnya seseorang yang mandi melakukan mandinya menurut tata cara yang dinukilkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dengan bentuk yang diriwayatkan dari beliau dalam hadits-hadits yang shahih tsabit dalam Ash-Shahihain dan selain keduanya. Yang di dalamnya terkandung pendahuluan anggota wudhu, kemudian menuangkan air ke atas kepala, lalu mencuci bagian kanan kemudian yang kiri. Yang demikian ini adalah sunnah yang shahih.” (As-Sailul Jarrar, 1/292-293)

Ada beberapa hadits yang menyebutkan tata cara mandi janabah yang pernah dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, antara lain hadits yang disampaikan oleh dua istri beliau ‘Aisyah dan Maimunah radhiallahu ‘anhuma yang diriwayatkan dalam Ash-Shahihain. Ulama bersepakat, tata cara mandi yang disebutkan dalam hadits keduanya ini merupakan tata cara yang paling sempurna.5

Aisyah radhiallahu ‘anha berkata:

“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bila hendak mandi janabah, beliau mulai dengan mencuci kedua tangannya, kemudian berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat, lalu beliau memasukkan jari-jemarinya ke dalam air dan menyela-nyela pangkal rambutnya dengan jari-jemari yang telah dibasahi air tersebut. Setelahnya beliau menuangkan air ke kepala beliau sebanyak tiga tuangan dengan kedua tangan beliau (menciduknya), kemudian barulah menuangkan air ke seluruh tubuh beliau.”6

Dalam riwayat yang dikeluarkan Al-Imam Muslim,7 disebutkan dengan lafadz:

“Beliau mulai dengan mencuci kedua tangannya –dalam satu riwayat: sebelum memasukkannya ke dalam bejana (tempat air untuk mandi) –kemudian dengan tangan kanannya beliau menuangkan air ke tangan kirinya, lalu mencuci kemaluannya, kemudian berwudhu seperti wudhu beliau untuk mengerjakan shalat.”

Dalam hadits Maimunah radhiallahu ‘anha disebutkan:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan air untuk mandi janabah. Beliau menuangkan air dengan tangan kanannya ke atas tangan kirinya dua atau tiga kali. Kemudian mencuci kemaluannya. Setelahnya beliau menggosokkan tangannya ke bumi/tanah –atau dinding/tembok– dua atau tiga kali. Lalu beliau madhmadhah (berkumur-kumur) dan istinsyaq (memasukkan air ke hidung lalu istinsyar yakni mengeluarkannya kembali–pent.) Beliau mencuci wajahnya dan dua lengannya. Kemudian menuangkan air ke atas kepalanya. Lalu membasuh tubuhnya. Setelahnya beliau menyingkir/berpindah dari tempatnya, lalu mencuci kedua kakinya. Maimunah berkata: Aku pun memberikan kain/handuk kepada beliau (untuk mengusap/mengelap tubuh beliau) namun beliau tidak menginginkannya. Maka mulailah beliau mengibaskan air dengan tangannya.”8

Dari berita yang disampaikan kedua Ummul Mukminin di atas, dapat kita simpulkan bahwa tata cara mandi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perinciannya adalah sebagai berikut:

  1.  Mencuci kedua tangan sebelum dimasukkan/dicelupkan ke dalam bejana/tempat air.
  2.  Menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri, lalu digunakan untuk mencuci kemaluan. Ini dilakukan sebanyak dua atau tiga kali.
  3.  Tangan kiri yang digunakan untuk mencuci kemaluan digosokkan/ diusapkan ke bumi/tanah atau ke tembok sebanyak dua atau tiga kali. Dan pengusapan ini dilakukan dengan sungguh-sungguh sebagaimana ditunjukkan dalam hadits:

“Kemudian beliau mengusap tanah dengan tangan kirinya lalu menggosoknya dengan gosokan yang sungguh-sungguh….”9

  1.  Berwudhu sebagaimana wudhu untuk mengerjakan shalat, yang berarti melakukan madhmadhah (berkumur-kumur), istinsyaq (memasukkan air ke hidung) dan istintsar (mengeluarkan air dari hidung), mencuci wajah, dua lengan, mengusap kepala dan telinga.
  2.  Kemudian beliau memasukkan jari-jemarinya ke dalam air lalu menyela-nyela pangkal rambutnya. Faidah penyela-nyelaan ini adalah menyampaikan air ke rambut dan kulit kepala.10 Hal ini dilakukan sampai dipastikan kulit kepala terkena air. Setelah itu beliau menuangkan air ke kepala sebanyak tiga kali sebagaimana disebutkan dalam hadits:

“Kemudian beliau menyela-nyela rambutnya dengan tangannya hingga ketika beliau memastikan telah membasahi kulit kepalanya, beliau pun menuangkan air ke kepalanya tiga kali.”11

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata:

“Adapun aku, aku menuangkan air ke kepalaku tiga kali.” Dan beliau mengisyaratkan dengan kedua tangannya.12

Ketika membasuh kepala dimulai dari belahan rambut bagian kanan kemudian bagian kiri13 sebagaimana ditunjukkan dalam hadits:

“Rasulullah mengambil air dengan telapak tangannya lalu mulai menuang-kannya ke belahan kepalanya yang kanan kemudian yang kiri.”14

  1.  Membasuh seluruh tubuh
  2.  Mengakhirkan mencuci kaki, sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Maimunah radhiallahu ‘anha:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu seperti wudhu untuk mengerjakan shalat hanya saja beliau tidak mencuci kakinya. Dan (sebelumnya) beliau telah mencuci kemaluannya dan kotoran yang mengenainya. Kemudian beliau menuangkan air ke atas tubuhnya, setelahnya beliau memindahkan kedua kakinya (berpindah dari tempat semula), lalu mencuci keduanya.”15

Ulama berbeda pendapat tentang hukum mengakhirkan mencuci kaki dalam    mandi janabah ini. Jumhur ulama berpandangan mustahab hukumnya. Al-Imam Malik rahimahullah berpendapat bila tempatnya tidak bersih maka mustahab mengakhirkannya, bila bersih (tidak kotor) maka didahulukan (ketika wudhu dalam mandi janabah).

Al-Imam Ahmad rahimahullah memiliki beberapa pendapat dalam masalah ini.

Dalam  satu riwayat beliau mengatakan: “Lebih menyenangkan bagiku untuk mencuci     kedua kaki setelah mandi dengan dalil hadits Maimunah radhiallahu ‘anha.” Dalam riwayat lain beliau menyatakan: “Yang diamalkan adalah hadits ‘Aisyah16 yang di dalamnya menunjukkan bahwa sebelum mandi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu seperti wudhunya untuk mengerjakan shalat.”

Pada tempat lain Al-Imam Ahmad mengatakan: “Mencuci kedua kaki pada tempatnya, setelah mandi dan sebelum mandi sama saja.” (Al-Mughni, kitab Ath-Thaharah, pasal Al-Ghusli minal Janabah)

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata mengomentari hadits Maimunah: “Hadits ini merupakan nash yang menunjukkan bolehnya mengakhirkan pencucian kedua kaki dalam mandi janabah, berbeda dengan hadits ‘Aisyah. Dalam perkara ini bisa saja Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan keduanya, sehingga terkadang beliau mencuci kedua kakinya setelah mencuci anggota wudhu yang lain (mengawalkan) dan terkadang beliau mengakhirkan mencuci keduanya ketika telah selesai mandi, wallahua’lam.” (Al-Irwa’, 1/362)

Wallahu ta’ala ‘alamu bishshawab, dan pendapat ini yang penulis kuatkan.
Adapun hikmah diakhirkannya mencuci kedua kaki, Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Hikmah diakhirkannya mencuci kedua kaki agar dalam mandi janabah itu diawali dan diakhiri dengan membasuh anggota wudhu.” (Fathul Bari, 1/470)

  1. Tidak berwudhu lagi setelah mandi. ‘Aisyah radhiallahu ‘anha mengabarkan:

“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan setelahnya shalat dua rakaat (qabliyyah subuh) dan shalat shubuh dan aku tidak melihat beliau memperbaharui wudhu setelah mandi.”17

Dalam riwayat At-Tirmidzi disebutkan oleh ‘Aisyah radhiallahu ‘anha:

“Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tidak lagi berwudhu setelah mandi”.18

Al-’Allamah Al-’Azhim Abadi rahimahullah berkata dalam syarahnya terhadap Sunan Abi Dawud: “Tidak diragukan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan wudhu saat mandinya. Berwudhu sebelum menyempurnakan mandi (janabah) merupakan sunnah yang tsabitah (shahih) dari beliau. Adapun berwudhu setelah selesai mandi, perbuatan demikian tidak dikenal dan tidaklah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (‘Aunul Ma’bud, kitab Ath-Thaharah, bab Fil Wudhu Ba’dal Ghusl)

Al-Imam Al-Hafizh Ibnul Qaththan rahimahullah berkata: “Ahlul ilmi sepakat sunnahnya wudhu sebelum mandi dalam rangka mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun setelah mandi maka tidaklah disunnahkan” (Al-Iqna’ fi Masa`ilil Ijma’, 1/99-100). Demikian pula disebutkan dalam Adz-Dzakhirah lil Al-Imam Al-Qarafi (1/310).

Dengan demikian bila seseorang hendak mengerjakan shalat setelah mandi janabah maka wudhu yang dilakukan saat mandi janabah mencukupinya selama wudhu tersebut belum batal, sehingga ia tidak perlu mengulangi wudhu nya setelah mandi.

  1. Mengeringkan air dari tubuh dengan mengeringkan/mengibaskan air dengan tangannya. Dari Ucapan Maimunah radhiallahu ‘anha tentang perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika selesai mandi:

(Mulailah beliau melakukan begini terhadap air yang menempel di tubuhnya) yakni  (mengibaskannya)19 ada dalil tidak terlarangnya mengibaskan atau menepiskan air dengan tangan dari anggota tubuh setelah wudhu dan mandi. (Subulus Salam, 1/141).

Adapun menyekanya dengan menggunakan kain, handuk atau yang selainnya maka kita dapati ulama berselisih pendapat dalam hal ini. Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Para shahabat dan orang-orang selain mereka berbeda pendapat tentang tansyif (menyeka tubuh dengan kain/handuk setelah mandi) menjadi tiga madzhab/pendapat:

Pertama: Tidak mengapa melakukannya setelah berwudhu dan mandi, demikian pendapat Anas bin Malik dan Ats-Tsauri.

Kedua: Makruh untuk dilakukan setelah wudhu dan mandi, sebagaimana pendapat Ibnu ‘Umar dan Ibnu Abi Laila.

Ketiga: Dimakruhkan dalam wudhu namun tidak makruh bila dilakukan setelah mandi, demikian pandangan Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma. (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/222)

Dalam hal ini kami, penulis, lebih memilih pendapat yang pertama karena tidak adanya dalil yang melarang dalam masalah ini. Adapun penolakan beliau bukan berarti larangan, namun beliau lebih menyenangi mengibaskannya dengan tangan beliau atau karena perkara yang lainnya. Sehingga apabila mengibaskan dengan tangan dibolehkan (mubah) berarti tansyif semisalnya juga dibolehkan, karena mengibaskan dengan tangan dan menyeka dengan handuk sama-sama bertujuan menghilangkan air yang menempel di tubuh, wallahu a’lam.

Al-Imam Ibnu Daqiqil ‘Ied menyatakan seandainya tansyif itu makruh niscaya dimakruhkan pula menepiskan air dengan tangan karena akan menghilangkan air dari anggota tubuh. Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak kain/ handuk yang ditawarkan bukan karena beliau memakruhkan tansyif namun karena perkara lain, bisa jadi karena keadaan kain/handuk yang ditawarkan atau selainnya. (Ihkamul Ahkam, kitab Ath-Thaharah, bab Al-Janabah, hadits ke-30)

Demikian tata cara mandi janabah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari awal sampai akhir yang mustahab/sunnah yang dapat kami kumpulkan untuk dilakukan oleh seseorang yang hendak mandi janabah.

(Insya Allah bersambung)

Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim Al-Atsari

Catatan Kaki:

1 Al-Mughni, kitab Ath-Thaharah, Pasal Al-Ghusli minal Janabah, Ar-Raudhul Murbi’ 1/61, Asy-Syarhul Mumti’ 1/ 230.

2 Al-Hawil Kabir 1/220, Al-Majmu’ 2/212, Al-Iqna’ fi Masa`ilil Ijma’ 1/99, At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah ‘ala Ar-Raudhatun Nadiyyah 1/189, As-Sailul Jarar 1/292, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Muyassarah fi Fiqhil Kitab
was Sunnah Al-Muthahharah, 1/198

3 Al-Iqna’ fi Masa`ilil Ijma’, 1/99

4 Al-Hawil Kabir 1/227, Al-Majmu’ 2/213, Al- Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Muyassarah, 1/199

5 Bidayatul Mujtahid, hal. 41

6 HR. Al-Bukhari no. 248 dan Muslim no. 716

7 No. 716, 719

8 HR. Al-Bukhari no. 274 dan Muslim no. 720

9 HR. Muslim no. 720

10 Fathul Bari, 1/469

11 HR. Al-Bukhari no. 272dan Muslim no. 716

12 HR. Al-Bukhari no. 254 dan Muslim no. 738

13 Ini menunjukkan disenanginya mendahulukan anggota tubuh yang kanan dalam mandi janabah. (At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah ‘ala Ar-Raudhatun Nadiyyah, 1/192)

14 HR. Al-Bukhari no. 258 dan Muslim no. 723

15 HR. Al-Bukhari no. 249 dan Muslim no. 720

16Hadits ‘Aisyah menunjukkan ketika berwudhu dalam mandi janabah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya secara sempurna dengan mencuci kedua kaki beliau sehingga pencucian kaki ini dilakukan di awal mandi bukan pada akhirnya, wallahu a’lam.
17 HR. Abu Dawud no. 250, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud

18 HR. At-Tirmidzi no. 107, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi

19 HR. Muslim no. 722

 

mandi janabah