Kedustaan di Balik Kedok Cinta

Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: سُئِلَ النَّبِيُّ عَنِ الْكَلِمَاتِ الَّتِي تَلَقَّاهَا آدَمُ مِنْ رَبِّهِ فَتَابَ عَلَيْهِ، قَالَ:

سَأَلَهُ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ وَعَلِيٍّ وَفَاطِمَةَ وَالْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ فَتَابَ عَلَيْهِ وَغُفِرَ لَهُ

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang kalimat-kalimat yang diterima Adam dari Rabbnya sehingga Allah mengampuninya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘(Kalimat-kalimat itu adalah), ‘Adam memohon kepada Allah dengan hak Muhammad, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, lalu Allah mengampuni Adam’.”

 hadits-palsu

Derajat Hadits

Hadits ini maudhu’ (palsu), hasil kedustaan Syiah Rafidhah atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Abul Faraj Ibnul Jauzi menyebutkan hadits di atas dalam al-Maudhu’at (1/316) melalui jalan ad-Daruquthni, beliau berkata,

تَفَرَّدَ بِهِ حُسِيْنٌ الْاَشْقَرُ رَوَى الْمَوْضُوعَاتِ عَنِ الْأَثْبَاتِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ ثَابِتٍ وَلَيْسَ بِثِقَةٍ وَلَا مَأْمُون

“Husain al-Asyqar bersendiri dari ‘Amr bin Tsabit. Husain biasa meriwayatkan hadits-hadits palsu dari orang-orang tsiqah, sementara ‘Amr tidak tsiqah dan tidak tepercaya.”

Yahya bin Ma’in berkata, “Amr bin Tsabit bukan orang yang bisa dipercaya.”

Ibnu Hibban al-Busti berkata, “Dia memalsukan hadits-hadits dari perawi-perawi yang tsiqah.”

Ibnu Katsir rahimahullah, ketika menafsirkan surat asy-Syura ayat 23 mengatakan tentang ‘Amr bin Tsabit, “Dia seorang Syi’ah pendusta.”

Hadits Ibnu Abbas disebutkan pula oleh Ibnu ‘Araq al-Kinani dalam kitabnya, Tanzih asy-Syari’ah (1/413), dan beliau sandarkan riwayatnya kepada ad-Daruquthni.

As-Suyuthi membawakan hadits ini dalam kitabnya ad-Dur al-Mantsur  (1/147), hanya saja beliau mendiamkan hadits dan tidak memberikan komentar. Beliau menyebutkan pula hadits ini dalam kitabnya, al-La’ali’ al-Mashnu’ah (1/44) dan menghukuminya sebagai hadits maudhu’ (palsu).

Al-Kinani menyebutkan jalan lain untuk hadits ini dalam Tanzih asy-Syariah (1/395) melalui jalan Muhammad bin ‘Ali bin Khalaf al-‘Aththar, dari Husain al-Asyqar. Beliau nisbatkan jalan ini kepada Ibnu an-Najjar. Sayang, jalan ini tidak berfaedah. Sebab, Ibnu Adi menyatakan tentang Muhammad bin Ali bin Khalaf al-Aththar, “Dia muttaham bil kadzib (Tertuduh berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).”

Walhasil, hadits di atas maudhu’, dipalsukan oleh orang-orang Syiah.

 

Makna Hadits

Di balik hadits-hadits palsu berisi pujian kepada Ahlul Bait inilah, Rafidhah menyembunyikan kesesatan dan kekufuran mereka. Hadits ini juga mengandung kemungkaran dan penyelisihan terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah.

Lahiriah hadits ini berisi pujian kepada Ali, Fathimah, al-Hasan, dan al-Husain. Rafidhah memalsukannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hadits ini menunjukkan bahwa Adam telah mengenal Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, bahkan beliau bertawasul dengan hak mereka untuk mendapatkan ampunan Allah subhanahu wa ta’ala.

Sungguh, tidak ada satu hadits sahih pun mengajarkan kita bertawasul dengan orang-orang saleh ketika berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Hadits di atas, di samping palsu juga mengantarkan kepada kesyirikan. Sebab, doa ini berisi tawasul dengan orang-orang yang gaib (tidak ada); Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ali, Hasan, Husain, dan Fathimah belum Allah subhanahu wa ta’ala ciptakan.

Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah berkata, “Hadits ini dan yang semisalnya adalah hadits palsu yang dipakai oleh tukang khurafat untuk dijadikan landasan dalam membolehkan berdoa kepada orang-orang yang telah mati.” (ath-Thali’ah, hlm. 230)

Di antara perkara yang menunjukkan kedustaan hadits ini, al-Qur’an telah menafsirkan kalimat-kalimat yang Allah subhanahu wa ta’ala wahyukan kepada Adam, yang dengannya beliau berdoa dan Allah subhanahu wa ta’ala ampuni dosa beliau.

Allah subhanahu wa ta’ala mengisahkan Adam dalam al-Qur’an bagaimana beliau berdosa kemudian Allah subhanahu wa ta’ala mengajarinya kalimat yang dengannya Allah subhanahu wa ta’ala mengampuni beliau. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat al-Baqarah,

Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman, “Turunlah kamu, sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.” Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Rabbnya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (al-Baqarah: 36—37)

Menurut hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma di atas, kalimat yang Adam terima adalah tawassul kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan ahli bait Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang belum Allah subhanahu wa ta’ala ciptakan! Hal ini menyelisihi al-Qur’an.

Syaikhul Islam berkata, “Adapun kalimat-kalimat (yang diucapkan Adam) telah disebutkan penafsirannya dalam al-Qur’an, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala,

Keduanya berkata, “Wahai Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (al-A’raf: 23)

Dimaklumi bahwa orang yang lebih rendah dari Adam (kedudukannya), baik dari kalangan orang kafir maupun fasik, jika bertobat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan tobat nashuha, Allah subhanahu wa ta’ala akan menerima tobatnya tanpa harus bertawassul kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan siapa pun. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kita tidak pernah memerintah seorang pun bertobat dengan semisal doa ini.” (al-Muntaqa, hlm. 459)

Menjadi teranglah, di samping hadits di atas terdapat rawi pendusta dari orang Rafidhah, juga menyelisihi al-Qur’an dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdoa.

 

Ahlus Sunnah berlepas diri dari jalan Rafidhah yang membangun agama mereka di atas kedustaan. Mereka mengangkat sebagian ahlul bai setinggi-tingginya melebihi derajat para nabi dan rasul, sementara sebagian ahli bait Rasulullah n, mereka hinakan dan kafirkan.

 

Syiah dan Pemalsuan Hadits

Sekte sesat dan aliran sempalan dalam Islam tidak sekadar menawarkan dagangannya begitu saja.

Untuk menjual kesesatan dan melariskannya, mereka hiasi semua kebatilan dengan ayat al-Qur’an atau hadits sahih yang mereka simpangkan pemahamannya. Bahkan, dengan lancang mereka berani berdusta atas nama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ketinggalan Syiah Rafidhah. Mereka termasuk kelompok yang terdepan dalam hal memalsukan sabda-sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pemalsuan hadits yang dilakukan oleh Rafidhah merupakan perkara yang disepakati ahlul hadits, sebagaimana tampak dalam beberapa ucapan ulama berikut.

Abdullah ibnul Mubarak al-Marwazi berkata bahwa Abu ‘Ishmah pernah bertanya kepada Abu Hanifah, “Dari siapakah engkau izinkan aku mendengar (mengambil) hadits?”

Beliau berkata, “Dari semua orang yang adil dalam hawa nafsunya, kecuali Syi’ah, karena prinsip mereka adalah menganggap sesat semua sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (al-Kifayah, hlm. 203)

Dari Yunus bin Abdul A’la berkata, dari Asyhab, al-Imam Malik ditanya tentang Rafidhah, maka beliau berkata, “Jangan kamu ajak bicara, jangan pula kamu riwayatkan dari mereka karena mereka selalu melakukan kedustaan.” (al-Muntaqa, hlm. 21)

Dari Harmalah bin Yahya, al-Imam asy-Syafi’i berkata, “Aku tidak pernah melihat seorang pun dari pengikut hawa nafsu yang lebih dusta dalam persaksian selain Rafidhah.” (al-Kifayah, hlm. 202)

Yazid bin Harun berkata, “Semua mubtadi’, selama tidak menyerukan kebid’ahannya, masih boleh ditulis haditsnya, kecuali Rafidhah, karena mereka sungguh selalu berdusta.” (al-Muntaqa, hlm. 22)

Demikianlah di antara upaya Syiah Rafidhah menghancurkan Islam. Mereka menebarkan pemikiran kufur dan sesat serta memalsukan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai dalil atas kesesatan mereka.

Akan tetapi, alhamdulillah, rahmat Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa meliputi kaum mukminin. Allah subhanahu wa ta’ala membangkitkan para ulama Ahlus Sunnah yang sangat mendalam ilmunya. Mereka pun berjihad dengan menerangkan kepada umat tentang hadits yang didustakan atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 

Benarkah Rafidhah Mencintai Ahlul Bait?

Dusta! Pengakuan Rafidhah mencintai ahlul bait hanyalah kedustaan. Menurut versi mereka, yang termasuk ahlul bait adalah Ali, Fatimah, Hasan, Husain, dan keturunannya. Sebatas itu saja ahlul bait.

Adapun istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pada hakikatnya termasuk ahlu bait Rasul, istri-istri Rasul di dunia dan di surga, mereka keluarkan dari barisan ahlul bait. Mereka mencela para istri Rasul, bahkan mereka kafirkan. Terlebih lagi Aisyah dan Hafshah, putri dua sahabat yang paling mereka benci: Abu Bakr dan Umar.

Ruqayyah dan Ummu Kultsum, dua putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau nikahkan dengan Utsman pun dikeluarkan dari ahlul bait lantaran menjadi istri Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu—yang sangat mereka benci dan kafirkan. Di antara merekaada yang berkata bahwa Ruqayyah dan Ummu Kultsum bukan anak Khadijah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun dari suami sebelumnya.

Inilah kedustaan pertama mereka dalam hal pengakuan kecintaan kepada ahlul bait. Mereka membenci bahkan mengafirkan sebagian ahlul bait, namun mencintai sebagian yang lain. Adapun Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah kaum yang mencintai seluruh ahli bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedustaan kedua, Rafidhah telah melampaui batas dalam hal menyanjung ahlul bait. Mereka agungkan ahlul bait setinggi-tingginya, bahkan hingga mengangkat derajat ahlul bait melebihi derajat para nabi dan rasul. Mereka sekutukan Allah subhanahu wa ta’ala dengan ahlul bait versi mereka. Hal ini sebagaimana mereka melampaui batas terhadap imam mereka.

Semua kebatilan mereka didasari kedustaan. Mereka berdalil hadits dha’if, bahkan maudhu’ (palsu). Demikianlah Syi’ah Rafidhah, pengikut Abdullah bin Saba’ al-Yahudi, mengaku-aku cinta kepada ahlul bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, semua itu hanyalah topeng untuk menutupi kebusukan mereka.

Mereka berani berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena memang syiar agama Rafidhah adalah kedustaan yang dilapisi dengan kemunafikan.[1]

 

Hadits-Hadits Palsu Tentang Ahlul Bait

Banyak sendi Islam mereka robohkan dalam kehidupan.

Hampir seluruh sahabat Rasul mereka kafirkan. Abu Bakr dan Umar mereka sebut dua berhala Quraisy. Demikian pula sahabat-sahabat lain, mereka hina dan caci maki[2]. Padahal hanya melalui jalan para sahabat, Islam disampaikan kepada umat.

Apa artinya? Artinya, semua riwayat sahabat tertolak karena mereka orang kafir.

Al-Qur’an mereka nyatakan telah dikhianati oleh para sahabat. Al-Qur’an yang ada saat ini, yang berada di tangan-tangan kaum muslimin, mereka anggap bukan lagi firman Allah subhanahu wa ta’ala yang diturunkan kepada manusia.

Untuk menutup kebusukan makar mereka terhadap Islam, Rafidhah bersembunyi di balik topeng kecintaan kepada ahlul bait. Mereka menyanjung dan memuji ahlul bait. Mereka bangun opini bahwa merekalah pembela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarganya, merekalah pemegang estafet agama Rasul. Padahal yang ada adalah kekafiran dan jauhnya mereka dari Islam.

Hadits Ibnu Abbas di atas adalah contoh pertama dari hadits-hadits yang dibuat Rafidhah demi kepentingan mereka. Berikut ini kami tampilkan beberapa hadits palsu buatan agama Syiah Rafidhah yang sering mereka munculkan. Semoga apa yang kami paparkan dapat menjadi bekal bagi kaum muslimin untuk lebih berhati-hati dari makar Rafidhah.

 

Hadits Kedua

أَنَا مَدِينَةُ الْعِلْم،ِ وَعَلِيٌّ بَابُهَا، فَمَنْ أَرَادَ الْعِلْمَ فَلْيَأْتِهِ مِنْ بَابِهِ

“Aku adalah kota ilmu, sedangkan ‘Ali adalah pintunya. Barang siapa menginginkan ilmu, hendaknya dia mendatangi dari pintunya.”

Ini adalah hadits yang batil, karena tidak bersumber dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik sanad maupun matannya. Para imam ahli hadits menolak hadits tersebut. Di antara mereka ialah al-Imam al-Bukhari, Abu Zur’ah, at-Tirmidzi, al-Uqaili, Ibnu Hibban, ad-Daruquthni, Ibnul Adi, Ibnul Jauzi, al-Baghawi, an-Nawawi, Ibnu Daqiqil Ied, dan Ibnu Taimiyah.

Hadits ini palsu. Adz-Dzahabi menyatakan maudhu’ (palsu). Al-Albani menjelaskan kepalsuan hadits ini dalam adh-Dha’ifah (6/518, no. 2955) dan dalam Dha’iful Jami’ (no. 13220).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Hadits ‘Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya….’ Tergolong maudhu’ (palsu). (Hadits ini) disebutkan oleh Ibnul Jauzi (dalam kitabnya al-Maudhu’at –pen.). Beliau kemudian menerangkan bahwa seluruh sanadnya palsu. Selain itu, kedustaan juga tampak dari matan hadits itu sendiri. Sebab, apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kota ilmu dan tidak ada pintunya kecuali satu, dan tidak ada yang menyampaikan ilmu dari beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –pen.) kecuali satu orang (yakni Ali –pen), tentu urusan Islam akan rusak….” (Minhajus Sunnah, 4/138—139, dinukil dari adh-Dha’ifah)

Di samping itu, hadits ini juga bermakna bahwa semua riwayat sahabat diingkari, kecuali melalui jalan Ali bin Abi Thalib. Hal ini tentu merupakan makar lain di balik pemalsuan hadits ini, Allahul Musta’an.

 

Hadits Ketiga

السُّبَّقُ ثَلَاثَةٌ : فَالسَّابِقُ إِلَى مُوسَى يُوشَعُ بْنُ نُونٍ، وَالسَّابِقُ إِلَى عِيسَى صَاحِبُ يَاسِينَ، وَالسَّابِقُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِيٌّ

“Pendahulu ada tiga. Pendahulu yang memenuhi panggilan (seruan) Musa adalah Yusya’ bin Nun. Pendahulu yang memenuhi seruan Isa adalah orang yang disebutkan dalam surat Yasin. Pendahulu yang memenuhi seruan Muhammad adalah Ali bin Abi Thalib.”

Al-‘Uqaili meriwayatkan hadits ini dalam kitabnya, adh-Dhu’afa al-Kabir, demikian pula ath-Thabarani (2/111), melalui jalan al-Husain bin Abi as-Sirri al-Asqallani, dari Husain al-Asyqar, dari Sufyan bin Uyainah, dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma.

Sanad riwayat ini sangat dha’if, bahkan al-Uqaili menempatkan hadits di atas dalam deretan hadits maudhu’ (palsu).

Dalam sanadnya terdapat Husain al-Asyqar. Dia adalah Ibnu Hasan al-Kufi, pengikut Syiah yang sesat. Telah lalu beberapa ucapan ulama tentang Husain al-Asyqar.

Al-Imam al-Bukhari rahimahullah berkata dalam kitab Tarikh ash-Shaghir (hlm. 2300, “Ia telah meriwayatkan hadits-hadits mungkar.”

Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya (3/570) berkata, “Ini adalah hadits mungkar yang tidak diketahui sanadnya kecuali dari jalan Husain al-Aysqar, yang telah dikenal oleh kalangan muhadditsin sebagai pengikut Syiah. Karena itu, ditinggalkan riwayatnya.”

 

Hadits Keempat

عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَرْفُوعاًخُلِقْتُ أَنَا وَعَلِيٌّ مِنْ نُورٍ، وَكُنَّا عَنْ يَمِينِ الْعَرْشِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ اللهُ آدَمَ بِأَلْفَيْ عَامٍ، ثُمَّ خَلَقَ اللهُ آدَمَ فَانْقَلَبْنَا فِي أَصْلَابِ الرِّجَالِ، ثُمَّ جَعَلْنَا فِي صُلْبِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، ثُمَّ شَقَّ اسْمَيْنَا مِنَ اسْمِهِ؛ فَاللهُ الْمَحْمُودُ وَأَنَا مُحَمَّدٌ، وَاللهُ الْأَعْلَى وَعَلِيٌّ عَلِيًّا

Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku dan Ali diciptakan dari cahaya. Dahulu kami berdua berada di sebelah kanan al-‘Arsy dua ribu tahun sebelum Allah subhanahu wa ta’ala ciptakan Adam. Lalu Allah subhanahu wa ta’ala ciptakan Adam kami pun berpindah pada sulbi manusia, diletakkanlah kami pada sulbi Abdul Muththalib. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan nama kami dari nama-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala adalah al-Mahmud dan aku bernama Muhammad, Allah bernama al-A’la maka ‘Ali bernama Ali.

Hadits ini di antara hadits palsu yang dibuat kaum Rafidhah. Dalam sanad hadits ini terdapat seorang Rafidhah, Ja’far bin Ahmad bin Ali bin Bayan al-Ghafiqi.

Ibnul Jauzi berkata dalam kitabnya al-Maudhu’at, “Hadits ini dipalsukan oleh Ja’far bin Ammad, dia seorang Rafidhah tukang pemalsu hadits.”

Hadits ini disebutkan juga oleh asy-Syaukani dalam al-Fawaid al-Majmu’ah (343 no. 40). Beliau berkata, “Hadits ini maudhu’, dipalsukan oleh Ja’far bin Ahmad bin Ali bin Bayan, seorang Rafidhah, pemalsu hadits.”

Ibnu ‘Adi berkata, “Huwa kadzdzab yadha’ul hadits (Dia tukang dusta dan pemalsu hadits).” (Su’alat Hamzah as-Sahmi, 190)

Ibnu Hajar berkata, “Ibnu Yunus menyebutkan rawi ini dan berkata, ‘Dia seorang Rafidhah tukang pemalsu hadits.” (Lisanul Mizan, 2/108)

 

Hadits Kelima

          وَعَنِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ حُبُّ عَلِيٍّ يَأْكُلُ الذُّنُوبَ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ

Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mencintai Ali akan memakan (menghapuskan) dosa-dosa sebagaimana api melahap kayu bakar.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Asakir. (Tarikh Dimasyq, 52/13 no.131)

Hadits ini juga disebutkan dalam Kanzul ‘Ummal.

Asy-Syaukani mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh al-Khatib dari Ibnu Abbas dengan marfu’, hadits ini batil. (al-Fawaid al-Majmu’ah, 367 no. 58)

Asy-Syaikh al-Albani juga mengatakan dalam Silsilah adh-Dhaifah no. 1206, “Hadits ini batil.”

 

Hadits Keenam

وَعَنْ أَبِي بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ : إِنَّ اللهَ أَمَرَنِي بِحُبِّ أَرْبَعَةً :  وَأَخْبَرَنِي أَنَّهُ يُحِبُّهُمْ قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ مَنْ هُمْ؟ قَالَ: عَلِيٌّ مِنْهُمْ يَقُولُ ذَلِكَ ثَلَاثاً وَأَبُو ذَرٍّ، وَسَلْمَانُ، وَالْمِقْدَادُ

Dari Abu Buraidah dari ayahnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan aku mencintai empat orang, dan mengabarkan kepadaku bahwa Dia mencintai mereka.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Siapakah mereka, wahai

Rasulullah?” Beliau bersabda, “Ali termasuk mereka, Ali termasuk mereka, Ali termasuk mereka; juga Abu Dzar, Salman, dan al-Miqdad.” (Diriwayatkan Ibnu Majah no. 149, at-Tirmidzi no. 3718, dan al-Hakim 4649).

Di dalam sanadnya ada Sulaiman bin Isa bin Najih as-Sijzi.

Ibnul Jauzi rahimahullah menukil dari Abu Hatim ar-Razi yang berkata, “Dia kadzdzab (pendusta hadits Rasul).”

Ibnu ‘Adi berkata, “Yadha’ul Hadits (Dia biasa memalsukan hadits).”

 

Hadits Ketujuh

وَعَنْ حُجْرِ بْنِ عَنْبَسٍ قَالَوَقَدْ كَانَ أَكَلَ الدَّمَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَشَهِدَ مَعَ عَلِيٍّ الْجَمَلَ وَصِفِّينَ، قَالَ: خَطَبَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فَاطِمَةَ إِلَى رَسُولِ اللهِ : فَقَالَ النَّبِيُّ هِيَ لَكَ يَا عَلِيُّ، لَسْتَ بِدَجَّالٍ

“Dari Hujr bin ‘Anbas—dahulu dia pemakan darah di masa jahiliah, dan ia menyertai Ali dalam Perang Jamal dan Shiffin, berkata, Abu Bakr dan Umarmeminang Fatimah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam namun Rasulullah bersabda, Fathimah untukmu wahai Ali, karena engkau bukan dajjal (pendusta).”

Hadits ini maudhu’ (palsu), diriwayatkan oleh Muhammad bin Sa’d dalam ath-Thabaqat al-Kubra (8/19). Di dalam sanadnya ada Musa bin Qais Abu Muhammad al-Farra’ al-Kufi.

Ibnu Hajar berkata, “Dia memiliki laqab (julukan) ‘ushfur al-jannah, dia jujur namun tertuduh berpemahaman Syiah’.” (at-Taqrib)

Al-Uqaili berkata tentangnya, “Minal ghulat fi ar-rafdh (Dia termasuk yang sangat ekstrem dalam agama Rafidhah).” (adh-Dhu’afa, 4/164)

Ibnul Jauzi menyebutkan hadits ini dalam kitabnya al-Maudhu’at. Beliau berkata, “Hadits ini palsu, dipalsukan oleh Musa bin Qais, seorang Rafidhah ekstrem. Ia berjuluk ushfur al-jannah (burung pipit surga). Namun, ia—insya Allah—(lebih tepat dijuluki) himar annar (keledai neraka). Sungguh, dalam pujiannya kepada Ali dalam hadits ini, dia menyembunyikan celaan terhadap Abu Bakr dan Umar.”

Benar ucapan Ibnul Jauzi. Rafidhah terus mencela Abu Bakr, Umar, dan para sahabat, bahkan mengafirkan mereka. Karena itu, mereka bersembunyi di balik pengakuan dusta mencintai ahlul bait.

Dalam hadits ini mereka memuji Ali. Namun, terselip di dalamnya celaan kepada Abu Bakr dan Umar, dengan menuduh keduanya sebagai dajjal. Allahul Musta’an.


[1] Mizanul I’tidal (1/ 6)

[2] Di antara sahabat yang mereka hujat adalah Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma. Pembelaan terhadap beliau dari hujatan Rafidhah dapat dilihat kembali pada Majalah Asy-Syariah edisi 78.