Buah Keimanan (bagian 2)

Iman dan amal saleh—yang merupakan cabang dari keimanan—akan membuahkan kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat.
Allah l berfirman:
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl: 97)
Hal itu karena keistimewaan iman. Iman akan membuahkan thu’maninah (ketenangan) dan ketenteraman kalbu, qanaah (merasa cukup) dengan apa yang dikaruniakan oleh Allah l, dan tidak tergantung kepada selain Allah l. Inilah yang dimaksud dengan kehidupan yang lebih baik.
Buah keimanan yang lain, seluruh amalan dan ucapan akan sah dan sempurna sesuai dengan keimanan dan keikhlasan yang ada di dalam hati pelakunya.
Oleh karena itu, Allah l menyebutkan syarat yang merupakan asas bagi setiap amalan ini dalam firman-Nya:
“Barang siapa yang mengerjakan amalan saleh sedangkan ia beriman, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalan-amalannya itu dan sesungguhnya Kami menuliskan amalan itu untuknya.” (al-Anbiya’: 94)
Maksudnya, amalannya tidak akan diingkari dan disia-siakan, bahkan akan dilipatgandakan sesuai dengan kekuatan imannya. Allah l berfirman:
“Barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedangkan dia seorang mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (al-Isra’: 19)
Berusaha untuk akhirat adalah mengerjakan setiap amalan yang akan mendekatkan kepada akhirat, yaitu amalan-amalan yang disyariatkan oleh Allah l melalui lisan Nabi Muhammad n.
Jika amalan-amalan itu dibangun di atas iman, usahanya akan diterima, dibalasi, dilipatgandakan, dan tidak akan disia-siakan sedikit pun.
Adapun amalan yang tidak disertai iman, walaupun pelakunya menghabiskan waktu siang dan malam, amalannya tidak akan diterima. Allah l berfirman:
“Kami hadapi segala amalan yang mereka kerjakan. Lalu Kami jadikan amalan itu bagaikan debu yang beterbangan.” (al-Furqan: 23)
Hal itu karena amalannya tidak dilandasi oleh keimanan kepada Allah l dan Rasul-Nya, yang intinya adalah keikhlasan dalam beribadah kepada Allah l dan mengikuti Rasulullah n. Allah l berfirman:
“Katakanlah, ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?’ Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka. Kami tidak mengadakan penilaian bagi amalan mereka pada hari kiamat.” (al-Kahfi: 103—105)
Ketika mereka kehilangan iman dan mengingkari Allah l dan ayat-ayat-Nya, terhapuslah amalan-amalannya. Allah l berfirman:
“Jika kamu berbuat syirik, sungguh amalanmu akan terhapus.” (az-Zumar: 65)
“Seandainya mereka berbuat syirik, sungguh akan terhapus apa yang telah mereka perbuat.” (al-An’am: 88)
Oleh karena itu, berlepas dari keimanan akan menghapus seluruh amal saleh, sebagaimana masuk ke dalam Islam dan beriman, akan menutupi (menghapus) kejelekan yang dilakukan sebelumnya walaupun besar.
Bertobat dari dosa-dosa yang dapat menghapuskan iman, merusaknya, dan menguranginya, akan menghapuskan (kejelekan) sebelumnya.
(Diambil dari kitab at-Taudhih wal Bayan li Syajaratil Iman karya asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di dengan sedikit perubahan oleh al-Ustadz Abdul Jabbar)