(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari)
Zakat uang wajib hukumnya pada setiap uang yang dikumpulkan oleh seseorang dari hasil keuntungan usaha dagang, hasil sewa rumah, gaji/upah, atau yang semacamnya, dengan syarat uang itu mencapai nishab dan sempurna haul yang harus dilewatinya. Tidak ada bedanya dalam hal ini apakah uang yang dikumpulkan itu diniatkan untuk modal usaha, nafkah, untuk pernikahan, atau tujuan lainnya. Karena uang dengan berbagai jenis mata uang yang ada pada masa ini dan mendominasi muamalah kaum muslimin menggantikan posisi emas (dinar) dan perak (dirham) yang dipungut zakatnya pada masa Rasulullah n. Uang sebagai pengganti emas (dinar) dan perak (dirham) menjadi tolok ukur dalam menilai harga suatu barang sebagaimana halnya dinar dan dirham pada masa itu.
Sebenarnya dalam masalah zakat uang ada khilaf di kalangan ulama, namun tidak diragukan lagi bahwa pendapat inilah yang benar. Hal ini difatwakan oleh Al-Lajnah Ad-Daimah yang diketuai oleh Al-Imam Al-’Allamah Abdul ‘Aziz bin Baz dalam Fatawa Al-Lajnah (9/254, 257), Al-Imam Al-’Allamah Al-’Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (6/98-99, 101), guru besar kami Al-Imam Al-’Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i dan guru kami Al-Faqih Abdurrahman Mar’i Al-’Adni.1
1 Kami telah membahas tuntas masalah ini dalam rubrik Problema Anda Vol. IV/No. 45/1429 H/2008 hal. 55