Khutbah Pertama
الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا وَهُوَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ، أَحَاطَ عِلْمَهُ بِالظَّاهِرِ وَالْخَفِيِّ وَالْقَرِيْبِ وَالْبَعِيْدِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ فَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيْدُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ وَعَبْدُهُ أَفْضَلَ الْعَبِيْدِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ فِي هَدْيِهِمُ الرَّشِيْدِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا، أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَتَحْفَظُوْا مِنْ أَلْسِنَتِكُمْ فَإِنَّ كَلاَمَكُمْ مَحْفُوْظٌ عَلَيْكُمْ.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang telah menciptakan manusia dan memerintah hamba-hamba-Nya untuk menjaga ucapan dan perkataannya. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali hanya Allah subhanahu wa ta’ala semata dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga Allah senantiasa mengaruniakan shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad dan keluarganya serta kaum muslimin yang senantiasa mengikuti petunjuknya.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan selalu menjaga lisan kita agar tidak mengucapkan perkataan yang tidak diridhai-Nya. Ingatlah, bagi setiap manusia telah ditugaskan dua malaikat yang berada di sebelah kanan dan kirinya. Salah satunya akan mencatat dan menulis setiap kebaikan yang dilakukannya. Adapun yang satunya akan mencatat setiap perbuatan jeleknya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِذۡ يَتَلَقَّى ٱلۡمُتَلَقِّيَانِ عَنِ ٱلۡيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيدٌ * مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“(Yaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, salah satunya duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya kecuali ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaf: 17—18)
Berdasarkan ayat ini, setiap perkataan, baik yang diucapkan dengan keras maupun lirih, begitu pula setiap perbuatan, baik yang dilakukan di hadapan orang maupun sembunyi-sembunyi, akan ditulis dan dimintai pertanggungjawabannya serta akan diperlihatkan di akhirat nanti kepada para pelakunya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَنُخۡرِجُ لَهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ كِتَٰبًا يَلۡقَىٰهُ مَنشُورًا * ٱقۡرَأۡ كِتَٰبَكَ كَفَىٰ بِنَفۡسِكَ ٱلۡيَوۡمَ عَلَيۡكَ حَسِيبًا
“Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.” (al-Isra’: 13—14)
Hadirin rahimakumullah,
Setiap muslim tentu mengimani hal tersebut. Namun, kenyataannya banyak di antara kita yang kurang berhati-hati menjaga lisan sehingga terjatuh pada ketergelinciran. Betapa banyak orang-orang yang menyibukkan dirinya dengan pembicaraan yang sesungguhnya tidak ada kepentingan bagi dirinya.
Yang dilakukan hanyalah semata-mata mencampuri urusan orang lain, tidak meringankan atau membantu, apalagi menyelesaikan masalah. Justru pembicaraannya bisa menyebabkan semakin keruh keadaan. Hal ini tentunya termasuk ketergelinciran lisan dan menyelisihi sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
“Termasuk baiknya Islam seseorang adalah ia meninggalkan apa yang tidak ada urusannya dengan dirinya.” (HR. at-Tirmidzi dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani)
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Termasuk kesalahan lisan yang sering dilakukan oleh seseorang adalah larut dalam pembicaraan yang tidak benar, seperti pembicaraan yang berisi kemaksiatan atau pembicaraan yang belum jelas kebenarannya. Akibatnya, perkataan yang berupa kemaksiatan atau kejelekan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin menjadi bahan pembicaraan yang tersebar di mana-mana. Tentu saja hal ini akan menyenangkan dan menguntungkan orang-orang yang menyukai kemaksiatan, orang-orang munafik, dan musuh-musuh Islam.
Allah subhanahu wa ta’ala telah mengancam orang-orang yang suka menyebarkan kejelekan sebagian kaum muslimin dalam firman-Nya,
إِنَّ ٱلَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ ٱلۡفَٰحِشَةُ فِي ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang senang agar (berita tentang saudaranya) yang berbuat kemaksiatan itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat, dan Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (an-Nur: 19)
Hadirin rahimakumullah,
Terkadang ada orang yang berprasangka tidak baik terhadap saudaranya, padahal baru sebatas dugaan yang sangat lemah. Namun, dia terburu-terburu menyampaikan kepada yang lainnya sehingga tanpa disadari dia telah menyakiti saudaranya dengan perbuatannya tersebut. Dikhawatirkan perbuatan tersebut memasukkan dirinya dalam hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللهِ لاَ يُلْقِي لَهَا بَالاً يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ
“Sungguh, seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang menyebabkan kemurkaan Allah dalam keadaan dia tidak peduli dengan ucapan tersebut sehingga menyebabkan dia dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. al-Bukhari)
Oleh karena itu, yang semestinya dilakukan oleh seorang muslim ketika mendapatkan saudaranya seiman berbuat kemaksiatan adalah mengingatkan dan menasihatinya. Adapun menjadikan ketergelinciran atau kesalahan saudaranya sebagai bahan pembicaraan semata ketika berkumpul dengan orang lain, hal tersebut adalah perbuatan yang tercela.
Ingatlah sabda Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam,
يَا مَعْشَرَ مَنْ قَدْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ الْإِيمَانُ إِلَى قَلْبِهِ، لاَ تُؤْذُوا الْمُسْلِمِينَ وَلاَ تُعَيِّرُوهُمْ وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ
“Wahai orang-orang yang telah menyatakan Islam dengan lisan,tetapi iman belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum muslimin dan menjelek-jelekkan mereka. Jangan pula kalian mencari-cari kejelekannya. Sebab, barang siapa mencari-cari kejelekan saudaranya, Allah akan mencari kejelekannya pula. barang siapa yang Allah mencari kejelekannya, pasti akan terbongkar kejelekannya meskipun dia melakukannya sembunyi-sembuyi di dalam rumahnya.” (HR. at-Tirmidzi dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani)
Maka dari itu, marilah kita memikirkan apa yang akan kita ucapkan. Tidakkah kita takut, apabila di akhirat kelak ditanya, “Bukankah engkau telah mengatakan demikian dan demikian? Atas dasar apa engkau mengatakannya dan dari mana engkau mendapatkannya?” Sementara itu, urusannya belum jelas bagi kita.
Sungguh, bisa jadi apa yang kita sampaikan adalah berita yang dusta atau tidak benar semuanya. Betapa banyak kejadian yang disebabkan kecerobohan dalam menerima dan menyampaikan berita sehingga menimbulkan permusuhan di antara kaum muslimin.
Hadirin rahimakumullah,
Termasuk kesalahan lisan adalah mengucapkan kata-kata yang berbentuk cercaan, celaan, dan cacian. Oleh karena itu, sungguh sangat disayangkan ada orang yang bermudah-mudah dan terbiasa mengucapkan kata-kata laknat dan cercaan, baik kepada orang lain maupun kepada kendaraan yang dinaikinya atau yang semisalnya. Sementara itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
وَلَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ
“Melaknat seorang mukmin seperti membunuhnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dahulu ada seorang wanita yang melaknat kendaraan untanya. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
خُذُوا مَا عَلَيْهَا وَدَعُوهَا فَإِنَّهَا مَلْعُونَةٌ
“Ambillah barang yang ada di atas (unta tersebut) dan biarkan dia sendirian karena dia adalah kendaraan yang sudah dilaknat.” (HR. Muslim)
Ketika sebagian orang memiliki masalah dengan saudaranya, begitu mudahnya dia mengucapkan kata-kata yang tidak sepantasnya kepada saudaranya seiman. Dirinya yang lemah tidak menyadari bahwa dengan ucapan tersebut justru dia telah berbuat zalim kepada dirinya sendiri dan telah memikul dosa yang berat.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Di antara kesalahan lisan adalah memperolok-olok dan merendahkan manusia, baik dengan ucapan, seperti mengejek orang atau menertawakannya; dengan isyarat dan perbuatan, seperti mengejek dengan mencibir; maupun dengan pandangan matanya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَيۡلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (al-Humazah: 1)
Akhirnya, marilah kita berupaya untuk menjaga lisan-lisan kita dan membasahinya dengan zikir serta ucapan yang baik. Mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada kita semua.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً خَاتَمَ النَّبِيِّيْنَ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعلى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan senantiasa mengingat bahwa kita akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap perkataan yang kita ucapkan.
Hadirin rahimakumullah,
Ketahuilah bahwa kesalahan lisan akan menjatuhkan pelakunya kepada kebinasaan. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ؟
“Bukankah yang menyebabkan manusia diseret ke neraka tertelungkup di atas wajah-wajah mereka adalah akibat perkataan yang keluar dari lisan-lisan mereka?” (HR. at-Tirmidzi dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani)
Oleh karena itu, seseorang harus senantiasa berhati-hati ketika berbicara. Apalagi di antara kesalahan lisan ada yang berupa kekafiran dan bisa menyebabkan pelakunya keluar dari agamanya. Contohnya, ucapan yang memperolok-olok Allah subhanahu wa ta’ala, kitab-Nya, agama, dan Rasul-Nya.
Bahkan, ada ucapan yang barang kali seseorang mengucapkannya dalam rangka amar makruf nahi mungkar. Namun, karena tidak memikirkan akibat ucapannya, dia menghinakan orang lain dan tidak beradab kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Hasilnya, bukan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala yang dia dapatkan. Justru Allah subhanahu wa ta’ala menggugurkan seluruh amalannya. Nas’alullah as-salamah (Kita meminta keselamatan kepada Allah).
Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Jundab radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَنَّ رَجُلاً قَالَ: وَاللهِ، لاَ يَغْفِرُ اللهُ لِفُلاَنٍ؛ وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ: مَنْ ذَا الَّذِى يَتَأَلَّى عَلَيَّ أَنْ لاَ أَغْفِرَ لِفُلاَنٍ، فَإِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِفُلاَنٍ وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ
Ada seseorang yang mengatakan, “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni kesalahan orang itu.” Allah pun berkata, “Siapa yang bersumpah mendahului Aku dan menyatakan bahwa Aku tidak akan mengampuni dosa orang itu? Sungguh, Aku telah mengampuni-Nya dan sungguh Aku telah menggugurkan amalanmu.” (HR. Muslim)
Demikianlah beberapa jenis kesalahan lisan dan akibatnya. Masih ada beberapa jenis lainnya, seperti ghibah, namimah (adu domba), berdusta, dan berlebihan ketika bercanda. Semua ini harus ditinggalkan, karena kesalahan-kesalahan lisan tersebut sering kurang diperhatikan. Padahal, di antara kesalahan lisan ada yang berupa dosa besar, bahkan berupa syirik dan pembatal Islam. Hal ini semua menunjukkan pentingnya menjaga lisan dan berpikir sebelum berbicara agar tidak terjatuh pada kesalahan-kesalahan.
Catatan:
Kami tidak mencantumkan doa pada rubrik “Khutbah Jumat” agar khatib yang ingin membaca doa memilih doa yang sesuai dengan keadaan masing-masing.