Cadar & Celana Cingkrang, Simbol Radikalisme?

Pertanyaan:

Apakah cadar dan celana panjang di atas mata kaki (cingkrang) adalah simbol radikalisme, atau simbol anti-merah putih NKRI? Pertanyaan ini disebabkan ada sebagian pihak yang menjadikan keduanya sebagai simbol radikalisme dan anti-merah putih, bahkan sampai dibuat film tentang itu.

Mohon penjelasannya. Terima kasih.

Dijawab oleh Ustadz Qomar Z.A., Lc.

UNDUH AUDIO

Semoga Allah memberikan kepada kita semua sikap bijak dan ilmu yang bermanfaat.

Terkait dengan pertanyaan tersebut, sesungguhnya cadar dan celana panjang di atas mata kaki tidak ada sangkut pautnya dengan simbol radikalisme, baik di negeri ini maupun di negeri lain.

Adanya aksi radikalisme yang dilakukan oleh orang yang bercadar atau bercelana panjang di atas mata kaki tidak berarti bahwa penampilan tersebut menjadi simbol radikalisme atau simbol anti-merah putih.

Sebagaimana kita ketahui, radikalisme, separatisme, dan kekerasan di negeri kita ini telah dilakukan oleh berbagai pihak, baik yang tanpa label agama seperti komunis maupun yang berlabel agama, baik Islam maupun selain Islam.

Terkait dengan pihak yang berlabel Islam, hendaknya dipahami bahwa Islam tidak mengajarkan radikalisme dan terorisme.

Baca juga: Sepenggal Catatan Tentang Terorisme

Jadi, ketika pelaku teror membawa sebagian simbol Islam, simbol Islam tersebut tidak berarti simbol teror. Contoh sederhana, shalat. Apakah jika pelaku teror melakukan shalat berarti shalat menjadi simbol teror? Tentu saja tidak.

Begitu pula cadar. Cadar merupakan ajaran agama Islam yang dianjurkan atas muslimah mana pun untuk memakainya, terlepas dari tinjauan sisi hukumnya, apakah wajib atau sunnah. Para ulama berbeda pendapat antara mewajibkan dan menilainya sunnah.

Hukum tersebut tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan aksi kekerasan. Hukum ini pun telah dibahas sejak dahulu oleh para ulama mazhab.

Sebagai contoh, Imam asy-Syafi’i sendiri mengatakan,

“Seorang wanita yang sedang berihram tidak menutup wajahnya. Apabila dia ingin menutup wajahnya, hendaknya dia merenggangkan kerudung lalu menjulurkan kain menutupi wajahnya dengan renggang….” (lihat kitab al-Umm, 2/185)

Dalam fikih Hambali, al-Qadhi Iyadh berkata,

“… Ulama—semoga Allah merahmati mereka—mengatakan, ‘Dalam hadits ini ada hujah bahwa wanita tidak wajib menutup wajahnya di jalan, tetapi itu hanya sunnah baginya, …. dst.” (lihat kitab al-Adab asy-Syar’iyyah, 1/316. Dinukil dari kitab ar-Raddul Mufhim hlm. 35, 40, dan 120)

Baca juga: Cadar Menurut Ulama Mazhab Syafi’i

Ucapan mereka ini bersumber dari dalil-dalil syariat yang banyak. Di antaranya, diriwayatkan bahwa Shafiyyah bintu Syaibah mengatakan,

“Saya melihat Aisyah melakukan thawaf menggunakan niqab (penutup wajah). Aisyah mengatakan, ‘Dahulu ada rombongan melewati kami. Kami saat itu berihram bersama Rasulullah. Saat rombongan itu sejajar dengan kami, salah seorang wanita dari kami menjulurkan jilbabnya dari kepala menutupi wajahnya. Apabila mereka telah lewat, kami buka’.” (Dinukil dari kitab Jilbabul Mar’ah hlm. 108)

Begitu pula masalah celana panjang di atas mata kaki. Masalah ini telah banyak disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Sebagai contoh adalah hadits berikut ini.

مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ

“Kain sarung yang di bawah kedua mata kaki maka tempatnya di neraka.” (HR. al-Bukhari no. 5785)

Baca juga: Larangan Isbal (Menjulurkan Pakaian di Bawah Mata Kaki)

Hukum ini bagi kaum laki-laki.

Ini adalah hukum bagi tiap muslim, di mana pun dia. Tidak ada sangkut pautnya dengan radikalisme, apalagi dengan antikeindonesiaan atau anti-merah putih.

Semoga jawaban ini cukup sebagai penjelas dalam hal ini.