Kebencian Yahudi Terhadap Malaikat Jibril

Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata,

قَالَ أَنَسٌ: قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ سَلاَمٍ لِلنَّبيِّ :إِنَّ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ عَدُوُّ الْيَهُوْدِ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ

“Abdullah bin Salam radhiallahu anhu berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, ‘Sesungguhnya Jibril alaihis salam adalah musuh bagi Yahudi dari kalangan malaikat’.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. 12502, 12728, 13365), Imam al-Bukhari dalam “Kitab Bad`ul Khalq”, “Bab Dzikru Malaikat”, “Kitab Ahaditsul Anbiya” (no. 3329), “Kitab Manaqib al-Anshar” (no. 3911, 3938), dan “Kitab at-Tafsir” (no. 4480).

Matan Hadits

Hadits di atas merupakan bagian dari hadits yang lengkapnya sebagai berikut.

عَنْ أَنَسٍ قَالَ: سَمِعَ عَبْدُ اللهِ بنُ سَلاَمٍ بِقُدُوْمِ رَسُوْلِ اللهِ وَهُوَ فِى أَرْضٍ يَخْتَرِفُ، فَأَتَى النَبِيَّ فَقَالَ إِنِّى سَاِئَلُكَ عَنْ ثَلاَثٍ لاَ يَعْلَمُهُنَّ إِلاَّ نَبِيٌّ؛ فَمَا أَوَّلُ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ؟ وَمَا أَوَّلُ طَعَامِ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ وَمَا يَنْزِعُ الْوَلَدَ إِلَى أَبْيِهِ أَوْ إِلَى أُمِّهِ؟

Dari Anas, dia berkata, “Abdullah bin Salam mendengar kedatangan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan ia tengah berada di sebuah kebun sedang memetik buah (kurma).

Datanglah ia kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan berkata, ‘Sesungguhnya saya akan bertanya kepadamu tentang tiga hal. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali seorang nabi: Apa awal tanda datangnya hari kiamat? Makanan apakah yang pertama kali bagi penduduk janah (surga)? Apakah yang menyebabkan anak dapat serupa dengan ayah atau ibunya?’

قَالَ: أَخْبَرَنِى بِهِنَّ جِبْرِيْلُ آنِفاً. قَالَ: جِبْرِيْلُ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: ذَاكَ عَدُوُّ الْيَهُوْدِ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ‘Baru saja Jibril memberitakan kepadaku (jawaban) tiga perkara itu.’

Abdullah bin Salam bertanya, ‘Jibril?!’

Beliau menjawab, ‘Ya.’

Abdullah berkata, ‘Itu adalah musuh Yahudi dari kalangan para malaikat.’

Baca juga: Yahudi dan Nasrani dalam Perspektif Islam Nusantara

فَقَرأَ هَذِهِ اْلآيَةَ: {قُلۡ مَن كَانَ عَدُوًّا لِّـجِبۡرِيلَ فَإِنَّهُۥ نَزَّلَهُۥ عَلَىٰ قَلۡبِكَ} أَمَّا أَوَّلُ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ فَنَارٌ تَحْشُرُ النَّاسَ مِنَ الْمَشْرِقِ إِلَى الْمَغْرِبِ، وَأَمَّا أَوَّلُ طَعَامِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَزِيَادَةُ كَبِدِ الْحُوْتِ، وَإِذَا سَبَقَ مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَ الْـمَرْأَةِ نَزَعَ الْوَلَدَ، وَإِذَا سَبَقَ مَاءُ الْمَرْأَةِ نَزَعَتْ.

Kemudian beliau membaca ayat,

قُلۡ مَن كَانَ عَدُوًّا لِّـجِبۡرِيلَ فَإِنَّهُۥ نَزَّلَهُۥ عَلَىٰ قَلۡبِكَ

‘Barang siapa menjadi musuh Jibril, Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur’an) ke dalam hatimu)[1].’

Awal tanda hari kiamat adalah munculnya api yang menghimpun manusia dari masyriq (timur) ke magrib (barat). Makanan yang pertama bagi penghuni janah adalah potongan yang menempel pada hati ikan. Apabila air mani laki-laki memancar mendahului air mani wanita, anak yang akan lahir serupa dengan ayahnya (laki-laki). Namun, apabila air mani wanita mendahului, anak yang akan lahir serupa dengan ibunya (wanita).’

قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُوْلُ اللهِ. يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ الْيَهُوْدَ قَوْمٌ بُهُتٌ، وَإِنَّهُمْ إِنْ يَعْلَمُوا بِإِسْلاَمِي قَبْلَ أَنْ تَسْأَلَهُمْ يَبْهَتُوْنِى.

Abdullah bin Salam berkata, ‘Aku bersaksi bahwa tidak sembahan yang hak selain Allah dan aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah. Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Yahudi adalah suatu kaum yang mengada-adakan kebohongan. Sesungguhnya jika mereka mengetahui keislamanku sebelum engkau bertanya kepada mereka, pasti mereka akan membuat kedustaan atas diriku.’

Baca juga: Dusta, Prinsip Agama Rafidhah (Syiah)

فَجَاءَتِ الْيَهُوْدُ، فَقَالَ النَّبِيُّ: أَيُّ رَجُلٍ عَبْدُ اللهِ فِيْكُمْ؟

Datanglah orang-orang Yahudi. Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun bertanya, ‘Bagaimana menurut kalian seorang laki-laki yang bernama Abdullah?’

قَالُوا: خَيْرُنَا وَابْنُ خَيْرِنَا، سَيِّدُنَا وَابْنُ سَيِّدِنَا.

Mereka menjawab, ‘Dia orang yang terbaik di antara kami, anak seorang yang terbaik di antara kami, pemuka kami, anak seorang pemuka kami.’

قَالَ: أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَسْلَمَ عَبْدُ اللهِ بْنُ سَلاَمٍ؟ فَقَالُوا: أَعَاذَهُ اللهُ مِنْ ذَلِكَ.

Beliau bertanya, ‘Bagaimana pendapat kalian jika Abdullah bin Salam masuk Islam?’

Mereka menjawab, ‘Semoga Allah melindunginya dari perkara itu.’

فَخَرَجَ عَبْدُ اللهِ فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ.

Keluarlah Abdullah dan berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang hak selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah.’

Baca juga: Makna Syahadat Muhammad Rasulullah

فَقَالُوا: شَرُّنَا وَابْنُ شَرِّنَا. وَانْتَقَصُوْهُ. قَالَ: فَهَذَا الَّذِي كُنْتُ أَخَافُ، يَا رَسُوْلَ اللهِ

Kemudian mereka berkata, ‘Dia orang yang terburuk di antara kami, dan anak seorang terburuk di antara kami….’ Mereka terus menjelek-jelekkannya.

Abdullah berkata, ‘Inilah yang aku khawatirkan, wahai Rasulullah’.”

Penjelasan Jalur Periwayatan

Dalam Musnad Imam Ahmad terdapat tiga jalan periwayatan dari sahabat Anas bin Malik radhiallahu anhu.

Pertama, dari Humaid bin Abi Humaid at-Thawil Abu Ubaidah al-Khuza’i al-Bashri.

Dari Humaid ada tiga perawi yang meriwayatkan darinya. Mereka adalah

  • Hammad bin Salamah Abu Salamah al-Bashri,
  • Ismail bin Ibrahim al-Asadi Abu Bisyr al-Bashri, dan
  • Muhammad bin Ibrahim as-Sulami Abu Amr al-Bashri.

Kedua, dari Abdul Aziz bin Shuhaib Abu Hamzah al-Bashri.

Dari Abdul Aziz ada seorang perawi yang meriwayatkan darinya, yaitu Abdul Warits bin Said bin Dzakwan al-Anbari.

Ketiga, dari jalan Tsabit bin Aslam al-Bunani Abu Muhammad al-Bashri.

Dari Tsabit bin Aslam terdapat seorang rawi yang meriwayatkan darinya yaitu Hammad bin Salamah Abu Salamah al-Bashri. (lihat Diagram 1)

Diagram 1

Adapun dalam Shahih al-Bukhari terdapat dua jalan periwayatan dari sahabat Anas bin Malik radhiallahu anhu.

Pertama, dari jalan Humaid bin Abi Humaid ath-Thawil Abu Ubaidah al-Khuza’i al-Bashri.

Dari Humaid terdapat tiga perawi yang meriwayatkan darinya. Mereka adalah

  • Marwan bin Muawiyah Abu Abdillah al-Fazari al-Kufi,
  • Bisyr bin Mufadhal ar-Raqasyi Abu Ismail al-Bashri, dan
  • Abdullah bin Bakr al-Bahili Abu Wahb al-Bashri.

Kedua, dari Abdul Aziz bin Shuhaib Abu Hamzah al-Bashri.

Dari Abdul Aziz terdapat seorang perawi yang meriwayatkan darinya yaitu Abdul Warits bin Said bin Dzakwan al-Anbari. (lihat Diagram 2)

Diagram 2

Baca juga: Belajar Mencintai Ilmu Hadits dari Syaikh Muqbil

Lafaz hadits yang tersebut pada pembahasan ini disebutkan Imam al-Bukhari rahimahulllah dalam Shahih-nya pada “Bab Dzikru al-Malaikat” dengan bentuk mu’allaq[2] dengan lafaz yang singkat. Kemudian beliau meriwayatkan pada tempat yang lain dengan sanad yang bersambung dan lafaz yang sempurna seperti tersebut di atas.

Sebagaimana yang tersebut pada diagram periwayatan di atas, kita ketahui bahwa Humaid meriwayatkan dari Anas bin Malik. Terkadang periwayatan beliau dalam bentuk عَنْعَنَةٌ (seperti menggunakan lafadz عَنْ [dari]) sebagaimana riwayat dari jalan Hammad bin Salamah, Ismail bin Ibrahim, Muhammad bin Ibrahim, dan Marwan bin Muawiyah al-Fazari; semua meriwayatkan dari Humaid. Beliau adalah seorang mudallis[3], sebagaimana yang dikatakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahulllah dalam kitabnya Taqrib at-Tahdizb (hlm. 181, cet. Dar ar-Rusyd).

Demikian pula Hammad, Syu’bah, Ibnu Adi, Ibnu Sa’d, Ibnu Hibban, dan yang lainnya menyatakan bahwa Humaid adalah seorang mudallis. (lihat Tahdzibut Tahdzib, 1/494 – 495 cet. Muassasah ar-Risalah)

Baca juga: Istilah Hadits

Namun, kesamaran riwayat beliau ini telah dipertegas dengan bentuk yang gambling—menunjukkan bahwa ia mendengar langsung dari rawi di atasnya—seperti pada riwayat dari jalan Bisyr bin Mufadhdhal dan Abdullah bin Bakr. Keduanya berkata, “Humaid telah memberitakan kepada kami, Humaid berkata, “Anas bin Malik telah memberitakan kepada kami.”

Demikian pula pernyataan al-Hafizh Abu Said al-Ala`i. Kalaupun dikatakan bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan Humaid dari Anas adalah mudallasah (periwayatan dengan lafaz yang samar), tetapi telah jelas siapa yang menjadi perantara antara beliau dengan Anas (yaitu Tsabit bin Aslam). Tsabit adalah seorang yang tsiqah (dipercaya).

Penjelasan Mufradat Hadits

  • Kalimat:

وَهُوَ فِى أَرْضٍ يَخْتَرِفُ

Artinya, ia berada di sebuah kebun sedang memetik buah (kurma).

Lafaz ini terdapat pada riwayat dari jalan Abdullah bin Bakr, dari Hammad, dari Anas bin Malik. Yang mempertegas bahwa ia sedang berada di atas pohon kurma ialah riwayat yang tersebut dalam Musnad Imam Ahmad, sebagaimana riwayat dari jalan Hammad dari Tsabit dan Humaid dari Anas bin Malik dengan lafaz,

وَهُوَ فِى نَخْلِهِ

Artinya, “… ia sedang berada di atas pohon kurma.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan dalam kitab Fathul Bari (7/311) sebuah riwayat dalam Sunan al-Baihaqi dengan lafaz,

وَأَنَا عَلَى رَأسِ نَخْلَةٍ

Artinya, “… dan saya berada di atas pohon kurma.

  • Kalimat:

جِبْرِيْلُ

Ikrimah berkata bahwa nama جِبْرِيْلُ berasal dari kata جبر bermakna عَبْدٌ (hamba), adapun إِيلُ bermakna الله, sehingga nama جِبْرِيْلُ bermakna عَبْدُ اللهِ (hamba Allah).

Pendapat ini juga disandarkan kepada Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, hanya saja terdapat tambahan, “Setiap nama yang padanya ada kata-kata إِيلُ, maknanya adalah Allah.”

Abdullah bin Harits al-Bashri, salah seorang tabiin, menerangkan bahwa nama Allah إيل adalah nama yang menggunakan bahasa Ibrani.

Ali bin Hasan berkata, “Nama جِبْرِيْلُ sama dengan Abdullah, مِيكَائِيلُ sama dengan Ubaidullah, إِسْرَافِيْلُ sama dengan Abdurrahman. Setiap nama yang padanya ada kata إيل, maka bermakna مُعَبَّدٌ لِلّهِ )dihambakan kepada Allah(.”

Ath-Thabari dan yang lainnya berkata, “Pada nama جِبْرِيْلُ terdapat beberapa lughah (dialek/cara membaca):

  • Penduduk Hijaz membacanya dengan جِبْرِيْلُ (Jibril) dan inilah bacaan mayoritas qurra’ (ahli qiraah).
  • Bani Asad membacanya dengan جِبْرِيْن (Jibrin).
  • Sebagian penduduk Najd, Tamim, Qais membaca dengan جَبْرَئِيْل, dan ini bacaan al-Kisai dan Abu Bakr, dan yang dipilih oleh Abu Ubaid.
  • Yahya bin Watsaf dan Alqamah membacanya dengan جَبْراَئِيْل.
  • Yahya bin Adam membacanya dengan جَبْراَئِل.
  • Diriwayatkan dari al-Hasan dan Ibnu Katsir, bahwa keduanya membaca dengan جَبْرِيْلُ.
  • Diriwayatkan dari Yahya bin Ya’mar membacanya dengan جَبْرَئِلُّ.”

(Fathul Bari, 8/205—206, cet. Darul Hadits)

Kemudian dalam kitab Fathul Bari (6/368), al-Hafizh menyebutkan bahwa nama جِبْرِيْلُ terdapat 13 lughah:

جِبْرِيْلُ، جَبْرِيْلُ، جَبْرَئِيْلُ، جَبْرَئِلُ، جَبْرَئِلُّ، جَبْرَائِيْلُ، جَبْرَايِلُ، جَبْرَيْئِيْلُ، جَبْرَالُ، جَبْرَايِلُ، جَرِيْنُ، جِرِيْنُ، جَبْرَئِيْنُ

  • Kalimat:

نَزَعَ الْوَلَدَ

bermakna جَذَبَهُ, yang berarti menariknya. Maksudnya adalah penyerupaan, sebagaimana dalam riwayat yang lain. (lihat artikel Dari Air yang Terpancar)

  • Kalimat:

خَيْرُنَا وَابْنُ خَيْرِنَا، سَيِّدُنَا وَابْنُ سَيِّدِنَا

Pada riwayat yang lain terdapat lafaz عَالِمُنَا وَابْنُ عَاِلِمنَا (orang alim kami, dan anak dari orang alim kami) seperti pada riwayat Hammad, dari Humaid, dari Anas dalam Musnad Imam Ahmad.

Demikian pula dari jalan al-Fazari, dari Humaid, dari Anas dengan lafaz,

وَأَخْبَرُنَا وَابْنُ أَخْبَرِنَا أَعْلَمُنَا وَابْنُ أَعْلَمِنَا

“Orang yang paling tahu di antara kami dan anak orang yang paling tahu di antara kami; orang yang paling berilmu di antara kami dan anak orang yang paling berilmu di antara kami.”

Dalam riwayat Bisyr, dari Humaid, dari Anas dengan lafaz,

أَفْضَلُنَا وَابْنُ أَفْضَلِنَا

“Orang yang paling utama di antara kami dan anak orang yang paling utama di antara kami.”

Al-Hafizh berkata, “Ada kemungkinan semua riwayat itu diucapkan, atau diucapkan sebagiannya dengan makna.” (Lihat Fathul Bari, 7/311)

  • Kalimat:

بُهُتٌ

Dapat dibaca dengan men-dhammah huruf ba dan ha, atau dengan men-dhammah ba dan mensukun ha. Ini adalah bentuk jamak dari kata بَهِيْتٌ, seperti kata قُضُبٌ adalah bentuk jamak dari قَضِيبٌ, dan kata قُلُبٌ adalah bentuk jamak dari قَلِيْبٌ.

Maknanya adalah perkara yang mencengangkan, yang disebabkan oleh hal-hal yang diada-adakan dari suatu kedustaan. Dinukil dari pendapat al-Kirmani bahwa kata ini berasal dari بَهُوْتٌ.

Pada riwayat yang berasal dari jalan Abdul Warits, dari Abdul Aziz, dari Anas, ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam datang ke Madinah. Beliau shallallahu alaihi wa sallam membonceng di belakang Abu Bakr radhiallahu anhu. Abu Bakr radhiallahu anhu adalah orang tua yang dikenal (شَيْخٌ يُعْرَفْ) dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah orang muda yang tidak dikenal (شَابٌّ لاَ يُعْرَف).”

Dari riwayat ini, secara zahir dipahami bahwa Abu Bakr (ash-Shiddiq, -pent.) lebih tua daripada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Namun, perkaranya tidaklah demikian. Sebab, sebagaimana yang tersebut dalam Shahih Muslim dari Muawiyah bahwa Abu Bakr meninggal dalam usia 63 tahun. Dalam riwayat Aisyah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam meninggal juga dalam usia 63 tahun. Padahal didapatkan Abu Bakr masih hidup dua tahun lebih setelah meninggalnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Konsekuensinya, Abu Bakr radhiallahu anhu lebih muda daripada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan selisih dua tahun lebih.

Baca juga: Khalifah Rasulullah Abu Bakr Ash-Shiddiq

Adapun makna kalimat Abu Bakr radhiallahu anhu adalah orang tua yang dikenal ialah beliau telah beruban dan beliau sering melewati orang-orang Madinah pada waktu safarnya untuk berdagang. Berbeda halnya dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang lama tidak melakukan safar dan belum banyak beruban. (Fathul Bari, 7/308—309)

Sebab-Sebab Kebencian Yahudi terhadap Malaikat Jibril

Ats-Tsa’labi menghikayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma tentang sebab kebencian orang Yahudi terhadap Jibril alaihis salam.

Salah seorang nabi mereka memberitakan bahwa Bukhtanashar (Nebukadnezar, -red.) akan menghancurkan Baitul Maqdis. Kemudian mereka mengutus seorang laki-laki untuk membunuhnya. Ketika dijumpainya (Bukhtanashar) adalah seorang pemuda yang lemah, maka Jibril menghalangi upaya laki-laki itu untuk membunuhnya.

Jibril berkata kepada laki-laki tersebut, “Kalau Allah menghendaki untuk membinasakan kalian melalui tangannya (kekuatan Bukhtanashar), kalian tidak akan mampu mencegahnya. Jika Allah menghendaki bukan dia yang berbuat, dengan hak apakah kalian akan membunuhnya?”

Laki-laki itu pun meninggalkannya. Kemudian bertakbirlah Bukhtanashar dan dia memerangi mereka serta menghancurkan Baitul Maqdis. Karena itulah, Yahudi membenci Malaikat Jibril alaihis salam. (lihat Fathul Bari, 8/207)

Baca juga: Makar dan Tipu Daya Ahlul Kitab

Imam Ahmad, at-Tirmidzi, dan an-Nasai telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwa orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka berkata, “Wahai Abul Qasim (kuniah Rasulullah, -pent.), kami akan bertanya kepadamu tentang lima perkara. Jika engkau memberitakan kepada kami perkara itu, kami akan memercayai bahwa engkau seorang nabi dan kami akan mengikutimu (masuk Islam).”

Di antara lima perkara yang ditanyakan, “Siapakah malaikat yang selalu datang kepadamu?”

Beliau menjawab, “Jibril. Tidaklah Allah mengutus setiap nabi kecuali dia (Jibril) yang menjadi wali (penolongnya).”

Mereka pun menjawab, “Di sisi inilah kami tidak sependapat. Kalau saja penolongmu selain Jibril, pasti kami akan mengikutimu dan membenarkannya.”

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya, “Apa yang menghalangi kalian untuk tidak membenarkannya?”

Mereka menjawab, “Sesungguhnya dia adalah musuh kami.”

Pada riwayat yang lain mereka berkata, “Jibril yang turun dengan membawa peperangan, pembunuhan, dan azab. Kalau saja yang menyertaimu adalah Mikail, dialah yang turun membawa rahmat, menumbuhkan tanaman, dan menurunkan hujan.”

Baca juga: Air Hujan Berasal dari Uap Air Laut?

Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membaca ayat,

قُلۡ مَن كَانَ عَدُوًّا لِّـجِبۡرِيلَ فَإِنَّهُۥ نَزَّلَهُۥ عَلَىٰ قَلۡبِكَ

“Barang siapa menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur’an) ke dalam hatimu.” (al-Baqarah: 97) (lihat Fathul Bari, 8/206)

Pada riwayat yang terakhir—jika sahih—disebtkan bahwa kalau saja yang menolong Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah Mikail alaihis salam, mereka akan masuk Islam. Kalau saja mereka mengetahui bahwa Mikail alaihis salam juga membantu sebuah peperangan bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, pasti mereka juga akan memusuhi Mikail alaihis salam. Tetap saja mereka berada dalam tipu muslihat dan kebohongan yang mereka ada-adakan.

Dari Sa’d bin Abi Waqqash radhiallahu anhu, beliau berkata, “Aku melihat dua orang laki-laki memakai baju putih di sebelah kanan dan sebelah kiri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada Perang Uhud. Aku sama sekali belum pernah melihat kedua orang itu sebelum maupun sesudahnya, yaitu Jibril alaihis salam dan Mikail alaihis salam.” (HR. al-Bukhari, no. 4054 dan Muslim, no. 2306)

Baca juga: Perang Uhud: Awal Pertempuran

Inilah sesungguhnya karakter Yahudi: mengetahui kebenaran, tetapi tidak mengamalkan apa yang telah mereka ketahui. Perhatikanlah kisah tipu muslihat mereka terhadap Nabi Musa alaihis salam ketika Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan untuk menyembelih sapi betina. Hampir-hampir mereka tidak melaksanakannya.

Baca juga: Kisah Bani Israil dan Sapi Betina

Demikian pula kebencian Yahudi yang luar biasa terhadap kebenaran dan pembawanya (Jibril dan para nabi) serta para pengikut kebenaran (kaum muslimin).

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ ٱلنَّاسِ عَدَٰوَةً لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱلۡيَهُودَ وَٱلَّذِينَ أَشۡرَكُواْۖ

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (al-Maidah: 82)

Secara umum, manusia yang paling besar permusuhannya kepada Islam dan kaum muslimin adalah orang Yahudi dan orang musyrik. Bahkan, mereka berusaha dengan segala daya dan upaya untuk mencapai tujuan mereka, yaitu memberikan mudarat kepada kaum muslimin. Semua itu disebabkan kebencian, kedengkian, dan hasad mereka yang luar biasa kepada kaum muslimin serta penentangan, kekufurannya terhadap kebenaran. (Tafsir as-Sa’di, hlm. 241)


Catatan Kaki

[1] Al-Baqarah ayat 97.

[2]  Mu’allaq adalah dibuangnya seorang perawi atau lebih pada sebuah sanad, baik di awal atau semuanya dari awal hingga akhir, oleh seorang mushannif (penulis atau pengumpul hadits seperti Imam al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan yang lainnya).

[3] Mudallis adalah seorang perawi yang dikenal menggelapkan sanad lalu meriwayatkan hadits dengan menyebut sanad dengan samar (tidak tegas) seperti lafadz عَنْ (dari), agar terkesan mendengar langsung dari perawi di atasnya, padahal sebenarnya tidak.

Macam-macam tadlis dan sebab dicelanya perbuatan ini cukup banyak. Pembahasan lebih rinci, silakan dipelajari dalam ilmu musthalah hadits.

Ditulis oleh Ustadz Abu Ubaidah Syafruddin