Penjagaan Terhadap Si Kecil di Awal Malam

Datangnya malam usai matahari tenggelam hingga datangnya waktu Isya adalah saat bertebarnya para setan. Tak heran jika rutinitas masyarakat semisal aktivitas jual beli justru mengalami puncak keramaian (baca: godaan) nya di waktu ini. Sesungguhnya agama mulia yang sempurna ini telah mensyariatkan kepada kita utamanya anak-anak kita untuk tidak keluar rumah di waktu-waktu ini.

Matahari senja baru saja tenggelam di ufuk barat. Malam pun merambat datang sementara kegelapan perlahan mulai menyelimuti bumi. Tampak beberapa anak kecil sedang bermain, berkejaran di pekarangan sebuah rumah. Sesekali, mereka berlari ke jalanan kampung. Di teras sebuah rumah, seorang ibu terlihat tengah meninabobokan bayinya, beralasan “mencari angin” karena si bayi kepanasan di dalam rumah.

rinjani-sembalun-lawang-sunset-rsz

Gambaran ini, yakni keluarnya anak kecil ketika malam mulai datang adalah pemandangan biasa yang kita jumpai di sekitar kita, di masyarakat kita yang awam dan jauh dari bimbingan agama. Anak-anak mereka dibiarkan begitu saja, tanpa pencegahan dan tanpa penjagaan. Tahukah mereka bahwa pada saat yang demikian itu setan, makhluk yang jahat, musuh manusia, bertebaran sehingga dapat memudlaratkan anak-anak tersebut dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala?

Belumkah sampai pada mereka bimbingan dari Rasul mereka yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam titah beliau yang agung,

إِذَا اسْتَجْنَحَ اللَّيْلُأَوْ كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِفَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ فَإِنَّ الشَّيَاطِيْنَ تَنْتَشِرُ حِيْنَئِذٍ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنَ الْعِشَاءِ فَخَلُّوهُمْ وَأَغْلِقْ بَابَكَ وَاذْكُرِ اسْمَ اللهِ

“Apabila malam telah datang (setelah matahari tenggelam), tahanlah anak-anak kalian, karena setan bertebaran ketika itu. Apabila telah berlalu sesaat dari waktu ‘Isya lepaskanlah (biarkanlah) mereka, tutuplah pintumu, dan sebutlah nama Allah (mengucapkan bismillah pen.)…. “ (HR. al-Bukhari no. 3280 dan no. 2012)

Maksud dari kalimat:  (اللَّيْلُ  اسْتَجْنَحَ ( atau  ( جُنْحُ اللَّيْلِ ) adalah kegelapan malam, yakni datangnya malam setelah matahari tenggelam. ( فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ ) yakni tahanlah anak-anak untuk keluar pada waktu tersebut karena dikhawatirkan mereka akan diganggu oleh setan yang banyak berkeliaran pada saat itu. (Syarah Shahih Muslim 14/185—186, Fathul Bari 6/411)

Belumkah pula sampai pada mereka larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang semakna dengan perintah dalam hadits di atas :

لاَ تُرْسِلُوا فَوَاشِيَكُمْ وَصِبْيَانَكُمْ إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ، فَإِنَّ الشَّيَاطِيْنَ تَنْبَعِثُ إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ

“Janganlah kalian melepas hewan-hewan ternak dan anak-anak kalian apabila matahari telah tenggelam hingga berlalu fahmah isya karena para setan keluar/berjalan cepat apabila matahari tenggelam sampai berlalu fahmah isya.” (HR. Muslim no. 2013)

Kalimat ( الْعِشَاءِ فَحْمَةُ ) dalam hadits di atas maknanya adalah gelap dan hitamnya malam, atau datangnya malam dan awal gelapnya. (Syarah Shahih Muslim 14/186)

Sebagian ahlul ilmi memaknainya dengan datangnya waktu ‘Isya dan awal gelapnya. Kegelapan antara shalat Maghrib dan ‘Isya diistilahkan fahmah sedangkan antara shalat ‘Isya dengan shalat Subuh disebut ‘as’asah. (Nihayatul Gharib, 3/317)

Dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, jelas sekali beliau memberi bimbingan agar anak-anak tidak dibiarkan keluar rumah, tapi ditahan di dalam rumah, ketika matahari telah tenggelam dan malam telah datang dengan kegelapannya. Bimbingan ini beliau berikan untuk menjaga anak-anak dari gangguan setan karena di waktu tersebut setan banyak bertebaran.

pintu-gelap

Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat sejumlah kebaikan dan adab yang mengumpulkan kebaikan dunia dan akhirat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk melakukan adab-adab ini karena dengan melakukannya berarti menempuh sebab keselamatan dari gangguan setan. Setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup dan tidak dapat pula mengganggu anak kecil dan selainnya apabila dilakukan perkara ini (dengan menyebut nama Allah subhanahu wa ta’ala/mengucapkan bismillah).” (Syarah Shahih Muslim, 14/185)

Ibnul Jauzi rahimahullah menyatakan bila anak-anak kecil berkeliaran di luar rumah pada waktu tersebut dikhawatirkan mereka akan mendapat gangguan dari setan sementara anak-anak umumnya belum dapat berzikir di mana dengannya bisa membentengi diri mereka dari setan. Setan ini ketika bertebaran mereka bergantungan dengan apa yang memungkinkan bagi mereka untuk bergantung. (Fathul Bari, 6/411)

Dari hadits di atas, kita pun mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan menutup pintu rumah dengan menyebut nama Allah subhanahu wa ta’ala untuk menghalangi masuknya setan yang akan membawa kemudlaratan bagi penghuni rumah. Bila pintu telah ditutup dengan mengucapkan bismillah, setan tidak akan mampu membukanya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا

“Setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup.” (HR. al-Bukhari no. 3304 dan Muslim no. 2012)

Ibnu Daqiqil ‘Ied rahimahullah berkata, “Dalam perintah menutup pintu ada maslahat diniyyah dan duniawiyyah (kebaikan dunia dan akhirat) berupa penjagaan jiwa dan harta dari ahlul batil dan pembuat kerusakan lebih-lebih lagi dari para setan. Adapun hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا

“Setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup.”

merupakan isyarat bahwa perintah menutup pintu bertujuan untuk menjauhkan setan dari bercampur baur dengan manusia.”

Beliau rahimahullah juga menyatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa setan tidak diberi kekuatan untuk melakukan sesuatu pun dari perkara yang disebutkan dalam hadits (seperti membuka pintu yang tertutup, bejana yang tertutup, dsb –pen.) walaupun ia diberi kekuatan yang lebih besar daripada itu seperti masuk ke tempat-tempat yang tidak mampu dimasuki manusia.” (Fathul Bari, 11/90)

Al-Mubarakfuri rahimahullah menyatakan bahwa setan ini bisa dikatakan tertolak untuk masuk ke rumah seseorang dari seluruh sisinya dengan barakah tasmiyah (ucapan bismillah). Dalam hadits hanya disebutkan perintah menutup pintu (dengan membaca bismillah) karena pintu merupakan bagian yang paling mudah untuk dilalui ketika masuk ke dalam rumah. Bila setan ini tertolak untuk masuk lewat pintu (karena pintunya tertutup dengan mengucapkan bismillah) maka tentunya setan ini lebih tertolak lagi untuk masuk ke dalam rumah lewat bagian rumah yang lebih sulit dilalui. (Tuhfatul Ahwadzi, 5/433)

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah berkata, “Menyebut nama Allah subhanahu wa ta’ala akan memisahkan setan dari melakukan perkara-perkara yang disebutkan. Dengan demikian, bila tidak disebut nama Allah setan bisa melakukan perkara-perkara tersebut. Yang menguatkan hal ini adalah hadits yang dikeluarkan oleh Muslim[1] dan al-Arba’ah[2] dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu secara marfu’[3],

إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللهَ عِنْدَ دُخُوْلِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: لاَ مَبِيْتَ لَكُمْ وَلاَ عَشَاءَ. وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرِ اللهَ عِنْدَ دُخُوْلِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: أَدْرَكْتُمُ المَبِيْتَ. وَإِذَا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ عِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ: أَدْرَكْتُمُ المَبِيْتَ وَالْعَشَاءَ

“Apabila seseorang masuk ke rumahnya dalam keadaan berzikir kepada Allah ketika masuknya dan ketika memakan makannya, berkatalah setan: Tidak ada tempat bermalam bagi kalian dan tidak ada makan malam. Kalau orang itu masuk rumah, dia tidak berzikir ketika masuknya, berkatalah setan: Kalian mendapatkan tempat bermalam. Dan bila dia tidak berzikir ketika makan, berkatalah setan: Kalian mendapatkan tempat bermalam dan makan malam.” (Fathul Bari, 11/90)

Duhai, alangkah jauhnya lingkungan kita dan masyarakat kita dari mengamalkan tuntunan agama ini. Semoga dengan membaca nasihat ini mereka mendapatkan ilmu dan pemahaman, yang kemudian mereka amalkan dalam kehidupan mereka, amin… Allah subhanahu wa ta’ala sajalah yang memberi taufik.

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

 

Ditulis oleh Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah


[1]  No. 2018

[2]  Yaitu at-Tirmidzi, Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ibnu Majah.

[3] Bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.