‘Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata kepada sahabatnya, “Marilah kita menambah iman!” Lalu mereka berzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Hubaib bin Hamasah radhiallahu ‘anhu berucap, “Sesungguhnya iman bertambah dan berkurang.”
Ia ditanya, “Apakah tanda bertambah dan berkurangnya?”
Ia menjawab, “Jika kita mengingat dan takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka itu tanda bertambahnya keimanan; dan jika kita lalai, lupa, dan menyia-nyiakan waktu, itu pertanda berkurangnya iman.”
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Seluruh keyakinan yang benar adalah keimanan.” (Maksudnya keyakinan yang mendorong amal saleh).
Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu berkata, “Marilah duduk bersamaku untuk beriman (berzikir) sesaat.”
Al-Hasan al-Bashri rahimahullah bertutur, “Aku mencari jannah (surga) dengan keyakinan, lari dari neraka dengan keyakinan, menunaikan kewajiban dan sabar di atas kebenaran dengan keyakinan.” (maksudnya dengan iman)
‘Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah menulis surat kepada ‘Adi bin ‘Adi, “Sesungguhnya iman mempunyai kewajiban-kewajiban, syariat-syariat, hukum-hukum, dan sunnah-sunnahnya. Barang siapa menyempurnakan perkara-perkara tersebut maka ia telah menyempurnakan keimanannya. Dan barang siapa tidak menyempurnakannya berarti ia belum menyempurnakan keimanannya. Jika aku masih diberi umur panjang, aku akan menjelaskan masalah ini kepadamu hingga kamu melaksanakannya. Jika aku mati, maka aku memang tidak bersemangat untuk bersama kalian.”
Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Bila keimanan bersemi dalam hati sesuai dengan tuntunan syariat niscaya hati rindu terbang ke jannah dan takut dari siksa neraka.”
Luqman berkata, “Amal tidak mampu tegak kecuali dengan iman. Barang siapa lemah keimanannya, maka lemah amalnya.”
Abdullah bin Ukaim rahimahullah bercerita, “Aku mendengar Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berdoa, ‘Ya Allah, tambahkan keimanan, keyakinan, dan pemahamanku’.”
(Dari Fathul Bari karya Ibnu Rajab al-Hanbali, Maktabah Sahab)
Comments are closed.