Ayah Tiri Mahram bagi Istri Anak Tiri?

Ana mau tanya kepada Ustadzah barakallahu fikum, siapa sajakah wanita yang haram dinikahi oleh seorang lelaki karena hubungan mahram? Apakah istri anak tiri merupakan mahram bagi ayah tirinya? Jazakumullah khairan atas jawaban yang diberikan.

(Ummu Fulan, Cilacap, Jateng)

Jawab:

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَلَا تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ ءَابَآؤُكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَۚ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَمَقۡتٗا وَسَآءَ سَبِيلًا ٢٢ حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمۡ أُمَّهَٰتُكُمۡ وَبَنَاتُكُمۡ وَأَخَوَٰتُكُمۡ وَعَمَّٰتُكُمۡ وَخَٰلَٰتُكُمۡ وَبَنَاتُ ٱلۡأَخِ وَبَنَاتُ ٱلۡأُخۡتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِيٓ أَرۡضَعۡنَكُمۡ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمۡ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِي دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمۡ تَكُونُواْ دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ وَحَلَٰٓئِلُ أَبۡنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنۡ أَصۡلَٰبِكُمۡ وَأَن تَجۡمَعُواْ بَيۡنَ ٱلۡأُخۡتَيۡنِ إِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ٢٣

“Janganlah kalian menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayah-ayah kalian (ibu tiri) kecuali pada masa yang telah lampau (sebelum datangnya larangan ini) karena sesungguhnya perbuatan menikahi ibu tiri itu amatlah keji, dibenci dan sejelek-jelek jalan yang ditempuh.

Diharamkan atas kalian menikahi ibu-ibu kalian, putri-putri kalian, saudara-saudara perempuan kalian, ‘ammah kalian (bibi/saudara perempuan ayah), khalah kalian (bibi/saudara perempuan ibu), putri-putri dari saudara laki-laki kalian (keponakan perempuan), putri-putri dari saudara perempuan kalian, ibu-ibu susu kalian, saudara-saudara perempuan kalian sepersusuan, ibu mertua kalian, putri-putri dari istri kalian yang berada dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kalian campuri, tetapi jika kalian belum mencampuri istri tersebut (dan sudah berpisah dengan kalian), maka tidak berdosa kalian menikahi putrinya. Diharamkan pula bagi kalian menikahi istri-istri anak kandung kalian (menantu) dan menghimpunkan dalam pernikahan dua wanita yang bersaudara, kecuali apa yang telah terjadi di masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(an-Nisa: 2223)

Dalam ayat yang mulia di atas, Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan wanita-wanita yang haram dinikahi oleh seorang lelaki, baik karena hubungan nasab, karena penyusuan ataupun karena hubungan pernikahan. Adapun wanita yang haram dinikahi karena nasab ada tujuh:

  1. Ibu, nenek, dan seterusnya ke atas
  2. Anak perempuan, cucu perempuan, dan seterusnya ke bawah
  3. Saudara perempuan baik seayah seibu, ataupun seayah saja, atau seibu saja
  4. ‘Ammah (bibi/saudara perempuan ayah)
  5. Khalah (bibi/saudara perempuan ibu)
  6. Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan), cucu perempuan keponakan dan seterusnya ke bawah
  7. Anak perempuan dari saudara perempuan (keponakan), cucu perempuan keponakan, dan seterusnya ke bawah (al-Muhalla, 9/131)

Al-Imam al-Qurthubi rahimahullah menukilkan ucapan ath-Thahawi rahimahullah bahwa seluruh wanita yang disebutkan di atas tidak boleh dinikahi seorang pun dari mereka dengan kesepakatan ulama. (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 5/70)

Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan, seluruh kerabat perempuan dari seoranglaki-laki dengan garis nasab haram untuk dinikahi kecuali sepupu-sepupunya yaitu putri-putri dari ‘ammi-nya (paman/saudara laki-laki ayah), putri-putri dari khal-nya (paman dari pihak ibu), putri-putri dari ‘ammah-nya (bibi dari pihak ayah) dan putri-putri dari khalah-nya (bibi dari pihak ibu). Allah subhanahu wa ta’ala halalkan keempat golongan ini untuk dinikahi oleh Rasul-Nya dengan firman-Nya,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ إِنَّآ أَحۡلَلۡنَا لَكَ أَزۡوَٰجَكَ ٱلَّٰتِيٓ ءَاتَيۡتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا مَلَكَتۡ يَمِينُكَ مِمَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَيۡكَ وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّٰتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَٰلَٰتِكَ ٱلَّٰتِي هَاجَرۡنَ مَعَكَ

“Wahai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau berikan maharnya dan hamba sahaya yang engkau miliki dari apa yang Allah anugerahkan kepadamu dalam peperangan. Demikian pula dihalalkan bagimu untuk menikahi anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ayahmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan ayahmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibu, dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut berhijrah bersamamu….” (al-Ahzab: 50)

Penghalalan ini juga berlaku bagi umat beliau. Adapun selain empat golongan wanita di atas, haram untuk dinikahi sebagaimana tersebut dalam Surat an-Nisa ayat 23. (Majmu’ al-Fatawa, 32/62)

Ada tujuh wanita pula yang haram dinikahi dari susuan, dua di antaranya Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam ayat ini yaitu:

  1. Ibu susu
  2. Saudara perempuan sepersusuan

Adapun anak perempuan susuan, ‘ammah, khalah, anak perempuan dari saudara laki-laki dan dari saudara perempuan sepersusuan diketahui keharamannya dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ

“Menjadi haram dengan sebab penyusuan apa yang haram karena hubungan nasab.” (HR. Muslim no. 1445 ) [al-Mughni, 7/85,87]

Adapun wanita yang haram dinikahi karena hubungan pernikahan ada empat yaitu:

  1. Istri ayah (ibu tiri) dan terus ke atas (nenek dari ibu tiri, buyutnya, dan seterusnya)
  2. Ibu istri (mertua perempuan), nenek istri dari pihak ayah ataupun ibu dan terus ke atas
  3. Anak perempuan istri dengan syarat istri tersebut (ibu si anak perempuan) telah digauli, cucu perempuan istri, dan terus ke bawah.

Demikian pula anak perempuan dari anak laki-laki tiri sebagaimana pendapat al-Imam asy-Syafi’i, al-Imam Ahmad, dan selain keduanya rahimahumullah.

  1. Istri dari anak lelaki kandung (menantu) dan terus ke bawah

Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan, semua wanita yang terjalin hubungan dengannya karena pernikahan maka halal untuk dinikahi oleh seorang laki-laki

kecuali empat golongan sebagaimana dirinci di atas. (Majmu Al-Fatawa, 32/65)

Adapun pertanyaan yang akhir tentang istri anak tiri maka jelas dapat dipahami dari ayat di atas ia bukanlah mahram bagi ayah tiri suaminya, karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَحَلَٰٓئِلُ أَبۡنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنۡ أَصۡلَٰبِكُمۡ

“Diharamkan pula bagi kalian menikahi istri-istri anak kandung kalian.” (an-Nisa: 23)

Jadi yang diharamkan adalah istri anak kandung dan bukan istri anak tiri, sehingga bila anak tiri tersebut bercerai dengan istrinya (dan telah habis masa ‘iddah-nya, .ed-), dibolehkan bagi ayah tirinya untuk menikahi wanita tersebut. Demikian jawaban terakhir ini kami nukilkan dari fatwa Asy-Syaikh Abdullah bin Humaid rahimahullah. (Barnamij Nur ‘alad Darb, sebagaimana disarikan dalam Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah, 1/414)

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.