Suami Ideal, Sebuah Proses

Tema ini terhitung sensitif. Cermat adalah bekal wajib untuk melangkah demi menelusuri jejak-jejak seorang suami yang disebut ideal. Tidak mudah memang untuk menghimpun kepingan-kepingan yang terserak guna menyusunnya menjadi gambaran pribadi suami yang ideal. Sekalipun bisa dihimpun, belum tentu setiap laki-laki yang telah berstatus suami mampu mewujudkannya. Apalagi pada masa-masa sulit di akhir zaman. Zaman yang telah terpisahkan lebar dari masa-masa kenabian. Allahumma yassir (Semoga Allah memberikan kemudahan).

Suami ideal sendiri tidak hanya menjadi impian dan idaman kaum hawa. Setiap laki-laki pun bertekad untuk menjadi suami yang ideal bagi pasangan hidupnya. Hal semacam ini bisa dikatakan sebagai satu hal yang lazim dirasakan, meski tidak sempat diungkapkan secara lisan.

Hanya saja, pribadi suami seperti apakah yang bisa disebut ideal? Apakah suami ideal itu memang benar-benar ada wujudnya? Apakah mungkin seorang wanita dapat memiliki suami yang ideal? Sebuah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diriwayatkan oleh al-Imam at-Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu (ash-Shahihah no. 284) secara ringkas namun berbobot, telah melukiskan dengan indah tentang dorongan menjadi suami yang ideal. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik dalam bersikap kepada istrinya.”

Dengan demikian, setiap suami dituntut untuk menjadi yang terbaik dalam bersikap kepada istrinya. Akan tetapi, terbaik menurut definisi siapa? Apakah berlandaskan keinginan seorang wanita yang galibnya bertumpu pada perasaan? Ataukah harus mengikuti gaya seorang laki-laki yang cenderung ingin selalu “menang” di hadapan seorang wanita?

Sekali lagi, tema ini sangat sensitif. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala mencurahkan taufik untuk mengulas tema ini secara adil dan proporsional.

 

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sosok Suami Ideal

Banyak pujian dan sanjungan yang disebutkan Allah subhanahu wa ta’ala untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam kitab suci al-Qur’an. Pribadi beliau adalah pribadi yang lengkap dan utuh. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan yang membangkitkan rasa rindu untuk berjumpa dengannya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang utusan Allah subhanahu wa ta’ala, seorang pemimpin besar, seorang sahabat yang mengesankan, seorang ayah yang baik, serta seorang imam agung, juga seorang suami yang ideal.

Allah subhanahu wa ta’ala menerangkan di dalam al-Qur’an sebagai bentuk perintah,

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (al-Ahzab: 21)

Sebagai seorang suami, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan terbaik dan sempurna. Cobalah telusuri kehidupan rumah tangga beliau!

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suami dari seorang wanita yang berstatus janda, dan beliau pun menikahi seorang gadis remaja. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi seorang wanita yang berasal dari satu daerah, bahkan satu suku, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menikahi wanita yang berasal dari luar daerahnya. Bukankah hal ini mengagumkan?

Beliau menjadi seorang suami sekaligus ayah dari anak-anak yang dilahirkan oleh istrinya. Istri beliau pun ada yang tidak memberikan keturunan. Bahkan, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi seorang suami dari janda yang telah dikaruniai anak. Selain wanita-wanita yang merdeka, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjadi suami dari seorang wanita yang berstatus budak. Bukankah fakta ini sangat menakjubkan?

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjalani kehidupan selama puluhan tahun bersama seorang istri, yakni Ibunda Khadijah bintu Khuwailid radhiallahu ‘anha. Kemudian setelah Ibunda Khadijah wafat, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati hari-harinya dengan pernikahan ta’addud (poligami). Beliau pernah mengalami kehidupan rumah tangga yang berkecukupan, namun pernah pula merasakan hidup kekurangan. Tentu, kenyataan ini merupakan bukti bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan terbaik dan sempurna bagi setiap suami.

Lantas apa rahasia di balik ini semua?

Apa pun warna-warni sebagai seorang suami dalam kehidupan rumah tangga, semuanya pernah dirasakan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mulai dari kondisi air yang tenang, riak-riak kecil hingga gelombang dahsyat dalam mengarungi bahtera rumah tangga, semua ada tuntunan dan jawabannya dalam Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka dari itu, untuk menjadi suami yang ideal, contohlah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Teladanilah beliau yang pernah bersabda,

“Orang yang terbaik di antara kalian adalah dia yang terbaik kepada keluarganya. Dan aku adalah yang terbaik kepada keluargaku.” (HR. at-Tirmidzi dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, dinyatakan sahih oleh al-Albani di dalam ash-Shahihah no. 285)

 

Ideal ≠ Sempurna

Satu persepsi tentang suami ideal yang mesti dihilangkan adalah gambaran suami ideal sebagai pribadi yang sempurna tanpa cacat. Ini tidak mungkin! Tidak ada seorang suami pun yang bisa 100% bersih dari kesalahan dan kekurangan, kecuali para nabi dan rasul yang memang maksum.

Jika Anda adalah seorang wanita, buanglah jauh-jauh impian untuk memiliki seorang suami yang sempurna tanpa cacat! Jika Anda seorang laki-laki, bersiap-siaplah untuk menjadi suami yang pada saatnya nanti akan tersingkap juga kekurangan dan cacatnya!

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam al-Qur’an,

“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia diciptakan bersifat lemah.” (an-Nisa: 28)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah dalam Taisir al-Karimir Rahman menjelaskan, “Artinya, Allah subhanahu wa ta’ala ingin memberikan kemudahan untuk kalian, baik dalam hal perintah maupun larangan. Jika muncul semacam kesulitan dalam beberapa bentuk syariat, Allah subhanahu wa ta’ala membolehkan untuk kalian (sesuatu yang mulanya dilarang) sesuai dengan keperluan. Seperti bangkai, darah, dan yang semisalnya jika dalam keadaan darurat. Demikian juga seperti menikahi budak bagi seseorang yang merdeka, dengan syarat-syarat yang telah disebutkan sebelumnya.

Semua itu adalah bentuk rahmat- Nya yang sempurna, kebaikan-Nya yang menyeluruh, ilmu, dan hikmah-Nya terhadap kelemahan manusia dari berbagai sisi. Manusia itu lemah fisiknya, lemah keinginannya, lemah tekadnya, lemah imannya, dan lemah kesabarannya. Oleh sebab itu, sangatlah tepat jika Allah subhanahu wa ta’ala memberikan keringanan karena kelemahan dan ketidakmampuannya dalam hal iman, sabar, dan kekuatan.”

 

Harus Ada Masa Berproses

Tidak ada seorang pun terlahir di dunia membawa status sebagai suami ideal. Untuk menjadi suami ideal harus melewati sebuah proses. Ya, suami ideal adalah sebuah proses! Jangan pernah membayangkan bahwa suami ideal itu terbentuk seketika setelah ijab kabul diikrarkan! Jangan bermimpi bahwa suami ideal itu segera terwujud dalam hitungan setahun dua tahun setelah pernikahan! Untuk menjadi suami ideal harus melewati sebuah proses.

Lukisan umum seorang suami ideal adalah seorang suami yang mampu memahami, mengerti, menerima, lalu membimbing istrinya. Suami ideal adalah suami yang bisa semaksimal mungkin menyenangkan dan membahagiakan istrinya, tanpa keinginan untuk menyakitinya.

Untuk mewujudkannya harus melewati sebuah proses panjang. Semakin langgeng usia pernikahan, seorang suami tentu akan semakin matang untuk menjadi ideal. Hanya saja, jangan jadikan masa proses sebagai alasan untuk berleha-leha!

Wallahu a’lam bish-shawab.

Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar Ibnu Rifai