Dalam hal memandang amalan ibadah yang paling afdal, paling bermanfaat, dan paling tepat untuk diprioritaskan oleh seorang hamba, manusia terbagi menjadi beberapa kelompok. Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah menyebutkan pandangan tersebut dalam kitab Madarij as-Salikin dan menguatkan salah satunya. Pendapat yang dipilih oleh al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah ini juga disebutkan oleh al- Imam al-Miqrizi dalam kitab beliau, Tajrid at-Tauhid al-Mufid. Berikut ringkasan yang mereka berdua sampaikan dengan sedikit perubahan dari kami sebagai penjelasan makna. Wallahu a’lam bish-shawab.
Ibadah yang paling afdal ialah beramal sesuai dengan keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala di setiap waktu, dengan amalan yang paling dituntut dan paling sesuai dengan kondisi saat itu.
Ibadah yang paling afdal saat dikumandangkan seruan jihad ialah memenuhinya dan berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta, walaupun membuatnya terhalangi mengerjakan shalat malam dan puasa yang biasa dia lakukan. Bahkan, walaupun hal ini membuatnya terhalang dari menyempurnakan rukun-rukun shalat wajib.
Contoh lain, saat seorang tamu datang, maka ibadah yang paling afdal adalah menyambut dan melayaninya, walaupun hal ini menyibukkannya dari mengerjakan ibadah-ibadah sunnah yang lain.
Ibadah yang paling afdal di sepertiga malam terakhir adalah menyibukkan diri dengan shalat, membaca al-Qur’an, berzikir, beristighfar, dan memanjatkan doa kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Ibadah yang paling afdal saat ada orang yang membutuhkan pengarahan tentang masalah agama dari Anda adalah memfokuskan diri untuk membimbing dan mengajarkan ilmu kepadanya.
Ibadah yang paling afdal saat datangnya waktu shalat fardhu lima waktu adalah bersemangat dan bersungguhsungguh mengerjakannya sesempurna mungkin, bersegera mengerjakannya di awal waktu, keluar menuju masjid untuk mengerjakannya secara berjamaah. Semakin jauh masjid yang dituju, maka semakin afdal.
Ibadah yang paling afdal saat ada orang yang membutuhkan bantuan adalah membantunya semaksimal mungkin dengan tenaga, harta, atau kedudukan. Anda memfokuskan kegiatan untuk mencurahkan bantuan dan lebih memprioritaskan hal itu daripada amalan sunnah yang lain.
Ketika sedang membaca al-Qur’an, yang paling afdal adalah memusatkan hati dan pikiran untuk mentadabburi dan memahami kandungan maknanya hingga seakan-akan Allah subhanahu wa ta’ala sendiri yang langsung berfirman kepada Anda dengan al-Qur’an tersebut. Anda pusatkan hati dan pikiran untuk mentadabburi dan memahami maknanya serta membulatkan tekad untuk melaksanakan perintah yang ada di dalamnya. Anda lakukan semua itu melebihi seorang yang sedang memusatkan hati dan pikirannya ketika sedang membaca surat perintah dari seorang kepala negara.
Saat wukuf di padang Arafah, ibadah yang paling afdal adalah bersungguh-sungguh merendah, berdoa, dan berzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini lebih utama daripada berpuasa yang menyebabkan diri lemah untuk berdoa dan berzikir pada hari itu.
Pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, yang paling afdal adalah memperbanyak ibadah, terkhusus bertakbir, bertahlil, dan bertahmid. Ini semua lebih afdal pada hari itu daripada berjihad yang bukan wajib ‘ain.
Pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, yang paling afdal adalah menetap di masjid, menyendiri beribadah, dan beriktikaf. Ini semua lebih baik daripada berbaur dan bercengkerama bersama manusia pada saat itu. Bahkan, hal ini lebih afdal daripada menyampaikan ilmu agama dan mengajarkan al-Qur’an pada sepuluh hari tersebut, menurut pendapat jumhur ulama.
Ibadah yang paling afdal saat ada saudara muslim tertimpa sakit atau meninggal adalah menjenguk atau melayat dan mengantarkan jenazahnya. Ini hendaknya lebih diprioritaskan daripada Anda berkonsentrasi beribadah seorang diri.
Ibadah yang paling afdal saat Anda ditimpa ujian dan gangguan dari manusia adalah melaksanakan kewajiban bersabar atas gangguan mereka. Anda tetap berbaur dan tidak lari meninggalkan mereka. Sebab, seorang mukmin yang berbaur dengan manusia dan bersabar atas gangguan mereka lebih afdal daripada seorang mukmin yang tidak mengalami ujian berupa gangguan dari manusia.
Berbaur dengan manusia dalam urusan kebaikan lebih afdal daripada mengasingkan diri dari mereka. Mengasingkan diri dari manusia dalam urusan kejelekan lebih afdal daripada berbaur dengan mereka saat itu. Akan tetapi, apabila dia tahu bahwa jika berbaur dengan mereka dirinya mampu menghilangkan kejelekan tersebut atau meminimalkannya, berbaur dengan mereka lebih afdal.
Ibadah yang paling afdal di setiap waktu dan kondisi adalah memprioritaskan keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala pada setiap waktu dan kondisi tersebut. Anda menyibukkan diri dengan kewajiban yang dituntut untuk dilaksanakan pada waktu tersebut, melaksanakan tugas dan keharusan yang sesuai dengan waktu serta kondisi.
Mereka inilah hamba-hamba yang bebas dan fleksibel, sedangkan selain mereka adalah hamba yang kaku dan terikat; hamba yang fleksibel dan tidak terikat dengan suatu ibadah tertentu. Kesibukan utamanya hanyalah mencari keridhaan Rabbnya, di manapun keridhaan-Nya berada. Di situlah poros peredaran ibadah mereka, mencari ridha Rabb semata.
Dia terus-menerus berpindah dari satu amalan ibadah ke amalan ibadah lainnya. Setiap tampak baginya tingkatan ibadah yang paling afdal, dia segera menyibukkan diri untuk mengamalkannya hingga tampak baginya tingkatan lain yang lebih afdal untuk dikerjakan saat itu. Demikianlah kegiatan kesehariannya hingga akhir perjalanan hidupnya.
Jika memerhatikan orang-orang yang ilmu keagamaannya mendalam, Anda akan melihat dirinya bersama mereka.
Ketika memerhatikan orang-orang yang gemar beribadah, Anda akan melihat dirinya bersama mereka pula.
Ketika memerhatikan pasukan mujahidin, Anda pun akan melihatnya di antara mereka.
Saat memerhatikan orang-orang yang gemar berzikir, Anda juga akan melihatnya bersama mereka.
Jika memerhatikan orang-orang yang gemar bersedekah dan berbuat baik, Anda melihatnya lagi di tengah-tengah mereka.
Jika memerhatikan orang-orang yang selalu memusatkan hatinya untuk Allah subhanahu wa ta’ala, Anda pun akan melihatnya bersama mereka.
Setiap orang yang baik akan merasa nyaman jika dia ada. Sebaliknya, orang yang jelek akan merasa sesak dengan keberadaannya.
Dia bagaikan hujan, di manapun singgah akan memberikan manfaat.
Bagaikan pohon kurma, seluruh bagian dirinya bermanfaat hingga durinya.
Dia begitu keras terhadap setiap orang yang menyelisihi perintah Allah subhanahu wa ta’ala, begitu marah ketika larangan Allah subhanahu wa ta’ala dilanggar.
Dia mempersembahkan amalannya hanya untuk Allah, dengan selalu meminta pertolongan kepada-Nya dan senantiasa membela agama-Nya.
Dia bermuamalah dengan Allah subhanahu wa ta’ala tanpa memedulikan pujian dan cercaan manusia.
Dia bermuamalah dengan manusia tanpa menghiraukan kepentingan pribadinya. (Madarij as-Salikin, hlm. 58, dan Tajrid at-Tauhid al-Mufid, hlm. 84)
Subhanallah, betapa menakjubkan keadaan hamba yang seperti ini. Sampai-sampai, al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah melabeli hamba yang seperti ini sebagai hamba yang telah menegakkan kalimat,
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (al-Fatihah: 5)
dengan sebenar-benarnya.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala selalu membimbing kita semua untuk meraih keridhaan-Nya di setiap waktu yang kita lalui. Wallahu a’lam bish-shawab.
Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Jabbar