Nilai Integritas Seorang Dai

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, berdakwah adalah amalan yang mulia, bentuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah subhanahu wa ta’ala, serta ketaatan yang agung.

Adalah hal yang tercela, ketika dakwah yang disampaikan oleh seorang dai ternyata tidak sejalan dengan perbuatannya. Perilakunya tidak lurus dan selaras dengan apa yang disampaikannya.

Di antara hal paling buruk yang menimpa seorang dai adalah terpisahnya perbuatan dengan ilmu. Ilmunya berada di satu sisi, sedangkan perbuatannya di sisi yang lain.

Betapa lemah dan sungguh tidak ada nilai integritas; seorang dai menyampaikan keindahan ajaran Islam dan mendorong orang lain mewujudkannya di setiap waktu dan tempat, tetapi dalam waktu yang bersamaan justru tidak terlihat hal itu berbekas pada diri dan keluarganya.

Sungguh, keadaan ini sangat mirip dengan orang yang menuntut pelaksanaan hukum Allah subhanahu wa ta’ala di negaranya, sementara di rumah sendiri mereka tidak mempraktikkannya.

Keadaan yang seperti ini tidak hanya akan membahayakan dai itu sendiri. Akan tetapi, bahaya yang ditimbulkannya akan melebar sampai kepada orang-orang yang menjadi objek dakwahnya.

Lampu-Panggung

Seorang dai hendaknya sadar bahwa segala perilakunya senantiasa disorot oleh manusia. Segala ucapan dan perbuatannya dilihat oleh pandangan mata manusia.

Oleh karena itu, seorang dai tidak boleh melupakan keadaan dirinya. Ia harus memperbaiki keadaan dirinya dengan cara membersihkan dan menanamkan akidah yang benar, berhias dengan akhlak terpuji yang berada di atas manhaj salaf, dan tidak menyerukan untuk menyelisihi manhaj salaf.

Islam sangat menekankan perihal memperbaiki diri sendiri, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala,

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ

“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (ar-Ra’du: 11)

Dakwah adalah ibadah, karena Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkannya dan menyiapkan pahala yang besar bagi siapa yang melakukannya dengan benar, penuh keikhlasan, dan sesuai dengan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَلِذَٰلِكَ فَٱدۡعُۖ وَٱسۡتَقِمۡ كَمَآ أُمِرۡتَۖ

“Maka dari itu, serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu.” (asy-Syura: 15)

Seorang dai hendaknya mendekatkan umat kepada Rabbnya agar mereka beribadah kepada-Nya dan mengarahkan mereka kepada hal yang bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya; bukan menggiring umat untuk mengangkat kedudukannya di atas mereka, mencari ketenaran dan popularitas, serta meraup keuntungan duniawi. Hal seperti ini akan mencederai dan menyelisihi nilai-nilai keikhlasan.

Seorang dai hendaknya senantiasa mengikuti Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam segenap urusannya, menjalankan perintah, menjauhi larangan, dan mengajak umat kepadanya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (al-Hasyr: 7)

Seorang dai hendaknya berhatihati dari manhaj (ideologi) ahli bid’ah. Hendaknya dia menjadikan dakwahnya berjalan di atas jalan para salaf. Di samping itu, dia senantiasa memperingatkan umat dari kelompok sesat dan menyimpang yang meninggalkan manhaj Ahlus Sunnah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan umat akan bahaya dai yang berpaling dari manhaj lurus dan mengajak manusia untuk menyelisi sunnah.

Diriwayatkan dari Hudzaifah ibnul Yaman radhiallahu ‘anhu bahwa beliau berkata, “Dahulu, manusia bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, tetapi aku bertanya kepada beliau tentang keburukan agar jangan sampai menimpaku.”

Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, dahulu kami berada dalam keadaan jahiliyah dan kejelekan. Lalu Allah subhanahu wa ta’ala mendatangkan kebaikan ini. Apakah setelah kebaikan ini akan ada kejelekan?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.”

Aku bertanya, “Apakah setelah kejelekan tersebut akan datang kebaikan?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, tetapi di dalamnya terdapat asap.”

Aku bertanya, “Apa asapnya itu?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Suatu kaum yang membuat ajaran bukan dari ajaranku dan menunjukkan (manusia) kepada selain petunjukku. Engkau akan mengenal mereka dan engkau akan mengingkarinya.”

Aku bertanya, “Apakah setelah kebaikan tersebut akan datang kejelekan lagi?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, (akan muncul) para dai yang menyeru ke neraka Jahannam. Barang siapa menerima seruan mereka, mereka akan menjerumuskannya ke dalam neraka.”

Aku bertanya, “Ya Rasulullah subhanahu wa ta’ala, sebutkan ciri-ciri mereka kepada kami!”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka dari kulit-kulit kita dan berbicara dengan bahasa kita.”

Aku bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku temukan keadaan seperti ini?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Peganglah erat-erat jamaah kaum muslimin dan imam mereka.”

Aku bertanya, “Bagaimana jika tidak ada imam dan jamaah kaum muslimin?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tinggalkan semua kelompok sempalan itu, walau kamu harus menggigit akar pohon hingga ajal mendatangimu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

jalan-setapak

Umat sangat membutuhkan bimbingan untuk kembali kepada agamanya secara sempurna di atas manhaj Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiallahu ‘anhum.

Tidak akan menjadi baik generasi akhir dari umat ini kecuali dengan apa yang telah menjadikan baik generasi pendahulunya.

Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi para dai ilallah untuk mengetahui hakikat ini dan menjaga diri mereka dengan manhaj rabbani, manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah yang di dalamnya terdapat keselamatan dan penjagaan. Dengan demikian, integritas dirinya sebagai seorang dai tetap terjaga.

Wallahu a’lam.

 

Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf