Jagalah Diri dan Keluarga dari Api Neraka

(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah)

Kengerian Neraka

Allah l berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

Sebuah seruan dari Dzat Yang Maha Agung kepada orang-orang yang beriman, berisi perintah dan peringatan berikut kabar tentang bahaya besar yang mengancam. Seruan ini ditujukan kepada insan beriman, karena hanya mereka yang mau mencurahkan pendengaran kepada ajakan Allah l, berpegang dengan perintah-Nya dan mengambil manfaat dari ucapan-Nya. Allah l perintahkan mereka agar menyiapkan tameng untuk diri mereka sendiri dan untuk keluarga mereka guna menangkal bahaya yang ada di hadapan mereka serta kebinasaan di jalan mereka. Bahaya yang mengerikan itu adalah api yang sangat besar, tidak sama dengan api yang biasa kita kenal, yang dapat dinyalakan dengan kayu bakar dan dipadamkan oleh air. Api neraka ini bahan bakarnya adalah tubuh-tubuh manusia dan batu-batu. Ia berbeda  sama sekali dengan api di dunia. Bila orang terbakar dengan api dunia, ia pun meninggal berpisah dengan kehidupan dan tidak lagi merasakan sakitnya pembakaran tersebut. Beda halnya bila seseorang dibakar dengan api neraka, na’udzubillah. Karena Allah l berfirman:

“Setiap kali nyala api Jahannam itu akan padam, Kami tambah lagi nyalanya bagi mereka.” (Al-Isra’: 97)

“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka terus merasakan azab.” (An-Nisa’: 56)

“Mereka tidak dibinasakan dengan siksa yang dapat mengantarkan mereka kepada kematian (mereka tidak mati dengan siksaan di neraka bahkan mereka terus hidup agar terus merasakan siksa) dan tidak pula diringankan azabnya dari mereka.” (Fathir: 36) [Al-Khuthab Al-Minbariyyah fil Munasabat Al-‘Ashriyyah, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, dengan sub judul Fit Tahdzir minan Nar wa Asbab Dukhuliha, 2/164-165]

Orang yang masuk ke dalam api yang sangat besar ini tidak mungkin dapat lari untuk meloloskan diri, karena yang menjaganya adalah para malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah l terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka serta selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Allah l berfirman:

“Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, yang keras.” (At-Tahrim: 6)

Al-Imam Al-Qurthubi t menjelaskan, “Penjaganya adalah para malaikat Zabaniyah yang hati mereka keras, kaku, tidak mengasihi jika dimohon kepada mereka agar menaruh iba…

Kata ﯨ maksudnya keras tubuh mereka. Ada yang mengatakan, para malaikat itu kasar ucapannya dan keras perbuatannya. Ada yang berpendapat, malaikat tersebut sangat kasar dalam menyiksa penduduk neraka, keras terhadap mereka. Bila dalam bahasa Arab dinyatakan: فُلاَنٌ شَدِيْدٌ عَلَى فُلاَنٍ, maksudnya Fulan menguasainya dengan kuat, menyiksanya dengan berbagai macam siksaan.

Ada pula yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ﯧ adalah sangat besar tubuh mereka, sedangkan maksud ﯨ adalah kuat.

Ibnu Abbas c berkata, “Jarak antara dua pundak salah seorang dari malaikat tersebut adalah sejauh perjalanan setahun. Kekuatan salah seorang dari mereka adalah bila ia memukul dengan alat pukul niscaya dengan sekali pukulan tersebut tersungkur 70.000 manusia ke dalam jurang Jahannam.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 18/128)

Al-‘Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman ibnu Nashir As-Sa’di t berkata menafsirkan ayat ke-6 surah At-Tahrim di atas, “Jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka, yang disebutkan dengan sifat-sifat yang mengerikan. Ayat ini menunjukkan perintah menjaga diri dari api neraka tersebut dengan ber-iltizam (berpegang teguh) terhadap perintah Allah l, menunaikan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan bertaubat dari perbuatan yang Allah l murkai serta perbuatan yang menyebabkan azab-Nya. Sebagaimana ayat ini mengharuskan seseorang menjaga keluarga dan anak-anak dari api neraka dengan cara memberikan pendidikan dan pengajaran kepada mereka, serta memberitahu mereka tentang perintah Allah l. Seorang hamba tidak dapat selamat kecuali bila ia menegakkan apa yang Allah l perintahkan terhadap dirinya dan orang-orang yang di bawah penguasaannya, baik istri-istrinya, anak-anaknya, dan selain mereka dari orang-orang yang berada di bawah kekuasaan dan pengaturannya.

Dalam ayat ini pula Allah l menyebutkan neraka dengan sifat-sifat yang mengerikan agar menjadi peringatan terhadap manusia jangan sampai meremehkan perkaranya. Allah l berfirman:

“…Yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (At-Tahrim: 6)

Sebagaimana Allah l berfirman:

“Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah (patung-patung) adalah bahan bakar/kayu bakar Jahannam, kalian sungguh akan mendatangi Jahannam tersebut.”1

Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras. Yaitu akhlak mereka kasar dan hardikan mereka keras. Mereka membuat kaget dengan suara mereka dan membuat ngeri dengan penampilan mereka. Mereka melemahkan penghuni neraka dengan kekuatan mereka dan menjalankan perintah Allah l terhadap penghuni neraka, di mana Allah l telah memastikan azab atas penghuni neraka ini dan mengharuskan azab yang pedih untuk mereka.

Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Di sini juga ada pujian untuk para malaikat yang mulia dan terikatnya mereka kepada perintah Allah l serta ketaatan mereka kepada Allah l dalam seluruh perkara yang diperintahkan-Nya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 874)

 

Penjagaan Rasulullah n terhadap Keluarganya

Rasulullah n sebagai uswah hasanah bagi orang-orang yang beriman telah memberikan arahan dan peringatan kepada kerabat beliau dalam rangka menjaga mereka dari api neraka. Tatkala turun perintah Allah l dalam ayat:

“Berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat.” (Asy Syu’ara: 214)

Rasulullah n mendatangi bukit Shafa dan menaikinya, lalu menyeru manusia untuk berkumpul. Maka orang-orang pun berkumpul di sekitar beliau. Sampai-sampai yang tidak dapat hadir mengirim utusannya untuk mendengarkan apa gerangan yang akan disampaikan oleh Muhammad n. Rasulullah n kemudian memanggil kerabat-kerabatnya, “Wahai Bani Abdil Muththalib! Wahai Bani Fihr! Wahai Bani Lu’ai! Apa pendapat kalian andai aku beritakan kepada kalian bahwa ada pasukan berkuda dari balik bukit ini akan menyerang kalian. Adakah kalian akan membenarkan aku?” Mereka serempak menjawab, “Iya.” Beliau melanjutkan, “Sungguh aku memperingatkan kalian sebelum datangnya azab yang pedih.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ibnu Abbas c)

Aisyah x memberitakan bahwa ketika turun ayat di atas, Rasulullah n bangkit seraya berkata, “Wahai Fathimah putri Muhammad! Wahai Shafiyyah putri Abdul Muththalib! Wahai Bani Abdil Muththalib! Aku tidak memiliki kuasa sedikit pun di hadapan Allah l untuk menolong kalian kelak. (Adapun di kehidupan dunia ini) maka mintalah harta dariku semau kalian.” (HR. Muslim)

Al-Imam Muslim t meriwayatkan dari hadits Aisyah x, istri Nabi n, bahwa bila hendak shalat witir, beliau n membangunkan Aisyah x.

Rasulullah n sendiri telah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad t:

رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، وَرَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ

“Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suami lalu si suami mengerjakan shalat. Bila suaminya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah suaminya.” (Sanad hadits ini shahih kata Asy-Syaikh Ahmad Syakir t dalam tahqiqnya terhadap Al-Musnad)

Ummu Salamah x mengabarkan, suatu malam Rasulullah n terbangun dari tidur beliau. Beliau pun membangunkan istri-istri beliau untuk mengerjakan shalat. Kata beliau:

أَيْقِظُوْا صَوَاحِبَ الْحُجْرِ

“Bangunlah, wahai para pemilik kamar-kamar (istri-istri beliau yang sedang tidur di kamarnya masing-masing)!” (HR. Al-Bukhari)

Tidak luput pula putri dan menantu beliau juga mendapatkan perhatian beliau. Suatu malam, Rasulullah n mendatangi rumah Ali dan Fathimah c. Beliau berkata, “Tidakkah kalian berdua mengerjakan shalat malam?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits ‘Ali z)

 

Jagalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka

Seorang suami sebagai kepala rumah tangga selain menjaga dirinya sendiri dari api neraka, ia juga bertanggung jawab menjaga istri, anak-anaknya, dan orang-orang yang tinggal di rumahnya. Satu cara penjagaan diri dan keluarga dari api neraka adalah bertaubat dari dosa-dosa. Allah l berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat nashuha. Mudah-mudahan Rabb kalian menghapuskan kesalahan-kesalahan kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya, sedang cahaya mereka memancar di depan dan di sebelah kanan mereka, seraya mereka berdoa, ‘Wahai Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu’.” (At-Tahrim: 8)

Seorang suami sekaligus ayah ini bertaubat kepada Allah l dengan sebenar-benarnya, taubat yang murni, kemudian ia membimbing keluarganya untuk bertaubat. Taubat yang dilakukan disertai dengan meninggalkan dosa, menyesalinya, berketetapan hati untuk tidak mengulanginya, dan mengembalikan hak-hak orang lain yang ada pada kita. Taubat yang seperti ini tentunya menggiring pelakunya untuk beramal shalih. Buah yang dihasilkannya adalah dihapuskannya kesalahan-kesalahan yang diperbuat, dimasukkan ke dalam surga, dan diselamatkan dari kerendahan serta kehinaan yang biasa menimpa para pendosa dan pendurhaka.

Melakukan amal ketaatan dan menjauhi maksiat harus diwujudkan dalam rangka menjaga diri dari api neraka. Seorang kepala rumah tangga menerapkan perkara ini dalam keluarganya, kepada istri dan anak-anaknya. Ia punya hak untuk memaksa mereka agar taat kepada Allah l dan tidak berbuat maksiat, karena ia adalah pemimpin mereka yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah l kelak dalam urusan mereka, sebagaimana sabda Rasulullah n:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ibnu Umar c)

Ia harus memaksa anaknya mengerjakan shalat bila telah sampai usianya, berdasar sabda Rasulullah n:

مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنٍ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

“Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka telah berusia tujuh tahun dan pukullah mereka bila enggan melakukannya ketika telah berusia sepuluh tahun serta pisahkanlah di antara mereka pada tempat tidurnya.” (HR. Abu Dawud dari hadits Abdullah ibnu ‘Amr c, dikatakan oleh Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Abi Dawud, “Hadits ini hasan shahih.”)

Allah l telah berfirman:

“Perintahkanlah keluargamu untuk mengerjakan shalat dan bersabarlah dalam mengerjakannya.” (Thaha: 132)

Seorang ayah bersama seorang ibu harus bekerja sama untuk menunaikan tanggung jawab terhadap anak, baik di dalam maupun di luar rumah. Anak harus terus mendapatkan pengawasan di mana saja mereka berada, dijauhkan dari teman duduk yang jelek dan teman yang rusak. Anak diperintahkan untuk mengerjakan yang ma’ruf dan dilarang dari mengerjakan yang mungkar.

Orangtua harus membersihkan rumah mereka dari sarana-sarana yang merusak berupa video, film, musik, gambar bernyawa, buku-buku yang menyimpang, surat kabar, dan majalah yang rusak.

Seluruh perkara yang telah disebutkan di atas dilakukan dalam rangka menjaga diri dan keluarga dari api neraka. Karena, bagaimana seseorang dapat menyelamatkan dirinya dari api neraka bila ia meninggalkan shalat padahal shalat adalah tiang agama dan pembeda antara kafir dengan iman?

Bagaimana seseorang dapat menyelamatkan dirinya dari api neraka bila ia selalu melakukan perkara yang diharamkan dan mengentengkan amalan ketaatan? Bagaimana seseorang dapat menyelamatkan dirinya dari api neraka bila ia selalu berjalan di jalan neraka, siang dan malam?

Hendaknya ia tahu bahwa neraka itu dekat dengan seorang hamba, sebagaimana surga pun dekat. Nabi n bersabda:

الْجَنَّةُ أَدْنَى إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ وَالنَّارُ مِثْلُ ذَلِكَ

“Surga lebih dekat kepada salah seorang dari kalian daripada tali sandalnya dan neraka pun semisal itu.” (HR. Al-Bukhari dari hadits Ibnu Mas’ud z)

Maksud hadits di atas, siapa yang meninggal di atas ketaatan maka ia akan dimasukkan ke dalam surga. Sebaliknya, siapa yang meninggal dalam keadaan bermaksiat maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka. (Al-Khuthab Al-Minbariyyah, 2/167)

Bagaimana seseorang dapat menjaga keluarganya dari api neraka sementara ia membiarkan mereka bermaksiat kepada Allah l dan meninggalkan kewajiban?

Bagaimana seorang ayah dapat menyelamatkan anak-anaknya dari api neraka bila ia keluar menuju masjid sementara ia membiarkan anak-anaknya masih pulas di atas pembaringan mereka, tanpa membangunkan mereka agar mengerjakan shalat? Atau anak-anak itu dibiarkan asyik dengan permainan mereka, tidak diingatkan untuk shalat?

Anak-anak yang seyogianya merupakan tanggung jawab kedua orangtua mereka, dibiarkan berkeliaran di mal-mal, main game, membuat kegaduhan dengan suara mereka hingga mengusik tetangga, kebut-kebutan di jalan raya dengan motor ataupun mobil. Sementara sang ayah tiada berupaya meluruskan mereka. Malah ia penuhi segala tuntutan duniawi si anak. Adapun untuk akhirat mereka, ia tak ambil peduli. Sungguh orangtua yang seperti ini gambarannya tidaklah merealisasikan perintah Allah l dalam surah At-Tahrim di atas. Wallahul musta’an.

Maka, marilah kita berbenah diri untuk menjaga diri kita dan keluarga kita dari api neraka. Bersegeralah sebelum datang akhir hidup kita, sebelum datang jemputan dari utusan Rabbul Izzah, sementara kita tak cukup ‘bekal’ untuk bertameng dari api neraka, apatah lagi meninggalkan ‘bekal’ yang memadai untuk keluarga yang ditinggalkan. Allahumma sallim!

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.


1 Al-Anbiya: 98