Perbedaan Mani Laki-laki dan Wanita

Apakah wanita juga keluar mani sebagaimana halnya laki-laki? Jika ya, bagaimana ciri-cirinya? Apa yang harus dilakukan?

Ummu Fulan di bumi Allah

 

Jawab:

Wanita juga keluar mani sebagaimana halnya laki-laki. Dengan mani itu, muncul sifat identik sang anak, apakah memiliki kemiripan dengan ayah atau ibunya. Ketika ditanyakan hal ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata,

نَعَمْ، فَمِنْ أَيْنَ يَكُوْنُ الشَّبَهُ؟

“Ya, darimana adanya persamaan anak (dengan ayah atau ibunya kalaupun bukan karena mani tersebut)?” (Sahih, HR. Muslim no. 310)

Namun, mani wanita berbeda dengan mani laki-laki, seperti yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَاءُ الرَّجُلِ غَلِيْظٌ أَبْيَضُ، وَمَاءُ الْمَرْأَةِ رَقِيْقٌ أَصْفَرُ

“Mani laki-laki itu kental dan berwarna putih, sedangkan mani wanita encer dan berwarna kuning.” (Sahih, HR. Muslim no. 310, 315)

Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Mani wanita berwarna kuning dan encer. Namun, terkadang warnanya bisa memutih karena kelebihan kekuatannya. Mani wanita ini bisa ditandai dengan dua hal: pertama, aromanya seperti aroma mani laki-laki. Kedua, terasa nikmat ketika keluarnya dan setelah keluarnya, syahwat pun mereda.” (Syarah Shahih Muslim, 3/223)

Sebagaimana halnya laki-laki, apabila seorang wanita keluar mani, baik karena senggama maupun ihtilam (mimpi senggama), ia wajib mandi. Hal ini pernah ditanyakan oleh Ummu Sulaim radhiallahu ‘anha kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika datang menemui Rasulullah, Ummu Sulaim berkata,

فَهَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إِذَا احْتَلَمَتْ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ  :نَعَمْ، إِذَا رَأَتِ الْمَاءَ

“Apakah wanita harus mandi apabila ia ihtilam?”

Rasulullah menjawab, “Ya, apabila ia melihat mani yang keluar.” (Sahih, HR. Muslim no. 313)

Dalam al-Majmu’ (2/158), Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Ulama bersepakat tentang wajibnya seseorang mandi bila keluar mani. Tidak ada perbedaan menurut kami, apakah keluarnya karena jima’ (senggama), ihtilam, onani, melihat sesuatu yang membangkitkan syahwat, ataupun keluar mani tanpa sebab. Sama saja, apakah keluarnya dengan syahwat atau tidak, dengan rasa nikmat atau tidak, banyak atau sedikit walaupun hanya setetes. Sama saja, apakah keluarnya di waktu tidur ataupun di waktu jaga, baik laki-laki maupun wanita.”[1]

Wallahu a’lam.


[1] Ungkapan an-Nawawi ‘menurut kami’ maksudnya menurut mazhab kami yaitu mazhab Syafi’i. Sebab, hal ini (mani yang keluar tanpa sebab) diperselisihkan, sebagaimana telah kami terangkan dalam artikel ini, tentang pendapat jumhur ulama bahwa mani yang keluar tanpa syahwat, tidak disertai rasa nikmat ketika sedang terjaga maka tidak mewajibkan mandi dan hanya menimbulkan hadats kecil saja. Silakan pembaca memilih pendapat yang paling kuat. (ed)