Pemimpin Rumah Tangga yang Dirahmati

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah subhanahu wa ta’ala merahmati seorang suami yang bangun malam menegakkan shalat malam, lalu ia membangunkan istrinya hingga sang istri shalat. Apabila sang istri enggan, ia percikkan (usapkan) air ke wajahnya. Sungguh, Allah subhanahu wa ta’ala juga merahmati seorang istri yang bangun malam untuk mengerjakan shalat malam lalu ia membangunkan suaminya. Apabila sang suami enggan, ia usapkan air ke wajah suaminya.”

 

Takhrij Hadits

Hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ini diriwayatkan Abu Dawud, di dua tempat dalam kitabnya as-Sunan.

  1. Dalam kitab at-Tathawwu’ bab “Qiyamul Lail” (Kitab Shalat Sunnah bab “Shalat Malam”) no. 1308.
  2. Dalam kitab al-Witr bab “al-Hats ‘ala Qiyamil Lail” (Kitab Shalat Witir bab “Anjuran Shalat Malam”) no. 1450, melalui jalan gurunya Muhammad bin Basyar dari Yahya bin Sa’id al-Qaththan dari Ibnu ‘Ajlan dari al-Qa’qa’ bin Hakim dari Abu Shalih dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.

Melalui jalan Ibnu Qaththan ini, hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad rahimahullah dalam al-Musnad (2/250), Ibnu Majah rahimahullah no. 1336, an-Nasai rahimahullah (3/205), Ibnu Khuzaimah rahimahullah no. 1148, Ibnu Hibban rahimahullah no. 2567, al-Hakim rahimahullah (1/309), dan al-Baihaqi rahimahullah (2/501).

Al-Mundziri rahimahullah berkata, “… Dalam sanadnya ada Muhammad bin ‘Ajlan, ia dinyatakan tsiqah (tepercaya) oleh al-Imam Ahmad, Yahya bin Ma’in, Abu Hatim ar-Razi, al-Bukhari menjadikannya sebagai syahid (penguat), al-Imam Muslim mengeluarkan haditsnya dalam mutaba’at (sebagai penguat), dan sebagian ulama lain membicarakannya.”[1]

Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ini sahih dalam Shahih Sunan Abu Dawud (no. 1181).

 

Di Antara Sifat Suami Dambaan

Setiap insan berharap akan hadirnya pendamping hidup. Bagi seorang muslimah, sebelum datangnya peminang, pasti di benaknya terbayang pertanyaan sekaligus harapan tentang sifat-sifat suami ideal yang akan menjadi penyejuk hatinya.

Hamba-hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang taat selalu memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala pendamping yang menyejukkan hati itu, sebagaimana dalam doa yang selalu mereka panjatkan,

“Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri (pasangan hidup) kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Furqan: 74)

Hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu menjadi salah satu jawaban atas pertanyaan: Bagaimanakah suami ideal yang diharapkan menjadi pendamping yang menyejukkan hati?

Dia adalah suami yang selalu mengajak istrinya menaati Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana sebaliknya, istri yang ideal dan menyejukkan pandangan mata adalah istri yang terus membantu dan mengajak sang suami menaati Allah subhanahu wa ta’ala. Suasana bantu-membantu di atas ketakwaan menjadi salah satu asas bagi suami dalam membangun rumah tangganya sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala firmankan,

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (al-Maidah: 2)

Apa yang digambarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas adalah contoh dari figur pendamping yang baik. Setiap yang membaca hadits ini tentu tertegun dan berdecak kagum menyaksikan sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan. Betapa indahnya seandainya suasana ini terwujud dalam rumah tangga kita semua. Semoga.

Lihat apa yang dilakukan sang suami! Di tengah gulitanya malam ia terjaga. Tangannya segera meraih air wudhu, berdiri di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, membaca ayat demi ayat al-Qur’an. Setelah tenggelam dalam lautan munajat di tengah keheningan, suami yang saleh itu tidak mencukupkan kebaikan hanya untuk dirinya, dia bangunkan sang istri hingga menyusulnya beribadah. Saat sang istri enggan, usapan air kasih sayang mengenai wajahnya, hingga sang istri pun terbangun mengikuti jejak suaminya.

Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Bila sang istri enggan, ia percikkan air ke wajahnya.”

Al-Imam Ahmad rahimahullah di dalam Musnad (2/247) menukilkan ucapan Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah tentang makna hadits. Sufyan rahimahullah berkata,

“Bukan (tidak harus) dipercikkan air ke wajahnya, namun diusapkan.”

Asy-Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah menerangkan, “Maksud perkataan Sufyan adalah menafsirkan kata النَّضْحُ dalam hadits ini. Pada asalnya kata النَّضْحُ bermakna memercikkan air, namun Sufyan ingin menjelaskan bahwa dalam konteks hadits ini bukan itu yang dimaksud. Sebab, percikan mungkin saja akan mengganggu seorang yang tidur dan membangunkannya dalam keadaan terkejut. Akan tetapi, maksudnya ialah mengusap dengan air, sebagai bentuk kelembutan bagi orang yang tidur dan penyemangat dari rasa malas.” Allahu a’lam.

Suami yang demikian sungguh besar pahala yang dia raih. Banyak sisi kebaikan untuknya sebagaimana ditunjukkan oleh hadits tersebut.

  1. Allah subhanahu wa ta’ala merahmati dirinya sebagaimana dalam hadits ini,

“Allah subhanahu wa ta’ala merahmati seorang suami yang bangun malam untuk mengerjakan shalat malam lalu ia bangunkan istrinya, hingga sang istri shalat. Bila sang istri enggan, ia usapkan air ke wajahnya.”

  1. Ketika dia mengajak sang istri berbuat taat, ia pun akan memperoleh pahala istri yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala istrinya sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Barang siapa memberikan contoh yang baik dalam Islam, dia mendapat pahalanya dan pahala orang-orang yang mengamalkannya setelah dirinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.”

  1. Allah subhanahu wa ta’ala akan mencatat mereka berdua, suami dan istri, sebagai hamba-hamba- Nya yang banyak berzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Apabila seorang bangun di waktu malam lalu ia bangunkan istrinya kemudian keduanya shalat dua rakaat, niscaya keduanya akan dicatat sebagai orang yang banyak berzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala.”

 

Jagalah Diri Kalian dan Keluarga Kalian dari Api Neraka

Hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu yang demikian agung ini juga mengingatkan kita akan sebuah tugas yang Allah subhanahu wa ta’ala embankan atas orang-orang yang beriman untuk menjaga diri dan keluarganya dari api neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (at-Tahrim: 6)

Jika shalat sunnah saja sang suami demikian bersemangat membangunkan sang istri, tentu dalam perkara yang wajib suami yang saleh lebih bersemangat dalam membimbing keluarganya.

Suami yang menyejukkan hati tidak kenal putus asa dalam mengajari keluarganya tauhid, dan memperingatkan mereka dari kesyirikan, terus membimbing mereka untuk mengenal Allah subhanahu wa ta’ala, sifat-sifat-Nya, serta membimbing keluarganya untuk mengenal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hak-hak beliau.

Semua itu dia lakukan dengan penuh kesabaran dan semangat sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan dalam firman-Nya,

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Thaha: 132)

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran, serta nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (al-‘Ashr: 1—3)

 

Rumah dalam Pandangan Suami Ideal

Pelajaran lain yang dapat kita ambil dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, sebagai sebuah faedah besar yang tidak boleh luput dari perhatian: Suami yang saleh adalah yang memiliki pandangan bahwa rumah bukan sekadar tempat menunaikan hajat makan, minum, beristirahat, bersenang-senang dengan keluarga, atau memenuhi kebutuhan biologis.

Bukan ini tujuan utama seorang suami saleh membangun keluarga dan menempati sebuah rumah tempat tinggal dan memimpin rumah tangga. Suami yang saleh adalah sosok yang memimpin keluarganya untuk bersama-sama memandang bahwa rumah ialah tempat menabur benih-benih kebaikan guna menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Suami yang ideal selalu berupaya menjadikan rumahnya penuh dengan suasana ibadah, tarbiyah (pendidikan) di atas manhaj nubuwwah untuk keluarganya, sebagaimana tampak dalam hadits di atas. Sang suami dengan penuh kasih sayang membangunkan sang istri untuk bangun malam, shalat tahajud, bermunajat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Jika sang istri enggan usapan kasih pun mengusap wajah sang istri dengan air sejuk, hingga terbangun untuk berdiri di hadapan Rabbul ‘alamin.

Banyak sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan akan hal ini, yakni seorang suami harus memandang rumah bukan sekadar tempat berteduh dan menunaikan beragam hajat, namun di antara yang terpenting bagaimana mewujudkan suasana ibadah dan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dalam rumah dan keluarganya.

Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan-kuburan, sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan padanya surat al-Baqarah.” ( HR. Muslim [1/539] no. 780)

Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Bacalah surat al-Baqarah karena sungguh mengambilnya adalah berkah dan meninggalkannya adalah kerugian, dan tukang-tukang sihir tidak mampu menghadapinya.” (HR. Muslim no. 804)

Dua hadits di atas adalah bimbingan kepada kita agar tidak menjadikan rumah seperti pekuburan, tidak ada shalat[2], tidak ada bacaan al-Qur’an dan zikir. Namun, hendaknya rumah dimakmurkan dengan ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Di samping memakmurkan rumah dengan zikir dan shalat sunnah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan agar para suami membersihkan rumah-rumahnya dari perkara yang memalingkan dari zikir dan ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala, seperti patung dan gambar-gambar makhluk bernyawa, juga alat-alat musik serta media-media yang menjadi sebab kerusakan dan berpalingnya seorang dan keluarganya dari jalan Allah subhanahu wa ta’ala.agi kaum lelaki, memakmurkan

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, Ummul Mukminin, beliau pernah membeli numraqah berhiaskan gambar-gambar, maka ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya beliau berdiri di depan pintu dan tidak berkenan masuk ke dalam rumah. Aisyah menangkap ketidaksukaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tampak dalam wajahnya.

Aku pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku bertobat kepada Allah dan Rasul- Nya, dosa apa yang aku lakukan?’

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Mengapa ada numraqah (bergambar) ini, apa yang dimaukan?’

Aku berkata, ‘Aku membelinya agar engkau duduk di atasnya.’

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya para pembuat gambar-gambar ini pada hari kiamat akan disiksa, dikatakan padanya: Hidupkanlah apa yang dahulu kalian buat (berupa patung dan gambar makhluk bernyawa, -pen.).’

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, ‘Sesungguhnya rumah yang di dalamnya ada gambar-gambar tidak akan dimasuki malaikat’.” (HR. al-Bukhari no. 2105)

 

Suasana Ibadah di Rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan tentang sepasang suami istri yang Allah subhanahu wa ta’ala rahmati, beliau amalkan pula bersama ummahatul mukminin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak cukupkan ibadah untuk diri beliau sendiri, namun beliau bangunkan keluarganya agar beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Aisyah radhiallahu ‘anha pernah bercerita tentang kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengerjakan shalat malam sementara Aisyah tidur melintang di hadapan beliau. Apabila tersisa shalat witir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membangunkan Aisyah, hingga Aisyah menunaikan witir.” (Muttafaq ‘alaih)

Dalam sebagian riwayat Muslim dikatakan,

“Dan apabila tersisa shalat witir beliau bersabda, ‘Bangunlah engkau dan shalat witirlah, wahai Aisyah’.”

Aisyah radhiallahu ‘anha juga bercerita tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila telah masuk sepuluh hari terakhir Ramadhan beliau kencangkan ikat pinggang, beliau hidupkan malamnya dan beliau bangunkan keluarganya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Suatu malam Saudah bintu Zam’ah radhiallahu ‘anha, salah seorang ummahatul mukminin shalat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meskipun telah berumur, gemuk serta berat badannya, beliau terus bersemangat beribadah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di pagi harinya Saudah berkata,

“Wahai Rasulullah, semalam aku shalat di belakangmu, aku rukuk bersama rukukmu (yang cukup panjang, -pen.) hingga aku pegang hidungku, khawatir seandainya darah menetes dari hidungku!” (karena beratnya tubuh Saudah, -pen.).

Mendengar perkataan Saudah, sang istri, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tertawa. Kisah ini diriwayatkan Ibnu Sa’d dalam ath-Thabaqat al-Kubra (8/54), perawi-perawinya tsiqah, hanya saja hadits ini mursal.

Allahu Akbar, suasana ibadah dan kasih sayang demikian tampak dalam kisah ini. Tawa Rasul pun memecah keheningan, menghangatkan suasana keluarga beliau yang penuh dengan berkah.

Ya Allah, kami memohon kepada-Mu dengan nama-nama-Mu yang husna (Mahaindah), dan sifat-sifat-Mu yang Mahaagung, mudahkanlah kami meneladani Nabi-Mu. Mudahkanlah kami menapakkan kedua kaki yang penuh dengan dosa ini ke dalam jannah-Mu, menatap Wajah-Mu yang mulia, dan berjumpa dengan khalil-Mu, Muhammad bin Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 

Faedah-Faedah Hadits

  1. Siapa pun yang mendapatkan kebaikan hendaknya senang apabila kebaikan itu juga diperoleh saudaranya, lebih-lebih orang yang sangat dekat dengannya, seperti istri dan anakanaknya.
  2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membimbing umatnya untuk mengerjakan shalat malam.
  3. Anjuran agar suami istri saling membantu dalam mengerjakan shalat malam. Sampai-sampai sang istri boleh menggunakan cara terbaik untuk itu, yaitu dengan mengusapkan air ke wajah suaminya, demikian pula sebaliknya.
  4. Dikhususkan penyebutan wajah, karena wajahlah bagian yang sangat peka sehingga lebih mudah untuk terbangun.
  5. Disebutkannya air dalam hadits dalam membangunkan tidak berarti harus dengan air, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membangunkan Aisyah radhiallahu ‘anha dengan perkataan beliau,
  6. “Bangunlah engkau dan shalat witirlah, wahai Aisyah!”
  7. Intinya, baik suami maupun istri berupaya membangunkan pasangan hidupnya dengan penuh kelembutan, dengan cara yang baik dan diridhai.
  8. Hadits ini menetapkan sifat rahmat bagi Allah subhanahu wa ta’ala, dan bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala merahmati hamba-Nya.
  9. Keutamaan shalat malam sebagai sebab rahmat Allah subhanahu wa ta’ala.
  10. Disyariatkan mewujudkan suasana ibadah dalam rumah tangga, lebihlebih atas seorang suami yang memiliki tanggung jawab lebih atas istrinya
  11. Hadits ini menunjukkan bahwa syariat untuk kaum laki-laki pada asalnya juga berlaku untuk kaum wanita selama tidak ada dalil yang membedakan keduanya.
  12. Islam tidak mengajari umatnya untuk shalat semalam suntuk, tetapi mengajarkan keseimbangan.

 

Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc


 

[1] Seperti perkataan al-‘Uqaili, “Yadhtharibu fi Haditsi Nafi’ (Dia goncang dalam hadits Nafi’).”

[2] Bagi kaum lelaki, memakmurkan rumah dengan shalat tentulah yang dimaksud shalat sunnah. Adapun shalat lima waktu, kaum lelaki wajib menunaikannya berjamaah di masjid. Allahu a’lam.