Hukum Memakan Daging Katak

(ditulis oleh: Dijawab oleh al-Ustadz Abu ‘Abdillah Muhammad as-Sarbini al-Makassari)

Alhamdulillah. Katak haram menurut pendapat yang rajih (kuat). Ini adalah pendapat al-Imam Ahmad, yang dirajihkan oleh Ibnu ‘Utsaimin dan al-Lajnah ad-Da’imah (diketuai oleh Ibnu Baz).
Dalilnya adalah hadits ‘Abdurrahman bin ‘Utsman at-Qurasyi z:
أَنَّ طَبِيْبًا سَأَلَ النَّبِيَّ n عَنْ ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا فِيْ دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِيُّ n عَنْ قَتْلِهَا.
“Seorang tabib bertanya kepada Nabi n tentang katak untuk dijadikan obat. Nabi n melarang membunuhnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan al-Hakim. Hadits ini disahihkan oleh al-Albani)9
Kata al-Lajnah, “Ini adalah dalil haramnya makan katak. Larangan Nabi n membunuh makhluk hidup tidak lepas dari dua kemungkinan:
– kehormatan makhluk itu seperti manusia; atau,
– keharaman memakannya, seperti katak.
Karena katak bukan makhluk terhormat, maka larangan membunuhnya tertuju kepada faktor haramnya dimakan.”
Ibnu ‘Utsaimin berkata dalam Fath Dzil Jalali wal Ikram10 “Larangan membunuh suatu jenis binatang mengandung larangan memakannya karena tidak mungkin memakannya melainkan setelah disembelih atau dibunuh.” Ya, seandainya boleh memakannya, tidak mungkin Rasulullah n melarang membunuhnya.
Dengan demikian, tampaklah kelemahan pendapat yang mengatakan bahwa katak halal dengan alasan katak termasuk binatang air. Sebab, memakannya berkonsekuensi membunuhnya, dan ini haram.
Wallahu a’lam.11

Catatan Kaki:

9 Lihat kitab Takhrij al-Misykah (no. 4545) dan Shahih al-Jami’ (no. 6971).

10 Pada syarah hadits Ibnu ‘Abbas tentang larangan membunuh empat binatang.
11 Lihat kitab al-Mughni (2/345—346), Fatawa al-Lajnah (22/322—324), dan Fath Dzil Jalali wal Ikram (syarah hadits ‘Abdurrahman bin ‘Utsman al-Qurasyi).