Kullabiyah, Pendahulu Asy’ariyah

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak)

Siapakah Kullabiyah?
Kullabiyah adalah orang-orang yang menisbahkan diri kepada Abdullah bin Said bin Kullab, masyhur dengan Ibnu Kullab.
Al-Imam adz-Dzahabi berkata, “Dia adalah tokoh ahlul kalam (filsafat) dari Bashrah di zamannya.”

Pemikiran Ibnu Kullab
Ibnu Kullab menafikan sifat-sifat yang berkaitan dengan masyiah dan iradah (kehendak), seperti datang, cinta, benci, dan lain-lain.
Mereka menyatakan bahwa sifat kalam itu seperti sifat ilmu dan qudrah, tidak dengan huruf atau suara dan tidak terbagi. Al-Qur’an adalah hikayat (ungkapan) kalamullah. Dia menyatakan bahwa iman hanyalah ma’rifah dan ikrar dengan lisan. (Lihat Mauqif Ibnu Taimiyah minal Asya’irah)

Murid-Murid Ibnu Kullab
Al-Imam adz-Dzahabi t mengisyaratkan, di antara murid Ibnu Kullab adalah Dawud azh-Zhahiri dan Harits al-Muhasibi.

Sikap Ulama Ahlus Sunnah terhadap Kullabiyah
Ibnu Khuzaimah t berkata ketika ditanya oleh Abu Ali ats-Tsaqafy, “Apa yang kau ingkari, wahai ustadz, dari mazhab kami supaya kami bisa rujuk darinya?”
Ibnu Khuzaimah berkata, “Karena kalian condong kepada pemahaman Kullabiyah. Ahmad bin Hanbal termasuk orang yang paling keras terhadap Abdullah bin Said bin Kullab dan teman-temannya, seperti Harits dan lainnya.”
Al-Imam Ahmad t pernah memerintahkan kaum muslimin untuk mengisolir Harits al-Muhasibi, sehingga tidak ada yang shalat bersama Harits kecuali empat orang.
Ibnu Taimiyah t berkata, “Adapun Harits al-Muhasibi dia digolongkan sebagai pengikut Ibnu Kullab. Oleh karena itu, al-Imam Ahmad t memerintahkan mengisolirnya, al-Imam Ahmad memang memperingatkan umat dari Ibnu Kullab dan pengikutnya.”
Abu Abdurrahman as-Sulami juga mengecam Kullabiyah.

Hubungan Kullabiyah dengan Asyariyah
Ibnu Taimiyah t berkata, “Kullabiyah adalah guru-guru orang Asy’ariyah, karena Abul Hasan al-Asy’ari mengikuti jalan Abu Muhammad bin Kullab….” (Kitab Istiqamah)
Dalam Majmu’ Fatawa beliau berkata, “Abul Hasan menempuh jalan Ibnu Kullab dalam masalah keyakinan terhadap sifat Allah….” (Majmu Fatawa, 12/178)