• Majalah Islam AsySyariah
Kamis, Januari 21, 2021
Majalah Asy Syariah
  • Beranda
  • Majalah
    • Tebar Asy-Syariah
    • Daftar Agen
    • Majalah Asy Syariah – Digital
  • Tanya Jawab
  • Artikel
    • All
    • Akhlak
    • Akidah
    • Doa
    • Hadits
    • Kajian Utama
    • Khutbah Jumat
    • Manhaji
    • Pengantar Redaksi
    • Permata Salaf
    • Surat Pembaca
    • Tafsir
    Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

    Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

    Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

    Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

    Adab Ketika Sakit

    Adab Ketika Sakit

    Rukun dan Syarat Akad Nikah

    Rukun dan Syarat Akad Nikah

    Negeri Islam Target Operasi Syiah

    Negeri Islam Target Operasi Syiah

    Melakukan Kekafiran dalam Keadaan Mabuk

    Melakukan Kekafiran dalam Keadaan Mabuk

    Trending Tags

    • Audio
      • Audio Tanya Jawab
      • Audio Kajian
      • Audio Khutbah Jumat
      • Audio Kutipan
    • Ebook
    No Result
    View All Result
    Majalah Asy Syariah
    • Beranda
    • Majalah
      • Tebar Asy-Syariah
      • Daftar Agen
      • Majalah Asy Syariah – Digital
    • Tanya Jawab
    • Artikel
      • All
      • Akhlak
      • Akidah
      • Doa
      • Hadits
      • Kajian Utama
      • Khutbah Jumat
      • Manhaji
      • Pengantar Redaksi
      • Permata Salaf
      • Surat Pembaca
      • Tafsir
      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

      Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

      Adab Ketika Sakit

      Adab Ketika Sakit

      Rukun dan Syarat Akad Nikah

      Rukun dan Syarat Akad Nikah

      Negeri Islam Target Operasi Syiah

      Negeri Islam Target Operasi Syiah

      Melakukan Kekafiran dalam Keadaan Mabuk

      Melakukan Kekafiran dalam Keadaan Mabuk

      Trending Tags

      • Audio
        • Audio Tanya Jawab
        • Audio Kajian
        • Audio Khutbah Jumat
        • Audio Kutipan
      • Ebook
      No Result
      View All Result
      Majalah Asy Syariah
      No Result
      View All Result
      Home Majalah Edisi 111 s.d. 120 Asy Syariah Edisi 118

      Iddah dan Macamnya

      Oleh Redaksi
      17/09/2020
      di Asy Syariah Edisi 118, Niswah
      0
      Iddah dan Macamnya

      Kata iddah diambil dari kata ‘adad yang berarti bilangan, karena masa iddah itu terbatas (dalam hitungan bilangan tertentu). Iddah adalah penantian seorang wanita (selama waktu tertentu) untuk tidak melangsungkan pernikahan berikutnya setelah perpisahan dengan suami sebelumnya. (Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram, Abdullah Alu Bassam, 5/561)

      Kata iddah di antaranya terdapat pada surah ath-Thalaq,

      وَٱلَّٰٓـِٔي يَئِسۡنَ مِنَ ٱلۡمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمۡ إِنِ ٱرۡتَبۡتُمۡ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشۡهُرٍ وَٱلَّٰٓـِٔي لَمۡ يَحِضۡنَۚ  

      “Dan istri-istri kalian yang telah berhenti dari haid (menopause) (yang kalian talak), jika kalian ragu, iddah mereka adalah tiga bulan, demikian pula iddah istri-istri yang belum haid (karena masih kecil/belum baligh).” (ath-Thalaq: 4)

      Baca juga: Definisi dan Hukum Talak

      Dasar hukumnya ada dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijmak/kesepakatan ulama dengan bersandar kepada dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah.

      Dalil dari Al-Qur’an antara lain firman Allah subhanahu wa ta’ala,

      وَٱلۡمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ

      “Dan istri-istri yang ditalak (oleh suami-suami mereka) hendaklah menahan diri-diri mereka….” (al-Baqarah: 228)

      Dalil dari As-Sunnah banyak sekali, di antaranya perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada sahabiyah Fathimah bintu Qais radhiallahu anha yang ditalak tiga oleh suaminya untuk menjalani masa iddah di rumah Ummu Syarik radhiallahu anha, sebelum akhirnya beliau shallallahu alaihi wa sallam menyuruhnya pindah ke rumah Ibnu Ummi Maktum radhiallahu anhu, seorang sahabat yang buta. (HR. Muslim no. 3681)

      Hikmah Disyariatkannya Iddah

      Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan iddah sebagai waktu tenggang sebelum benar-benar terjadi perpisahan antara suami dan istri. Syariat ini memiliki hikmah dan rahasia yang agung. Hikmah tersebut berbeda-beda sesuai dengan keadaan perpisahan antara suami-istri.

      Di antara hikmahnya,

      1. Bisa diperoleh kepastian kosongnya rahim si perempuan dari benih suami yang menalaknya (tidak mengandung anak dari si suami).

      Dengan demikian, tidak akan terjadi percampuran dua benih di dalam rahim satu perempuan seandainya dia menikah lagi dengan lelaki lain. Jadi, nasab tidak akan diragukan dan akan terjaga.

      1. Menunjukkan agungnya akad nikah, tingginya kadarnya, dan menampakkan kemuliaannya.
      2. Dipanjangkannya waktu untuk rujuk bagi suami yang menalak dengan talak raj’i (talak satu dan talak dua).

      Sebab, bisa jadi timbul penyesalan dalam hatinya setelah beberapa waktu perceraian tersebut terjadi. Dengan adanya iddah, dia masih memiliki kesempatan untuk rujuk. Hikmah ini diisyaratkan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala,

      لَا تَدۡرِي لَعَلَّ ٱللَّهَ يُحۡدِثُ بَعۡدَ ذَٰلِكَ أَمۡرًا

      “Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah (perceraian) itu suatu hal yang baru.”[1] (ath-Thalaq: 1)

      Baca juga: Mempersaksikan Talak dan Rujuk
      1. Menunaikan hak suami dan menampakkan kesedihan akan kehilangan dirinya, apabila iddah tersebut karena wafatnya suami. (Taudhihul Ahkam, 5/561—562)

      Macam-Macam Iddah

      Iddah ada dua macam:

      1. Iddah karena wafat/cerai mati

      a. Iddah istri yang tidak sedang hamil

      Apabila seorang istri ditinggal wafat oleh suaminya, istri wajib menjalani iddah selama 4 bulan 10 hari. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,

      وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوۡنَ مِنكُمۡ وَيَذَرُونَ أَزۡوَٰجًا يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرۡبَعَةَ أَشۡهُرٍ وَعَشۡرًاۖ

      “Dan orang-orang yang wafat di antara kalian (para suami) dan mereka meninggalkan istri-istri, maka hendaklah istri-istri tersebut menahan diri mereka selama empat bulan sepuluh hari.” (al-Baqarah: 234)

      Masa iddah 4 bulan 10 hari tersebut dijalani oleh istri yang tidak dalam kondisi hamil saat ditinggal wafat suaminya. Dengan kata lain, rahimnya kosong dari benih suaminya yang wafat.

      b. Iddah istri yang sedang hamil

      Apabila si istri yang ditinggal tersebut sedang hamil, iddahnya berbeda; yaitu sampai dia melahirkan kandungannya. Mengapa? Sebab, hikmah terbesar disyariatkannya iddah adalah untuk memastikan kosongnya rahim dari janin, dan ini sangat jelas dengan adanya kelahiran.

      Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

      وَأُوْلَٰتُ ٱلۡأَحۡمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعۡنَ حَمۡلَهُنَّۚ

      “Istri-istri yang sedang hamil (yang berpisah dengan suaminya), maka waktunya (berakhirnya iddah) adalah dengan mereka melahirkan kandungan mereka.” (ath-Thalaq: 4)

      Baca juga: Fatwa Seputar Talak

      Masa iddah istri yang sedang hamil ini bisa lebih pendek dari 4 bulan 10 hari dan bisa pula lebih panjang, tergantung kapan dia melahirkan kandungannya.

      Hal ini ditunjukkan dalam As-Sunnah,

      أَنَّ سُبَيْعَةَ الْأَسْلَمِيَّةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا نُفِسَتْ بَعْدَ وَفَاةِ زَوْجِهَا بِلَيَالٍ, فَجَاءَتِ إِلَىالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاسْتَأْذَنَتهْ أَنْ تَنْكِحَ فَأَذِنَ لَهَا فَنَكَحَتْ.

      “Subai’ah al-Aslamiyah melahirkan beberapa malam setelah suaminya meninggal dunia. Dia pun mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam guna meminta izin menikah (lagi). Beliau shallallahu alaihi wa sallam mengizinkannya, Subai’ah pun menikah[2].” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

      Az-Zuhri rahimahullah berkata, “Aku memandang tidak apa-apa dia menikah dalam keadaan masih nifas, hanya saja suaminya jangan ‘menggaulinya’ sampai dia suci.” (Riwayat Muslim setelah hadits no. 3706)

      Baca juga: Akad Nikah Ketika Sedang Haid

      Kata Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah,

      “Apa yang dikatakan az-Zuhri benar. Sebab, tidak apa-apa si perempuan menikah setelah persalinannya walaupun darah nifasnya masih keluar, belum suci dari nifasnya. Akan tetapi, suaminya jangan ‘mendekatinya’ sampai dia suci dari nifas.

      “Demikian pula haid, tidak apa-apa seorang lelaki menikahi perempuan yang sedang haid, tetapi si suami jangan ‘mendekatinya’ sampai dia suci.

      “Akan tetapi, apakah kita biarkan pengantin baru itu berduaan?

      Dalam hal ini ada perincian:

      • Jika suami kuat agamanya dan berakal, tidak apa-apa kita biarkan dia masuk berduaan dengan istrinya yang sedang haid. Sebab, dia tahu bahwa jimak dengan istri yang sedang haid hukumnya haram.
      • Jika suami adalah anak muda yang tampak meremehkan aturan agama dan kurang agamanya, kita jangan memasukkannya untuk berduaan dengan istrinya yang baru dinikahi karena si pemuda tidak akan kuat menahan dirinya. Kita katakan, ‘Tunggulah (untuk berduaan) sampai istrimu suci’.” (Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 5/109)
      Baca juga: Mempersaksikan Talak dan Rujuk

      Sebagian kecil ulama memandang bahwa iddah istri yang hamil yang ditinggal wafat oleh suaminya adalah waktu yang paling jauh dari dua waktu yang ada, baik dalam hitungan bulan maupun dengan kehamilan.

      Jika kehamilannya lebih dari 4 bulan 10 hari, dia beriddah dengan kehamilan tersebut, yakni sampai melahirkan kandungannya. Jika dia melahirkan sebelum 4 bulan 10 hari, dia beriddah dengan waktu 4 bulan 10 hari.

      Akan tetapi, jumhur ulama, termasuk para imam yang empat berpendapat bahwa dalil surah al-Baqarah ayat 234 di atas dikhususkan dengan hadits Subai’ah. Jadi, ayat di atas berlaku khusus untuk istri yang tidak sedang hamil. Adapun untuk istri yang sedang hamil, berlaku hukum berdasarkan surah ath-Thalaq ayat 4.

      Dengan demikian, ayat dalam surah ath-Thalaq ini berlaku umum untuk semua istri yang sedang hamil, baik berpisah dengan suaminya karena wafat maupun karena cerai hidup; iddahnya berakhir dengan dia melahirkan kandungannya. (al-Minhaj, 1/348, Taudhihul Ahkam 5/565, Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 5/107—108)

      1. Iddah karena cerai hidup

      Apabila suami menjatuhkan talak kepada istrinya yang sedang hamil, iddahnya berakhir sampai si istri melahirkan, berdasar dalil surah ath-Thalaq ayat 4. Adapun ayat berikut ini,

      ٱلۡمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٍۚ

      “Istri-istri yang ditalak hendaklah menahan diri mereka selama tiga quru’.” (al-Baqarah: 228),

      yang dimaksud adalah istri yang ditalak oleh suaminya dalam kondisi tidak sedang hamil.

      Quru’ yang disebut dalam ayat dapat dipahami dari hadits Aisyah radhiallahu anha berikut ini.

      أَنَّ أُمَّ حَبِيْبَةَ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ فَسَأَلَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَهَا أَنْ تَدَعَ الصَّلاَةَ أَيَّامَ أَقْرَاءِهَا

      “Ummu Habibah radhiallahu anha biasa mengalami istihadah. Dia bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Beliau lalu memerintah Ummu Habibah untuk tidak mengerjakan shalat pada hari-hari quru’nya.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih dalam Shahih Abi Dawud)

      Hadits di atas menunjukkan bahwa quru’ adalah haid karena wanita istihadah hanyalah meninggalkan shalat pada saat hari-hari haidnya. Inilah pendapat yang lebih kuat terkait quru’.

      Baca juga: Istihadhah (bagian 1)

      Apabila istri yang ditalak masih belia, belum balig, atau sudah berusia tua dan telah terputus dari haid (menopause), iddahnya tidak bisa disandarkan pada haid. Hitungannya adalah tiga bulan, berdasar firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surah ath-Thalaq ayat 4.

      Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan, “Ayisah yang disebutkan dalam ayat adalah perempuan yang telah terputus dari haid karena usia yang sudah tua. Masa iddahnya adalah tiga bulan sebagai pengganti tiga quru’ untuk iddah perempuan yang masih haid, sebagaimana ditunjukkan dalam surah al-Baqarah. Demikian pula, perempuan yang masih kecil yang belum mencapai usia haid, iddahnya seperti iddah ayisah, yaitu tiga bulan.” (Tafsir Ibni Katsir, 8/119)

      Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.


      Catatan Kaki

      [1] Yaitu timbul penyesalan dari suami dan ingin rujuk. (Tafsir Ibni Katsir, 8/115)

      [2] Dikisahkan bahwa setelah melahirkan kandungannya, Subai’ah berhias untuk menerima pinangan. Ketika Abu as-Sanabil ibnu Ba’kak dari Bani Abdid Dar melihat apa yang dilakukan Subai’ah, dia pun mengingkarinya. Dia menganggap, seharusnya Subai’ah melakukan iddah selama 4 bulan 10 hari. Subai’ah kemudian berangkat menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk meminta fatwa tentang perkaranya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menetapkan bahwa Subai’ah telah halal untuk menikah setelah melahirkan kandungannya.

       

      Ditulis oleh Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyah

       

       

       

      Tags: ceraihukum talakiddahtalak
      Previous Post

      Nikahkan Dia dengan Ridhanya

      Next Post

      Suami Mandul, Istri Minta Cerai

      Related Posts

      Keluar Flek di Luar Waktu Haid

      Keluar Flek di Luar Waktu Haid

      Oleh Redaksi
      09/12/2020
      0

      Pertanyaan: Seorang perempuan mengalami flek coklat hanya setitik selama tiga hari. Pernah pula ada darah setitik, tetapi sampai sekarang belum...

      Wanita Membaca Al-Qur’an Tanpa Penutup Kepala

      Wanita Membaca Al-Qur’an Tanpa Penutup Kepala

      Oleh Redaksi
      25/11/2020
      0

      Pertanyaan: Apakah boleh wanita membaca Al-Qur’an tanpa memakai tutup kepala di dalam rumah, atau sambil tiduran karena sambil menidurkan anak?...

      Next Post
      Suami Mandul, Istri Minta Cerai

      Suami Mandul, Istri Minta Cerai

      Sampai Kapan Anak Lelaki Dinafkahi?

      Sampai Kapan Anak Lelaki Dinafkahi?

      Aktual

      Shalat Berjamaah di Masjid Saat Hujan

      Oleh Redaksi
      21/01/2021
      0
      Memakai Minyak Wangi untuk Shalat
      Aktual

      Pertanyaan: Apakah uzur tidak shalat berjamaah di masjid karena hujan itu gugur dengan adanya payung dan mantel? Jawaban: Adanya uzur...

      Selengkapnya

      Tayamum untuk Mengangkat Hadats Besar

      Oleh Redaksi
      21/01/2021
      0
      Tayamum untuk Mengangkat Hadats Besar
      Aktual

      Pertanyaan: Saya sedang sakit dan merasa khawatir jika mandi. Akan tetapi, saya mampu dan bisa untuk berwudhu. Ketika saya junub,...

      Selengkapnya

      Artikel Terbaru

      Kafarat Tebusan Sumpah
      Asy Syariah Edisi 035

      Kafarat Tebusan Sumpah

      Oleh Redaksi
      30/12/2020
      0

      Pertanyaan: Apa kafaratnya bila seseorang melanggar sumpahnya? Apakah dibolehkan mengganti kafarat tersebut dengan uang? Jawab: Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-‘Ilmiyah...

      Selengkapnya
      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      28/12/2020
      Nabi Adam Dikeluarkan dari Surga

      Nabi Adam Dikeluarkan dari Surga

      25/12/2020

      Audio Terbaru

      Cadar & Celana Cingkrang, Simbol Radikalisme?

      Cadar & Celana Cingkrang, Simbol Radikalisme?

      Oleh Redaksi
      31/10/2020
      0

      Pertanyaan: Apakah cadar dan celana panjang di atas mata kaki (cingkrang) adalah simbol radikalisme, atau simbol anti-merah putih NKRI? Pertanyaan...

      takaran 1 sho' zakat fitrah

      Ukuran Zakat Fitrah Sesuai Ukuran Sha’ di Zaman Nabi

      Oleh Redaksi
      22/05/2020
      0

      Tanya: Bismillah Telah beredar luas sebuah potongan video yang berisi penjelasan ukuran zakat fitrah sesuai ukuran sha’ di zaman Nabi,...

      Tolak Bencana musibah dengan Takwa

      Tolak Musibah dengan Takwa

      Oleh Redaksi
      13/05/2020
      0

      Link Download Audio Untuk menolak bala tersebut... Untuk menolak musibah tersebut, solusi yang Allah dan Rasul sebutkan...

      nasihat untuk tenaga medis terkait wabah covid19

      Nasihat dan Dukungan untuk Tenaga Medis Terkait Covid-19

      Oleh Redaksi
      27/03/2020
      0

      Link Download Audio Kepada para tenaga medis yang berkecimpung dalam penanganan pasien virus Corona (Covid-19), saya menasihatkan...

      Majalah Asy Syariah (versi digital)

      Selain versi cetak, tersedia pula Majalah Asy Syariah dalam versi digital, Untuk membaca versi digital, Anda bisa mengunduhnya di Smartphone Android anda dengan menggunakan Aplikasi Google Play Book

      KUNJUNGI MAJALAH ASY SYARIAH DI GOOGLE PLAY BOOK

      AsySyariah edisi khusus 02 Mengapa Teroris Tidak Pernah Habis?

      Kontak

      Redaksi: 0813-2807-8414
      Sirkulasi: 0858-7852-5401
      Layanan: 0823-2741-2095
      Email: asysyariah@gmail.com

      Tentang Majalah AsySyariah

      Majalah AsySyariah adalah Majalah ahlussunnah wal jamaah di Indonesia. Membahas dan menampilkan pembahasan artikel berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah dengan apa yang di pahami oleh generasi awal umat ini.

      Alamat

      Jl. Titi Bumi - Potrojoyo 2 No. 082 (gg. Kenanga 26B) RT 01 Patran, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55599

      • Majalah Islam AsySyariah
      • Pengiriman
      • Daftar Agen

      © 1442 H Majalah Asy Syariah
      Web Desain oleh DakwahStudio.

      No Result
      View All Result
      • Beranda
      • Majalah
        • Tebar Asy-Syariah
        • Daftar Agen
        • Majalah Asy Syariah – Digital
      • Tanya Jawab
      • Artikel
      • Audio
        • Audio Tanya Jawab
        • Audio Kajian
        • Audio Khutbah Jumat
        • Audio Kutipan
      • Ebook

      © 1442 H Majalah Asy Syariah
      Web Desain oleh DakwahStudio.