Mu’jizat

(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar ZA, Lc.)

 

Secara Bahasa
Kata Mu’jizat adalah ism fa’il (bentuk subyek) yang diambil dari fi’il madhi (kata kerja lampau) artinya melemahkan, yang kata itu berasal dari kata yang berarti lemah, lawan dari kata yang berarti mampu. Jadi ungkapan mu’jizat Nabi berarti sesuatu yang melemahkan lawan saat berhadapan.

Secara Istilah
Para ulama memberikan beberapa definisi tentang mu’jizat di antaranya:
Mu’jizat adalah suatu perkara yang luar biasa dan tidak bisa ditandingi, yang disertai dengan tantangan, dengan maksud membuktikan kebenaran seseorang yang mengaku bahwa dirinya adalah rasul. (Manhajul Qur‘an fid Da’wati ilal Iman, karya Asy-Syaikh ‘Ali Nashir Al-Faqihi, hal. 274)
Ibnu Hamdan mendefinisikan: “Mu’jizat adalah suatu keluarbiasaan, baik ucapan atau perbuatan, jika diiringi dan tepat dengan pengakuan kerasulan serta sesuai dengannya. Awal mulanya dalam rangka tantangan (kepada musuh-musuhnya, red.). Dan tidak seorangpun yang mampu melakukan, menyamai, bahkan mendekatinya sekalipun.” (dinukil dari Lawami’ul Anwar Al-Bahiyyah karya As-Safarini, hal. 290)

Keterangan
Dengan kata “dalam rangka tantangan”, dikeluarkan dari definisi mu’jizat: karamah para wali atau hal-hal keluar-biasaan yang muncul sebagai muqaddimah munculnya seorang Nabi atau disebut irhashat.
Dengan kata “tidak bisa ditandingi” dikeluarkan dari definisi mu’jizat: sihir dan sulap atau yang sejenisnya.
Dengan kata “sesuai dengannya (kenabian)” dikeluarkan dari definisi mu’jizat: bila ternyata bertolak belakang dengan pengakuan kenabian, seperti yang terjadi pada Musailamah Al-Kadzdzab. Di mana ketika ingin memperbanyak air sumur sebagai bukti pengakuannya, justru air sumur tersebut kering. Ketika ingin menum-buhkan rambut justru menjadi gundul, seperti tersebut dalam buku-buku sirah/ sejarah Nabi.

Nama Lain Mu’jizat
Mu’jizat disebut juga dengan Ayat, Burhan (bukti), Dala‘il Nubuwwah (dalil-dalil kenabian), dan A’lam Nubuwwah (tanda-tanda kenabian).
Ibnu Taimiyyah t mengatakan: “Lafadz-lafadz ini tadi, bila dijadikan sebagai nama Ayat (tanda) kenabian sebenarnya lebih tepat menjelaskan maksud dan tujuannya dibandingkan lafadz Mu’jizat. Oleh karenanya, lafadz Mu’jizat tidak ada dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah, justru yang ada di dalamnya dengan sebutan Ayat, Bayyinah (bukti), dan Burhan (bukti). Ahlul kalam tidaklah menyebut Mu’jizat kecuali yang melekat pada Nabi saja. Adapun yang untuk wali mereka menyebutnya Karamah.”

(dinukil dari Lawami’ul Anwar Al-Bahiyyah, 2/290-291)