Bahaya Memuji Ahli Bid’ah & Mendiamkan Kebid’ahan

Dalam kitabnya, Mukhtashar Firaqil Fuqaha, Abul Walid Sulaiman al-Baji menyebutkan tentang al-Qadhi Abu Bakr al-Baqillani sebagai berikut.

Abu Dzar ‘Abd bin Ahmad al-Anshari al-Harawi cenderung kepada mazhab Asy’ariyah. Aku pun bertanya kepadanya, “Dari mana engkau mendapatkan (mazhab) ini?”

Abu Dzar al-Harawi menjawab, “Dahulu aku pernah berada di Baghdad bersama dengan al-Hafizh Abul Hasan Ali bin Umar ad-Daraquthni. Kami berjumpa dengan al-Qadhi Abu Bakr Muhammad bin Thayyib (al-Baqillani). Ad-Daraquthni kemudian memeluk dan mencium wajah serta kedua mata orang tersebut. Setelah kami berpisah dengannya, aku bertanya kepada ad-Daraquthni, ‘Siapa orang tadi, yang aku sangka engkau tidak akan memperlakukannya demikian rupa padahal engkau adalah imam di masamu?’

Ad-Daraquthni menjawab, ‘Dia adalah imam kaum muslimin, pembela agama. Dialah al-Qadhi Abu Bakr bin ath-Thayyib’.”

Abu Dzar al-Harawi mengatakan kepada al-Baji, “Sejak saat itulah aku bolak-balik mendatanginya bersama ayahku. Aku pun mengikuti mazhabnya.” (as-Siyar, 17/558—559; Tadzkiratul Huffazh, hlm. 997; Nafhu ath-Thayyib, 2/70)

Penulis Lammud Durril Mantsur mengatakan, “Sikap diam terhadap ahli bid’ah dan tidak menjelaskan keadaan mereka akan memerdaya orang yang tidak tahu sehingga mereka jatuh dalam bid’ah tersebut. Akan lebih parah dan lebih pahit lagi apabila ahli bid’ah dipuji oleh orang yang lahiriahnya baik dan bertakwa.” (Lammud Durril Mantsur minal Qaulil Ma’tsur, Jamal bin Furaihan al-Haritsi, hlm. 187)