Bertutur tentang Imam Mahdi seakan tengah membangkitkan kembali kisah yang terkubur oleh banyak mitos dan tafsir menyimpang yang membelenggunya. Pasalnya, umat Islam sekarang dihadapkan pada banyak ragam sosok yang sesungguhnya dibenarkan oleh akidah ini namun terkaburkan oleh pelbagai penyimpangan.
Sebagian ada yang “lahir” dari sebuah “perjalanan spiritual” tertentu. Sebagian lagi, dan ini yang ekstrem, adalah mendefinisikannya dalam balutan akidah yang sangat rusak. Contohnya, adalah apa yang diyakini kelompok Syiah Rafidhah. Imam Mahdi, dalam pola pikir ekstrem ini, adalah muara dari keyakinan akan adanya 12 “imam” yang menurut anggapan mereka memiliki kekuasaan mengatur alam semesta.
Di sisi lain, satu hal yang tak bisa disangkal, kita juga disuguhi fakta bahwa sebagian kaum muslimin malah ada yang meredusir sedemikian rupa sehingga seolah-olah Imam Mahdi itu hanya mitos layaknya “Ratu Adil” yang diyakini oleh sebagian masyarakat Jawa.
Beragam rekaan tadi tak urung mengimbas pada kisah-kisah yang mengiringinya. Padahal tema Imam Mahdi bersentuhan dengan hal-hal esensial yang berkaitan dengan aqidah. Ibarat penyakit, keyakinan yang salah tentu saja menjadi faktor pencetus penyimpangan-penyimpangan selanjutnya.
Dipicu oleh kenyataan itulah, tema ini kami angkat sebagai bahasan perdana dari tanda-tanda hari kiamat. Kajian ini mengajak anda pembaca, berupaya mempertautkan keyakinan itu dengan dalil-dalil syariat. Sehingga tak ada definisi atau gambaran kecuali yang memang telah dipagari syariat.
Pembaca, adalah sebuah kenyataan banyaknya suami yang kurang memedulikan istrinya. Ada suami yang begitu menyerahkan nafkah kepada istrinya, maka –dalam anggapannya– hampir semua kewajibannya pun telah gugur, serta lepaslah segala beban yang ada di pundaknya.
Ia menjadi abai terhadap istrinya. Sebentuk perhatian pun menjadi terasa amat mahal. Alih-alih memperingan pekerjaan istri, sebagian suami malah lantas menjadi “raja” kecil di rumahnya. Serba minta dilayani seakan-akan istri adalah pembantu yang bisa disuruh dan dibentak seenaknya. Padahal, di sana ada hak-hak para istri yang mesti ditunaikan. Apa saja hak-hak mereka? Simak kajiannya di rubrik Mengayuh Biduk!
Pembaca, doa orangtua adalah salah satu doa yang besar kemungkinan akan dikabulkan Allah l. Maka sudah sepatutnya lisan orangtua senantiasa mengumandangkan doa kebaikan bagi anak-anaknya. Di sisi lain, mereka juga mesti berhati-hati. Jangan sampai karena ketidaksabaran melihat kenakalan sang anak, meluncurlah umpatan atau caci maki yang mengandung doa kejelekan. Padahal jika hal itu bertepatan dengan waktu dikabulkannya doa, apa yang mereka nyatakan bisa berbuah kenyataan. Kaitannya dengan itu, “Permata Hati” menyuguhkan bagaimana seharusnya orangtua bersikap.
Suguhan menarik lainnya pun bisa anda kaji, pembaca. Selamat menyimak!