(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi)
Demikian banyak anjuran yang diserukan oleh Rasulullah n kepada umat ini untuk memiliki akhlak yang baik. Karena memang akhlak yang baik memiliki banyak keutamaan dan pemiliknya pun banyak mendapat pujian. Tidak hanya kepada sesama makhluk, namun yang lebih utama adalah bagaimana manusia diperintah untuk memiliki akhlak yang baik kepada Allah, yaitu dengan tidak berbuat syirik dan menyerahkan ibadah semata hanya kepada-Nya.
Karakter seseorang memberikan ciri khas kehidupan pribadi dan cerminan hidupnya. Bila karakter itu diwadahi oleh aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya, niscaya kepribadiannya akan mencerminkan kehi-dupan yang baik. Begitu pula sebaliknya. Maka alangkah indahnya kepribadian sese-orang bila dihiasi dengan karakter dan akhlak yang terpuji dan mulia. Dan betapa harum-nya seseorang bila karakter dan akhlak yang terpuji menjadi selimut hidupnya. Maukah kami tunjukkan suri teladanmu dalam masalah ini dari hamba-hamba Allah I? Dialah Rasulullah n yang telah menda-patkan pujian yang tinggi dari Allah I.
“Dan sesungguhnya kamu berada di atas akhlak yang besar.” (Al-Qalam: 4)
“Maka dengan rahmat Allahlah kamu lemah lembut terhadap mereka dan jika kamu kasar hati, niscaya mereka akan lari dari sisimu.” (Ali ‘Imran: 159)
“Sungguh telah datang kepada kalian seorang rasul dari jenis kalian sendiri merasa kasihan terhadap apa yang memberatkan kalian dan bersemangat (untuk memberikan hidayah) kepada kalian dan kasih sayang kepada orang-orang yang beriman.” (At-Taubah: 128)
“Muhammad adalah seorang rasul Allah, dan orang-orang yang menyertainya keras terhadap orang-orang kafir dan penyayang di kalangan mereka.” (Al-Fath: 29)
Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim di dalam Shahih beliau (no. 746) dari jalan Hisyam bin ‘Amir, bahwa dia berkata: “Wahai Ummul Mukminin! Beritahukan kepadaku tentang akhlak Rasulullah n?” Dia (‘Aisyah x) berkata: “Bukankah kamu membaca Al-Qur`an?” Aku menjawab: “Iya.” Kemudian dia (‘Aisyah) berkata:
“Akhlak beliau adalah Al-Qur`an.”
Sungguh telah terkumpul pada diri Rasulullah n segala sifat terpuji dan mulia seperti pemalu, dermawan, berani, murah hati, lemah lembut, kasih sayang, bagus pergaulan, jujur di dalam berkata, menjaga diri dari segala perbuatan yang jelek, suci lahiriyah dan batiniyah dan sebagainya dari sifat-sifat yang tinggi. Pantaslah jika Allah I menjadikannya sebagai imam para nabi dan rasul serta imam orang-orang yang bertakwa dan suri teladan di dalam hidup. Hal ini di tegaskan oleh Allah I di dalam firman-Nya:
“Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang baik.” (Al-Ahzab: 21)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t di dalam Tafsir-nya menjelaskan: “Ulama ushul berdalil dengan ayat ini tentang bolehnya berhujjah dengan perbu-atan-perbuatan Rasulullah n. Karena, pada asalnya beliau adalah suri teladan di dalam semua hukum kecuali bila ada dalil yang menunjukkan kekhususan bagi beliau. Suri teladan itu ada dua macam yaitu teladan yang baik dan teladan yang jelek. Teladan yang baik adalah teladan pada diri Rasulullah n. Maka orang yang menela-dani beliau adalah orang yang menempuh jalan yang akan menyampaikan kepa-da kemulian yang ada di sisi Allah I, itulah Ash-Shirathal Mustaqim (jalan yang lurus). Adapun meneladani selain Rasulullah n dalam hal yang menyelisihi beliau, maka teladan tersebut adalah teladan yang jelek. Seperti ucapan kaum musyrikin ketika para nabi mengajak mereka untuk meneladani para nabi tersebut seraya mereka berkata: “Kami menjumpai bapak-bapak kami di atas satu agama dan kami hanya mengikuti mereka.”
Menjadikan suri teladan yang baik (menjadikan contoh) akan dilakukan oleh seseorang yang diberikan taufiq untuk mengikutinya, yaitu dari kalangan orang-orang yang berharap kepada Allah I dan hari akhir. Karena iman, rasa takut, berharap pahala dari Allah I dan takut akan ancaman-Nya yang ada pada dirinya, akan mendorong dia untuk meneladani Rasulullah n.” (lihat Tafsir As-Sa’di hal.608)
Akhlak yang Terpuji Melahirkan Kebaikan, Akhlak yang Jelek Melahirkan Kejelekan
Tidak ada keraguan lagi bagi orang yang beriman bahwa setiap anjuran dan perintah dari Allah I dan Rasul-Nya memiliki hikmah dan nilai besar di belakangnya. Bagi orang yang telah melaksanakan anjuran dan perintah tersebut tidak akan memungkiri hal itu sedikitpun. Begitu pula sebaliknya, seti-ap orang yang tidak melaksanakannya akan mendapatkan ancaman dan mala-petaka.
Allah I dan Rasul-Nya meng-anjurkan dan meme-rintahkan agar kita berakhlak dengan akhlak yang mulia dan terpuji, baik terkait akhlak kita kepada Allah I dan Rasul-Nya atau ter-kait dengan sesama manusia. Allah I dan Rasul-Nya juga telah menjelaskan keutamaan dan balasan bagi orang yang berakhlak dengan akhlak yang baik lagi terpuji, dan sebaliknya ancaman bagi orang yang berakhlak buruk.
Allah I berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kalian kepada Allah dan ucapkanlah ucapan yang baik. Niscaya Allah akan memperbaiki amalan-amalan kalian dan akan mengampuni dosa-dosa kalian.” (Al-Ahzab: 70-71)
“Ucapan yang baik dan suka memberi maaf adalah lebih baik dari shadaqah yang dibarengi dengan menyakiti.” (Al-Baqarah: 263)
“Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di hadapan Rasululah merekalah orang-orang yang diuji hati-hati mereka dengan ketakwaan dan bagi mereka pengampunan dan pahala yang besar.” (Al-Hujurat: 3)
Rasulullah n bersabda:
“Orang-orang yang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling bagus akhlaknya dan sebaik-baik kalian adalah orang yang paling bagus kepada istri-istrinya.”1
“Tidak ada dari sesuatu yang paling berat timbangan daripada akhlak yang baik.”2
“Sesungguhnya seorang mukmin dengan akhlaknya yang baik akan mencapai derajat orang yang berpuasa dan shalat.”3
“Kebaikan itu adalah akhlak yang baik.”4
Diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan dari Ibnul Mubarak bahwa beliau telah mensifati akhlak yang baik itu dengan mengatakan: “Bermuka manis, suka menolong dan mencegah segala bentuk gangguan.”
Rasulullah n bersabda: “Sesungguh-nya orang yang paling aku cintai dari kalian dan yang paling dekat tempatnya dariku pada hari kiamat adalah orang yang paling bagus akhlaknya. Dan orang yang paling aku benci pada hari kiamat dan yang paling jauh tempatnya dariku adalah ats-tsartsarun (orang yang banyak bicara) dan al-mutasyaddiqun (ngelantur bila berbicara dengan orang lain) dan mutafaiqihun.” Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah n kami mengetahui siapa yang dimaksud dengan ats-tsartsar dan al-mutsyaddiqun, lalu siapa yang dimaksud dengan mutafaiqihun?” Beliau menjawab: “Orang-orang yang sombong.”5
Rasulullah n bersabda:
“Sesungguhnya bila orang diberikan sifat kelemah lembutan dia telah diberikan segala kebaikan dunia dan akhirat. Menyam-bung silaturrahmi, berakhlak yang baik dan baik terhadap tetangga akan memakmurkan rumah-rumah dan memanjangkan umur.”6
Rasulullah n bukanlah orang yang suka berbuat kotor dan berkata keji dan beliau berkata: “ Sesungguhnya orang yang paling baik dari kalian adalah orang yang paling bagus akhlaknya.”7
“Orang yang paling baik dari kalian di dalam Islam adalah yang paling bagus akhlak nya.”8
Rasulullah n ditanya: “Ya Rasulullah n pemberian apakah yang paling baik kepada setiap orang?” Rasulullah n menjawab: “Akhlak yang baik.”9
Allah I mengutuk iblis dan mengeluar-kannya dari surga akibat akhlaknya yang jelek di hadapan Allah I yaitu ujub, hasad dan sombong.
“Allah berfirman: ‘Hai iblis, apa yang menyebabkan kamu tidak mau sujud bersama mereka yang sujud?’ Iblis berkata: ‘Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang dibentuk.’ Allah berfir-man: ‘Keluarlah dari surga karena sesungguh-nya kamu terkutuk dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu sampai hari kiamat.’” (Al-Hijr: 32-35)
Di dalam Surat Al-Mursalat, Allah I mengulangi firman-Nya di bawah ini sebanyak 10 kali:
“Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.”
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta benda dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan begitu pula istrinya, pembawa kayu bakar yang di lehernya ada tali dari sabut.”
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi dan jangan kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebahagian kamu kepada sebahagian yang lain supaya tidak terhapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.” (Al-Hujurat: 2)
Rasulullah n bersabda:
“Barangsiapa yang membawa pedang-nya atas kami (memerangi kami) maka dia bukan termasuk dari kami dan Barangsiapa yang menipu kami maka dia bukan dari kami.”10
“Mencela saudara semuslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekafiran.”11
Masih banyak dalil-dalil lain yang menjelaskan tentang permasalahan di atas. Dan semoga dengan sebagian dalil ini bisa mewakili yang lain untuk kemudian berusaha memperbaiki diri-diri kita sehingga menjadi orang yang berakhlak yang mulia dan terpuji.
Kerusakan Akhlak yang Paling Besar
Kerusakan moral dan akhlak secara umum akan berakibat fatal bagi kehidupan manusia secara menyeluruh dan akan mempengaruhi terhadap kemajuan dan perkembangan hidup mereka. Bukankah kehancuran sebuah negara sangat erat hubungannya dengan kerusakan moral dan akhlak anak bangsa itu sendiri? Namun dengan rahmat-Nya, Allah I masih menjaga stabilitas hidup mereka secara menyeluruh. Allah I berfirman:
“Seandainya Allah tidak menolak keganasan sebahagian manusia dengan sebaha-gian yang lain pasti bumi ini akan rusak. Tetapi Allah memiliki karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam ini.” (Al-Baqarah: 251)
Jika yang meng-uasai kehidupan orang-orang kafir, para pelaku maksiat dan para pelaku kejahatan dan kerusakan niscaya akan hancurlah dunia ini. Namun ter-masuk rahmat dan kelembutan Allah I terhadap orang-orang yang beriman, Allah I memelihara agama me-reka dan dengan segala apa yang telah disyariatkan dan ditakdirkan-Nya. (lihat Tafsir As-Sa’di hal.90)
Tahukah anda kerusakan akhlak yang paling besar?
Ketahuilah kerusakan akhlak yang paling besar adalah kerusakan akhlak kepada Allah I, dan kerusakan akhlak yang paling besar ini terjadi karena akibat kerusakan aqidah dan tauhid. Tersebarnya segala bentuk peribadatan yang diarahkan kepada selain Allah I seperti takut, cinta, tawakkal, meminta tolong, meminta perlindungan, bernadzar, menyembelih, mencari barakah, mengagungkan pohon-pohon, tempat-tempat keramat, kuburan-kuburan, dan jin-jin merupakan fenomena kerusakan akhlak kepada Allah I. Segala bentuk pengingkaran kepada Allah I seperti kufur nikmat, meninggalkan perintah-perintah dan melaksanakan larang-larangan-Nya, su’udzan kepada Allah I, lari dari rahmat-Nya, merasa aman dari balasan tipu daya-Nya dan tidak memiliki rasa malu kepada-Nya termasuk dari sekian dari bentuk fenomena kerusakan akhlak kepada Allah I. Dan segala macam bentuk kejahatan berjudi, berzina, minum khamar, mencuri, merampok, membunuh, dan lain sebagainya termasuk dari sekian bentuk fenomena kerusakan akhlak kepada Allah I.
Kesyirikan adalah Akhlak Terjahat kepada Allah I
Telah disepa-kati oleh segenap kaum muslimin bahwa kesyirikan itu adalah haram di dalam agama dan termasuk dari dosa yang paling besar. Diyakini pula bahwa dalam perbuatan syirik terdapat unsur penyerupaan Allah I dengan makhluk, kedzaliman yang paling besar terhadap Allah I, penghinaan dan cercaan kepada-Nya dengan mensifatinya dengan penuh kekurangan padahal Allah I adalah Dzat yang Maha Sempurna.
Sungguh sangat mengherankan ketika muncul penghinaan dan pelecehan serta tuduhan-tuduhan yang keji dari kaum muslimin terhadap ilmu aqidah dan tauhid, berikut kepada orang-orang yang membawa dakwah tersebut. Muncul kata-kata aliran sesat, madzhab kelima, ajaran wahabi, pemecah belah, dan sebagainya yang diarahkan kepada dakwah tauhid. Kenapa hal itu terjadi? Siapakah di balik kaum muslimin dalam penentangan mereka tersebut?
Itulah iblis dan bala tentaranya dari jin dan manusia yang menjadikan kaum muslimin yang jahil tentang agamanya dan rincian-rincian tauhid serta syirik menjadi bulan-bulanan. Kemudian dijadikan sebagai tentara untuk menghadang setiap seruan menuju perbaikan aqidah dan tauhid. Demikianlah akhlak yang paling besar bila rusak akan merusak cerminan amaliyah Islamiyah baik secara individu atau masyarakat.
Tentang akhlak yang paling jahat ini, Allah I telah menjelaskan dalam banyak tempat di dalam Al-Qur‘an:
“Sesungguhnya kesyirikan itu adalah kedzaliman yang paling besar.” (Luqman: 13)
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa disekutukannya Dia.” (An-Nisa`: 48)
“Barangsiapa yang menyekutukan Allah maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang jauh.” (An-Nisa`: 116)
“Barangsiapa yang melakukan kesyirikan maka sungguh dia telah mengada-ada dosa yang besar.” (An-Nisa`:48)
“Barangsiapa yang menyekutukan Allah maka Allah akan mengharamkan surga baginya dan tempat kembalinya neraka dan tidak ada seorangpun penolong bagi orang-orang yang dzalim.” (Al-Ma`idah: 72)
“Jika kamu (wahai Nabi) melakukan kesyirikan niscaya amalmu akan benar-benar terhapus.” (Az-Zumar: 65)
“Jika mereka (para nabi) melakukan kesyirikan niscaya terhapuslah amalan-amalan yang mereka telah lakukan.” (Al-An’am: 88)
Rasulullah n bersabda:
“Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang dosa yang paling besar?” Kami menjawab: “Ya wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua…”12
“Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang akan menghancurkan.” Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, apakah tujuh perkara tersebut?” Beliau berkata: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, berpaling ketika perang, dan menuduh wanita-wanita yang mukmin bersih dan lalai (dengan tuduhan zina).”13
Wallahu a’lam.
Catatan Kaki:
1 HR. Al-Imam Abu Dawud no. 4682, At-Tirmidzi no. 1162 dan dia berkata: “Hadits hasan shahih.” Dikeluarkan juga oleh Al-Imam Ahmad di dalam Musnad beliau 2/250-472 dari shahabat Abu Hurairah. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1230.
2 HR. Al-Imam Ahmad 6/446, Abu Dawud no. 2799, At-Tirmidzi no. 2004 dan ‘Abd bin Humaidi di dalam kitab Al-Muntakhab no.204, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’.
3 HR. Al-Imam At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 2643.
4 HR. Al-Imam Muslim no. 2535 dari shahabat An-Nawwas bin Sam’an
5 HR. Al-Imam At-Tirmidzi no. 2018 dari shahabat Jabir bin Abdillah, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 2662.
6 HR. Al-Imam Ahmad 6/159 dari shahabat ‘Aisyah, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib
7 HR. Al-Imam Bukhari no. 6035 dan Al-Imam Muslim no. 2321 dari shahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash.
8 HR. Al-Imam Ahmad 2/481 dan Al-Imam Bukhari dalam Al-Adab no. 285 dari shahabat Abu Hurairah.
9 HR. Al-Imam Ahmad 3/278, Ibnu Majah 3436 dan Al-Imam Bukhari di dalam Al-Adab no. 291 dari shahabat Usamah bin Syarik.
10 HR. Al-Imam Muslim no. 146 dari shahabat Abu Hurairah.
11 HR. Al-Imam Bukhari no. 46, 6539, dan 5584 dan Muslim no.97, dari shahabat Abdullah bin Mas’ud.
12 Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari no. 2511 dan Al-Muslim no. 87 dari shahabat Abu Bakrah.
13 Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari no. 2615 dan Al-Imam Muslim no. 89 dari shahabat Abu Hurairah.