Teroris di Balik Jeruji Takfir

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa teror adalah usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Pelakunya disebut teroris.

Menengok sejarahnya, teroris senantiasa meresahkan. Keberadaannya di tengah kehidupan mengoyak kedamaian. Aksinya mengguratkan trauma ketakutan, kengerian, dan kekejaman. Betapa tidak? Teroris haus darah. Teroris berdarah dingin. Pengeboman, pembunuhan senyap, dan berbagai aksi sadis lainnya senantiasa mengiringi derap langkahnya di muka bumi. Syahdan, ketenangan berubah menjadi kecemasan. Keamanan berubah menjadi keketakutan. Kehidupan pun hampa dari ketenteraman.

Dalam kacamata Islam, teroris bukan “viral” hari ini semata. Sejak paruh kedua dari pemerintahan al-Khulafa’ ar-Rasyidin, teroris telah mengguncang dunia. Peletak batu pertamanya adalah kaum Khawarij[1], kelompok sesat pertama dalam Islam yang amat radikal.

Prinsip keagamaannya jauh dari petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat yang mulia. Sejarah hitam mereka menunjukkan bahwa,

  • Merekalah yang mengepung rumah Khalifah Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu, hingga berhasil membunuh sang Khalifah. Pimpinan tertinggi mereka ketika itu adalah Abdullah bin Saba’ al-Himyari.
  • Merekalah yang membantai Gubernur Madain di masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, Abdullah bin Khabbab bin al-Art dan istrinya yang hamil saat melintasi perkampungan mereka. Bahkan, mereka merobek perut wanita tersebut dan mengeluarkan janin dari perutnya. Pimpinan utama mereka ketika itu adalah Abdullah bin Kawwa’ al-Yasykuri dan Syabats at-Tamimi.
  • Merekalah yang membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, saat beliau menuju masjid menunaikan shalat subuh. Sang Khalifah pun gugur bersimbah darah dengan seketika. Pelakunya adalah seorang teroris Khawarij yang bernama Abdurrahman bin Muljam al-Muradi.
  • Merekalah yang melakukan percobaan pembunuhan terhadap sahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu, Gubernur Syam (sekarang meliputi; Palestina, Suriah, Lebanon, dan Jordania, ). Operasi tak berhasil, karena beliau berhalangan mengimami shalat subuh di hari itu. Tak pelak, sebagai korbannya adalah imam shalat subuh yang menggantikan beliau ketika itu.
  • Merekalah yang melakukan upaya pembunuhan terhadap sahabat Amr bin al-Ash radhiallahu ‘anhu selaku Gubernur Mesir. Operasi tak berhasil, karena beliau udzur mengimami shalat subuh di hari itu. Tak pelak, sebagai korbannya adalah imam shalat subuh yang mewakili beliau ketika itu. Peristiwanya sama persis dengan yang menimpa sahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu. (Lihat Fathul Bari karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani 12/296—298, al-Bidayah wan Nihayah karya al-Hafizh Ibnu Katsir 7/281 dan Lamhatun ‘Anil Firaq adh-Dhallah karya asy-Syaikh Shalih al-Fauzan, 31—33)[2]

 

Akidah Takfir dalam Kehidupan Kaum Teroris

Demikianlah serangkaian aksi teror berskala internasional yang dilakukan oleh jaringan teroris Khawarij internasional kala itu. Tak kepalang tanggung, target operasi mereka adalah dua Khalifah mulia kaum muslimin Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu dan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, para menantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah memetik janji surga. Berikutnya, dua tokoh sentral kaum muslimin di Negeri Syam dan Mesir yang keduanya tergolong sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia.

Tidaklah serangkaian operasi terkutuk itu dilaksanakan kecuali karena vonis kafir yang mereka sematkan kepada target operasi. Lebih dari itu, mereka meyakininya sebagai jihad di jalan Allah ‘azza wa jalla. “Takfir dan jihad” pun nyaris menjadi ikon kaum teroris untuk pembenaran operasi terornya, sejak zaman dahulu hingga hari ini.

Dalam aturan Islam, jihad yang syar’i tidak boleh dilakukan secara serampangan. Jihad mempunyai tahapan-tahapan. Setiap tahapan harus dipahami dengan baik dan benar. Bahkan, termasuk hal mendasar bahwa jihad harus dilakukan bersama penguasa dan tak bisa dilakukan oleh perseorangan atau kelompok tertentu.[3]

Demikian halnya takfir. Permasalahan besar yang mengharuskan kehati-hatian dan kejelian. Tak boleh gegabah dilakukan. Tak sembarang orang pula berkewenangan menjatuhkan vonisnya. Jauh-jauh hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan umatnya dalam permasalahan takfir ini.

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

        إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِصَاحِبِهِ: يَا كَافِرُ! فَإِنَّهَا تَجِبُ عَلَى أَحَدِهِمَا فَإِنْ كَانَ الَّذِي قِيْلَ لَهُ كَافِرًا فَهُوَ كَافِرٌ وَإِلاَّ رَجَعَ إِلَيْهِ مَا قَالَ

“Jika seorang lelaki berkata kepada kawannya, ‘Hai Kafir!’, sungguh perkataan itu mengenai salah satu dari keduanya. Bila yang divonis kafir itu memang kafir maka jatuhlah vonis kafir itu kepadanya. Namun bila tidak, vonis kafir itu kembali kepada yang mengatakannya.” ( HR. Ahmad dari sahabat Abdullah bin ‘Umar, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq Musnad al-Imam Ahmad no. 2035, 5077, 5259, 5824)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah berkata, “Menjatuhkan vonis kafir dan fasiq bukan urusan kita. Namun, permasalahan ini harus dikembalikan kepada Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya. Sebab, ia termasuk hukum syariah yang rujukannya adalah al-Quran dan as-Sunnah. Maka dari itu, wajib ekstra hati-hati dan teliti dalam masalah ini.

“Tidaklah seseorang dikafirkan dan dihukumi fasiq kecuali bila al-Qur’an dan as-Sunnah telah menunjukkan kekafiran dan kefasikannya. Mengingat hukum asal seseorang yang nampak nyata ciri-ciri keislamannya adalah sebagai muslim sampai benar-benar terbukti adanya sesuatu yang menghapusnya berdasarkan dalil syar’i. Tidak boleh bermudah-mudahan mengafirkan seorang muslim atau menghukuminya sebagai fasiq.” (al-Qawa’idul Mutsla fi Shifatillahi wa Asma-ihil Husna, hlm. 87—88)

Bencana takfir terus bergulir bak bola salju yang menggelinding. Semakin lama semakin besar. Tak luput pula, di era globalisasi modern ini. Melalui berbagai media yang ada baik cetak maupun elektronik, takfir berembus kian kencang. Betapa banyak pemuda dan pemudi yang terpengaruh doktrin takfir teroris melalui dunia maya. Bahkan, siap melakukan ‘amaliah’ (operasi teror) di lingkungan dan negaranya.

Di antara tokoh takfir yang buku-bukunya sarat dengan doktrin takfir teroris adalah Sayyid Quthb, salah seorang tokoh fenomenal kelompok radikal Ikhwanul Muslimin. Di antara buku karangannya ialah Ma’alim fith-Thariq, Fii Zhilalil Qur’an, al-‘Adalah al-Ijtima’iyah, dan al-Islam wa Musykilatul Hadharah.[4]

Hal ini sebagaimana kesaksian para tokoh Ikhwanul Muslimin sendiri.

  • Yusuf al-Qaradhawi berkata, “Pada fase ini telah muncul buku-buku karya tulis Sayyid Quthub sebagai pemikirannya yang terakhir, yaitu pengafiran masyarakat secara luas… Hal itu tampak jelas dalam kitab Tafsir Fii Zhilalil Qur’an cetakan ke-2, Ma’alim fith Thariq yang kebanyakannya diambil dari Fi Zhilalil Qur’an, dan al-Islam Wamusykilatul Hadharah, dan lain-lain.” (Aulawiyat al-Harakah al-Islamiyah, hlm. 110. Dinukil dari Adhwa’ Islamiyah, hlm. 102)
  • Farid Abdul Khaliq berkata, “Telah kami singgung dalam pernyataan sebelumnya bahwa pemikiran takfir (dewasa ini) bermula dari sebagian pemuda Ikhwanul Muslimin yang meringkuk di penjara al-Qanathir pada pengujung tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an. Mereka terpengaruh oleh pemikiran Sayyid Quthub dan buku-buku karya tulisnya. Mereka mendapatkan doktrin dari karya-karya tulis tersebut bahwa masyarakat saat ini berada dalam kejahiliahan dan segenap pemerintah yang ada telah kafir karena tidak berhukum dengan hukum Allah ‘azza wa jalla. Demikian pula rakyatnya, karena kerelaan mereka terhadap selain hukum Allah ‘azza wa jalla” (al-Ikhwanul Muslimun fii Mizanil Haq, hlm. 115. Dinukil dari Adhwa’ Islamiyah, hlm. 103)

Dari sini diketahui bahwa peran Sayyid Quthb dalam menggulirkan doktrin takfir sangatlah nyata. Tak berlebihan bila dikatakan bahwa pemikiran takfir pada masa sekarang ini muaranya adalah Sayyid Quthb. Para teroris yang tergabung dalam berbagai kelompok “jihad” dewasa ini pun, mayoritasnya adalah buah buruk dari doktrin takfir Sayyid Quthb melalui buku-bukunya.

Maka dari itu, sudah seharusnya kaum muslimin menjauhkan diri dari buku-buku tersebut dan yang semisalnya, serta berusaha untuk menimba ilmu dari buku-buku para ulama salafiyyin Ahlus Sunnah wal Jamaah yang bersih dari berbagai syubhat dan pemikiran menyimpang.

Demikian pula toko-toko buku hendaknya tidak lagi menjual buku-buku tersebut, sebagaimana yang telah diserukan oleh asy-Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi al-Madkhali di dalam kitabnya al-Irhab wa Atsaruhu ‘alal Afrad wal Umam, hlm. 128—142.

Berbeda halnya dengan asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi rahimahullah. Beliau sangat berhati-hati dalam permasalahan takfir ini. Tak seperti klaim buruk musuh-musuh dakwah salafiyah yang sangat tendensius menyudutkan beliau sebagai muara takfir pada masa sekarang ini. Jauh panggang dari api.

Simaklah perkataan beliau berikut ini,

“Ringkas kata, wajib bagi orang yang memerhatikan keselamatan dirinya agar tidak berbicara dalam permasalahan ini (takfir, pen.) kecuali dengan ilmu dan keterangan dari Allah ‘azza wa jalla. Hendaknya pula dia berhati-hati mengeluarkan seseorang dari Islam dengan sebatas pemahaman dan anggapan baik akalnya. Sebab, mengeluarkan seseorang dari Islam atau memasukkan seseorang ke dalamnya sungguh merupakan hal terbesar agama ini.” (ad-Durar as-Saniyyah 10/374)

 

Geliat Takfir Antarsesama Teroris

Sikap keagamaan kaum teroris tak bisa dipisahkan dari sikap bermudah-mudahan dalam mengafirkan (takfir) orang lain. Bahkan, takfir antarmereka pun kerap terjadi. Fanatisme kelompok, perbedaan visi dan misi pergerakan, menjadi salah satu pemicu utamanya.

Mengapa demikian?

Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah berkata, “Sejauh yang aku pahami, sebabnya kembali kepada dua hal:

  • Dangkalnya ilmu dan kurangnya pemahaman tentang agama.
  • (Ini yang terpenting), memahami agama tidak dengan kaidah syar’i (tidak mengikuti Sabilul Mukminin, jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya -pen.).

Barang siapa menyimpang dari (jalan) jamaah yang dipuji oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak sabdanya dan telah disebut oleh Allah ‘azza wa jalla (dalam al-Qur’an), ia telah menentang Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya. Yang saya maksud adalah firman- Nya,

وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعۡدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلۡهُدَىٰ وَيَتَّبِعۡ غَيۡرَ سَبِيلِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصۡلِهِۦ جَهَنَّمَۖ وَسَآءَتۡ مَصِيرًا ١١٥

“Dan barang siapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisa: 115)

Kemudian beliau berkata, “Dari sinilah banyak sekali kelompok-kelompok yang tersesat sejak dahulu hingga kini. Sebabnya adalah mereka tidak mengikuti jalan orang-orang mukmin dan semata-mata mengandalkan akal. Mereka justru mengikuti hawa nafsu di dalam menafsirkan al-Qur’an dan as-Sunnah, hingga kemudian membuahkan kesimpulan-kesimpulan yang sangat berbahaya, dan akhirnya menyimpang dari jalan as-Salafush Shalih.” (Fitnatut Takfir, hlm. 13)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah menambahkan sebab ketiga, yaitu jeleknya pemahaman yang dibangun di atas jeleknya niat. (Fitnatut Takfir, hlm. 19)

Demikian pula asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan menambahkan sebab yang lain, yaitu adanya kecemburuan  (ghairah) terhadap agama yang berlebihan atau semangat yang tidak pada tempatnya. (Zhahiratut Tabdi’ wat Tafsiq wat Takfir wa Dhawabithuha, hlm. 14)

Sebut saja al-Qaeda dan ISIS. Dua kelompok teroris yang terkenal dewasa ini. Mereka mudah mengafirkan orang lain. Bahkan, keduanya saling bermusuhan dan saling mengafirkan. Tak hanya itu, berbagai pertempuran sengit pun terjadi antarmereka.

Bisa jadi, di antara pembaca ada yang merasa aneh seraya bergumam, “Mengapa hal itu bisa terjadi padahal keduanya sama-sama mengusung nama “jihad”?!”

Untuk bisa memahaminya, simaklah keterangan berikut ini.

Al-Qaeda (AQ) adalah kelompok ekstremis (baca: teroris) berbasis agama dengan jangkauan global (internasional). Kelompok ini didirikan oleh Usamah bin Laden di Afghanistan pada 1988.

Adapun ISIS, berawal dari kelompok “Jamaat al-Tawhid wal-Jihad” yang didirikan oleh Abu Mush’ab al-Zarqawi, seorang radikal asal Jordania, pada 1999 di Irak. Kemudian pada tahun 2004, kelompok ini menginduk kepada al-Qaeda dan berganti nama dengan “Tanzim Qa’idat al-Jihad fi Bilad al-Rafidayn” atau lebih dikenal dengan sebutan al-Qaeda di Irak (AQI).

Pada Januari 2006, AQI bergabung dengan sejumlah kelompok pemberontak Sunni Irak dan membentuk Dewan Syura Mujahidin (DSM). Abu Mush’ab al-Zarqawi ditunjuk sebagai pemimpin mereka. Seiring dengan berlangsungnya pertempuran antara mereka dan pasukan militer Irak yang didukung oleh Amerika ketika itu, al-Zarqawi dilaporkan tewas oleh pasukan khusus Amerika. Peristiwa itu terjadi pada Juni 2006. Kepemimpinan pun berpindah kepada Abu Umar al-Baghdadi.

Pada 13 Oktober 2006, Dewan Syura Mujahidin (DSM) memproklamasikan pembentukan Islamic State of Iraq (ISI) atau Negara Islam Irak. Namun kelompok tersebut tampak melemah dalam pertempuran dengan pasukan Amerika dan militer Irak. Pada 2010, Abu Umar al-Baghdadi dilaporkan tewas. Pada saat itulah, Ibrahim Awwad al-Badri as-Samarrai yang kemudian dikenal dengan sebutan Abu Bakar al-Baghdadi tampil menggantikannya.

Ketika konflik Suriah pecah pada Maret 2011, Islamic State of Iraq (ISI) di bawah pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi mengirim pasukannya ke Suriah. Pengiriman pasukan terjadi pada Agustus 2011. Komandan yang ditunjuk adalah Usamah al-Absi al-Wahidi yang lebih dikenal dengan sebutan “Abu Muhammad al-Jaulani”. Dia adalah seorang petinggi pasukan ISI, berkewarganegaraan Suriah yang berdomisili di Irak sejak 2003 hingga 2011. Pasukan ini menamakan diri dengan “Jabhat an-Nusrah li-Ahli asy-Syam (Front al-Nusra).”

Dalam waktu yang tidak lama, Front al-Nusra berhasil menguasai daerah-daerah yang mayoritas dihuni warga Sunni di Provinsi ar-Raqqah, Idlib, Deir ez-Zor, dan Aleppo.

Pada 8 April 2013 setelah memperluas wilayahnya ke Suriah, Abu Bakar al-Baghdadi mengumumkan penyatuan ISI dengan Front al-Nusra dengan nama baru “Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS)”, artinya Negara Islam Irak dan Suriah.

Namun, Abu Muhammad al-Jaulani selaku pemimpin Front al-Nusra yang selama ini memimpin gerakan di Suriah dan Ayman al-Zawahiri selaku pemimpin al-Qaeda menolak penyatuan tersebut.

Alhasil, perseteruan di antara mereka tak dapat dihindari. Semakin lama semakin meruncing. Pada 3 Februari 2014, ISIS mengumumkan berpisah dengan al-Qaeda. Demikian pula al-Qaeda, memutus semua hubungan dengan ISIS. Adapun Front al-Nusra, berjalan seiring dengan al-Qaeda. Sejak saat itu, tak ada lagi ikatan antara Front al-Nusra dengan ISIS.

Di tengah konflik internal yang sedang memanas tersebut, pada 29 Juni 2014 Abu Bakar al-Baghdadi mendeklarasikan kekhilafahan dunia. Dia menobatkan diri sebagai khalifah dan mengharuskan semua kelompok “jihad” (baca: teroris) untuk berbaiat kepadanya. Dia pun mengganti penamaan ISIS dengan Islamic State (IS) atau Negara Islam, sebagai pertanda bahwa kekhilafahannya bersifat global, tak sebatas Irak dan Suriah saja.[5]

Hal ini semakin membuat berang pemimpin al-Qaeda dan Front al-Nusra. Tak pelak, aksi saling hujat pun terjadi di antara mereka.

Ayman al-Zawahiri selaku pemimpin al-Qaeda menyampaikan bahwa ISIS lebih jahat daripada Khawarij. ISIS mengafirkan kelompok-kelompok “jihad” lainnya yang berseberangan dengannya tanpa bukti, termasuk al-Qaeda. Dia pun mengkritisi bahwa di antara orang dekat Abu Bakar al-Baghdadi adalah mantan orang-orang Saddam Husein (yang berakidah Ba’ts), terkhusus dari kalangan intelejennya. (https://youtu.be/BZ19gMp2lqA)

Dalam kesempatan lain Ayman al-Zawahiri mengatakan, “Aku berjumpa dengan asy-Syaikh Abu Muhammad al-Maqdisi (salah seorang tokoh teroris asal Yordania, pen.) di Peshawar. Aku sampaikan kepadanya bahwa ada sebuah kelompok yang mengafirkanku, karena aku tidak mengafirkan para mujahidin Afghanistan! Dia pun tertawa, kemudian bergumam, ‘Anda tidak tahu, sesungguhnya mereka juga mengafirkanku karena aku tidak mengafirkan Anda!’.” (https://youtu.be/YnHVJpbyyfQ)

Atas dasar itu, pada 11 September 2015 bertepatan dengan 14 tahun peringatan serangan 11 September 2001 terhadap WTC, Ayman al-Zawahiri menyatakan perang terhadap ISIS.[6]

Adapun ISIS, melalui juru bicara resminya, Abu Muhammad al-Adnani, menegaskan bahwa al-Qaeda hari ini telah melenceng dari jalan kebenaran. Agamanya bengkok dan manhajnya menyimpang. Al-Qaeda tidak lagi menjadi pangkalan jihad. Pangkalan jihad, bukanlah yang disanjung oleh orang-orang rendahan, didekati oleh para thaghut, dan dininabobokan oleh orang-orang yang menyimpang lagi sesat. Sungguh, al-Qaeda telah menyimpang, berubah, dan bergeser.

Abu Muhammad al-Adnani juga mengklaim bahwa al-Qaeda menghalalkan darah orang-orang ISIS dan membunuhi mereka. Jika dibiarkan, akan terus menghabisi ISIS. Namun, jika dibalas, mereka merengek-rengek di media massa dan menjuluki ISIS dengan Khawarij. (https://youtu.be/3YCh60YWerU)

Secara khusus, Abu Muhammad al-Adnani mengeluarkan hujatan keras terhadap Ayman al-Zawahiri, dalam sebuah audio visual dengan judul “Udzran Ya Amiral Qa’idah.” (https://youtu.be/HUOEWsBEojQ)

Adapun Abu Mush’ab at-Tunisi, salah seorang anggota Dewan Syariah ISIS di Suriah, secara terang-terangan telah mengafirkan Ayman al-Zawahiri. (https://youtu.be/EeCXxZNdXTw)

Hal serupa dilakukan oleh ISIS terhadap Front al-Nusra. Abu Muhammad al-Jaulani selaku pemimpin Front al-Nusra, dalam wawancaranya dengan channel al-Jazirah, menyatakan bahwa ISIS mengafirkan Front al-Nusra, membunuhi banyak anggota dan komandannya. ISIS menyalib, memenggal kepala-kepala anggota al-Nusra, dan melemparkan mayat mereka di jalan-jalan. (https://youtu.be/oossAtDYbrs)

Tak mengherankan apabila kemudian Abu Muhammad al-Jaulani memerintah pasukannya untuk bertempur melawan ISIS.[7]

Berbagai pertempuran sengit antara keduanya pun terjadi. Sebut saja pertempuran di Jadid Aqidat pada 7 Mei 2014[8] dan di Deir ez-Zor pada 2 Juni 2014. Dua pertempuran sengit tersebut menelan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak.[9]

 

Keterkaitan ISIS dan al-Qaeda dengan Syiah Rafidhah Iran

Bisa jadi, di antara pembaca ada yang bertanya, “Apakah ISIS dan al-Qaeda yang notabene mudah mengafirkan dan menghalalkan darah seorang muslim memiliki hubungan dengan Syi’ah Rafidhah Iran yang mengafirkan mayoritas sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Ahlus Sunnah?”

Terkait hal ini, asy-Syaikh Prof. Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah mengatakan, “Tidak menutup kemungkinan bahwa ISIS kepanjangan tangan dari Iran Persia yang senantiasa mengafirkan Ahlus Sunnah, berupaya dengan serius menghabisi Ahlus Sunnah, dan menjadikan yang tersisa dari mereka sebagai Syiah Rafidhah.

“Mereka mengafirkan para sahabat Nabi radhiallahu ‘anhum dan menuduh Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha berbuat zina. Mereka menuhankan ahlul bait, padahal ahlul bait berlepas diri dari mereka dan akidah mereka yang kufur.

“Di antara bukti bahwa ISIS adalah kepanjangan tangan Iran, tak sedikit pun mereka menyentuh (baca: memerangi) Iran. Sama dengan induk semangnya (al-Qaeda) yang didirikan tidak lain untuk memerangi Ahlus Sunnah, mengafirkan mereka, dan merusak para pemudanya. Al-Qaeda tak sedikit pun menyentuh (baca: memerangi) Iran. Iran justru menjadi tempat berlindung (suaka) bagi al-Qaeda dan para pemimpinnya.

“Maka dari itu, ISIS, Hizb Syaithan (maksudnya Hizbullah, pen.) di Lebanon, dan Houthi di Yaman adalah mesin penghancur yang digerakkan oleh Iran, baik dengan materi maupun nonmateri. Teramat besar permusuhan mereka terhadap Kerajaan Saudi Arabia. Semoga Allah ‘azza wa jalla menjaga Kerajaan Saudi Arabia dari tipu daya dan kekejian mereka.”

(https://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=152634)

 

Akhir kata, betapa bahaya prinsip keagamaan kaum teroris. Betapa mengerikan operasi-operasi yang mereka lakukan. Pengeboman, pembunuhan senyap, dan aksi teror lainnya. Semua berawal dari sikap bermudahan-mudahan mengafirkan. Karena itu, tak berlebihan, apabila dikatakan bahwa kaum teroris berada di balik jeruji takfir.

Wallahu a’lam.

Ditulis oleh al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi

[1] Dan Syiah (-ed.)

[2] Silakan membaca Asy-Syariah edisi 004, rubrik “Manhaji” dengan judul “Khawarij Kelompok Sesat Pertama dalam Islam”.

[3] Silakan membaca Asy-Syariah edisi 013, rubrik “Manhaji” dengan judul “Jihad Bersama Penguasa”.

[4] Lihat bantahannya dalam kitab Adhwa’ Islamiyyah ‘Ala Aqidati Sayyid Quthub wa Fikrihi, karya asy-Syaikh Prof. Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali, hlm. 71—107.

[5] https://id.m.wikipedia.org/wiki/Negara_Islam_Irak_dan_Syam/,

https://m.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/15/12/31/o06vvx377-ini-awal-mula-pembentukan-isis, dan

https://www.alarabia.net/ar/mob/arab-and-word/syiria/2014/02/06/ .

Diakses pada bulan Desember 2016.

[6] https://m.tempo.co/amphtml/read/news/2015/09/11/115699685/pemimpin-al-qaeda-nyatakan-perang-denganisis-ini-alasannya/

Diakses pada bulan Maret 2017.

[7] https://youtu.be/A05AW59YVrw/ Diakses pada bulan Desember 2016.

[8] https://youtu.be/90777Cee_CY/ Diakses pada bulan Desember 2016.

[9] https://youtu.be/dHjlg9y0oSc/ Diakses pada bulan Desember 2016.