Bantuan Kepedulian dengan Keikhlasan

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan)

Allah l adalah sesembahan kita satu-satunya. Tidak ada sesembahan lain yang berhak kita sembah selain Dia semata. Dialah sesembahan yang memiliki nama-nama yang mulia, yang mengandung sifat-sifat yang sempurna.

Di antara sifat-sifat-Nya yang sempurna adalah al-qudrah (Mahakuasa), al-hikmah (Mahabijaksana), dan adil. Dengan sifat-sifat tersebut, Allah l menakdirkan terjadinya berbagai peristiwa di alam semesta yang fana ini. Termasuk di antaranya adalah musibah-musibah yang menimpa bangsa dan negara Indonesia, seperti tsunami di Aceh, lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, gempa bumi di Bantul, banjir di berbagai daerah, erupsi Merapi di Sleman, Magelang, dan sekitarnya, gagal panen di berbagai wilayah, munculnya penyakit yang belum ditemukan obatnya, dan sebagainya.
Allah l senantiasa menghendaki kebaikan bagi hamba-hamba-Nya di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, Allah l terus-menerus memperingatkan dengan ayat-ayat kauniah (berupa kejadian di alam sekitar) dan ayat syar’iyah-Nya (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Dengan demikian, diharapkan mereka mau menyadari, bersabar, dan kembali ke jalan-Nya yang lurus setelah mereka lupa dan jauh dari Allah l karena kemaksiatan dan kedurhakaan.
Jika kita memerhatikan musibah-musibah tersebut dengan kacamata agama Islam yang sempurna, kita akan mendapatkan berbagai pelajaran yang sangat berharga. Di antaranya adalah:
1. Mengingatkan kita akan kekuasaan-Nya yang sempurna.
Allah l berfirman:
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (al-Hadid: 22)
2. Mengingatkan kita akan sifat hikmah dan keadilan-Nya yang sempurna pula.
Berbagai macam musibah itu terjadi karena dosa-dosa kita. Allah l telah menegaskan dalam ayat-Nya yang mulia:
“Dan apa pun musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (asy-Syura: 30)
Itu pun Allah l sudah memaafkan banyak dosa kita. Kalau bukan karena ampunan-Nya, tidak akan tersisa seorang pun di antara kita melainkan pasti binasa disebabkan dosa-dosanya. Allah l berfirman:
“Dan sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi satu makhluk melata pun, akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu. Maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.” (Fathir: 45)
Oleh karena itu, alasan apa yang menyebabkan seorang hamba sombong dan angkuh di hadapan Allah l, terus-menerus bergelimang dalam kemaksiatan, kedurhakaan, dan kezaliman?
Allah l menegaskan hal ini dalam firman-Nya:
“Hai manusia, kamulah yang butuh kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidaklah sulit bagi Allah.” (Fathir: 15—17)
Dua hikmah yang mulia ini sudah pernah dibahas secara rinci dalam rubrik sebelumnya.
3. Menggugah, membangkitkan, dan menguatkan persaudaraan, kecintaan, dan kepedulian kita terhadap sesama karena Allah k semata, bukan karena organisasi, partai, aliran, marga, atau kepentingan dunia yang lain.
Allah l memberitakan tentang persaudaraan yang hakiki karena keimanan:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. Oleh karena itu, damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (al-Hujurat: 10)
Rasulullah n memerintah kita untuk bersaudara karena Allah l. Beliau n bersabda:
وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ
“Hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah z)
Rasulullah n menggambarkan kuatnya ikatan persaudaraan karena Allah l, dalam keadaan suka dan duka, melalui sabda beliau n:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Permisalan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi, seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh merintih atau mengeluh, semua anggota tubuh yang lain akan ikut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam.” (Muttafaqun alaih dari an-Nu’man bin Basyir c)

Bantuan, Wujud Kecintaan, Persaudaraan, dan Kepedulian
Berbagai musibah yang terjadi menyebabkan hilangnya nyawa; kehancuran, kehilangan, dan kerusakan harta benda; sakit atau luka, ketakutan atau trauma, dan kelaparan. Allah l berfirman:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (al-Baqarah: 155)
Oleh karena itu, sebagai wujud kecintaan, persaudaraan, dan kepedulian kita kepada saudara-saudara kita yang tertimpa musibah, kita seharusnya membantu dan meringankan beban mereka. Hal ini sebagaimana perintah Allah l:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” (al-Maidah: 2)
Rasulullah n bersabda:
وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
“Allah l senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu membantu saudaranya.” (HR. Muslim no. 4867 dari Abu Hurairah z)
Bantuan yang kita berikan kepada mereka bisa berupa materi, seperti uang, bahan makanan, pakaian, obat-obatan, dan lainnya. Allah l berfirman:
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Rabb kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.” (al-Insan: 8—10)
Rasulullah n bersabda:
لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٍ آتَاهُ اللهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٍ آتَاهُ اللهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak boleh iri selain terhadap dua golongan: (1) orang yang dikaruniai harta yang melimpah oleh Allah l dan dia membelanjakannya di jalan yang haq, (2) orang yang dikaruniai hikmah (ilmu Al-Qur’an dan As-Sunnah), dia menunaikannya (mengamalkannya), serta mengajarkannya.” (Muttafaqun alaih, dari Ibnu Mas’ud z)
Bantuan yang kita berikan kepada saudara-saudara kita yang tertimpa musibah juga bisa dalam bentuk tenaga, seperti evakuasi pengungsi dan korban bencana, membersihkan jalan dari hal-hal yang mengganggu, memperbaiki, dan membenahi sarana umum serta rumah, dan lainnya.
Rasulullah n bersabda:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain seperti bangunan, sebagiannya menguatkan yang lain.” (Muttafaqun alaih dari Abu Musa al-Asy’ari z)
Beliau n bersabda juga:
وَتُعِينُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَة
“Engkau membantu seseorang dalam hal kendaraannya hingga menaikkannya di atasnya, atau engkau mengangkat barang-barangnya ke kendaraannya, itu sedekah.” (Muttafaqun alaih dari Abu Hurairah z)
لَقَدْ رَأَيْتُ رَجُلًا يَتَقَلَّبُ فِي الْجَنَّةِ فِي شَجَرَةٍ قَطَعَهَا مِنْ ظَهْرِ الطَّرِيقِ كَانَتْ تُؤْذِي النَّاسَ
“Sungguh, aku melihat seseorang yang mondar-mandir di dalam surga karena sebuah pohon di jalan yang ditebangnya karena mengganggu manusia.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah z)
Rasulullah n juga bersabda tentang cabang-cabang keimanan.
وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ
“… Yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.” (Muttafaqun alaih dari Abu Hurairah z)
Seorang mukmin juga bisa mewujudkan kecintaan dan kepeduliannya terhadap saudara-saudaranya yang terkena musibah dalam bentuk nasihat, saran yang baik, dan doa. Allah l berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar ….” (at-Taubah: 71)
Rasulullah n bersabda:
الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ
“Ucapan yang baik itu sedekah.” (HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah z)
Dari Jarir bin Abdillah z, ia berkata:
بَايَعْتُ رَسُولَ اللهِ n عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِم
“Aku membai’at Rasulullah n untuk menegakkan shalat, membayar zakat, dan memberi nasihat kepada setiap muslim.” (Muttafaqun alaih)
Dari Anas bin Malik z, ia berkata:
مَرَّ النَّبِيُّ n بِامْرَأَةٍ عِنْدَ قَبْرٍ وَهِيَ تَبْكِي فَقَالَ: اتَّقِي اللهَ وَاصْبِرِي
“Nabi n melewati seorang wanita yang sedang menangis di samping kuburan (anaknya). Beliau n berkata, ‘Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah!’.” (Muttafaqun alaih)
Dari Abu ad-Darda z, Rasulullah n bersabda:
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ، وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Doa seorang muslim untuk saudaranya yang tidak ada di hadapannya (tanpa diketahuinya) mustajab (akan dikabulkan). Di samping kepalanya ada malaikat yang bertugas. Ketika dia mendoakan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata, ‘Amin, mudah-mudahan engkau mendapatkan yang semisalnya’.” (HR. Muslim)
Termasuk salah satu hal yang semakin menyempurnakan kecintaan dan kepedulian seorang muslim terhadap saudaranya yang sedang tertimpa musibah adalah tidak menyakiti mereka dengan ucapan dan perbuatan, seperti komentar-komentar yang menyakitkan dan meresahkan melalui media massa. Demikian pula pencurian dan penjarahan harta benda mereka, penyalahgunaan bantuan yang menjadi hak mereka, dan sebagainya.
Allah l berfirman:
“Dan orang-orang yang menyakiti orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (al-Ahzab: 58)
Rasulullah n bersabda:
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari kejahatan lisan dan tangannya.” (Muttafaqun alaih dari Abdullah bin Amr ibnul Ash c)
Allah l berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” (an-Nisa: 29)
Rasulullah n bersabda:
مَنِ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ فَقَدْ أَوْجَبَ اللهُ لَهُ النَّارَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ. فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: وَإِنْ كَانَ شَيْئًا يَسِيرًا، يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: وَإِنْ قَضِيبًا مِنْ أَرَاكٍ
“Barang siapa mengambil hak seorang muslim dengan sumpahnya, sungguh Allah mewajibkan untuknya neraka dan mengharamkan surga.” Ada yang bertanya, “Walaupun sesuatu yang remeh, wahai Rasulullah?” Beliau n menjawab, “Walaupun sebatang ranting pohon siwak.” (HR. Muslim dari Abu Umamah z)

Ancaman untuk Orang yang Tidak Ikhlas Membantu
Bantuan yang kita berikan kepada saudara-saudara kita yang sedang mendapatkan ujian dan cobaan, adalah sebuah bentuk ibadah. Sebuah ibadah tidak akan diterima oleh Allah l melainkan jika seseorang ikhlas mengamalkannya dan mengikuti tuntunan Rasulullah n.
Allah l berfirman:
Katakanlah, “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri.” Katakanlah, “Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku

akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Rabbku.” (az-Zumar: 11—12)
Dapat kita simpulkan, amalan apa pun—termasuk bantuan kepada saudara kita yang menjadi korban bencana, dalam bentuk harta, tenaga, pikiran, dan doa—yang mengandung harapan pujian, sanjungan, dan imbalan dunia serta suara, tidak akan diterima oleh Allah l.
Ada organisasi, partai, dan lembaga yang memberi bantuan sambil memasang spanduk yang memuat kalimat yang mencerminkan ketidakikhlasan. Mungkin kita pernah melihat spanduk dengan tulisan “Peristiwa 27 Juli 1996 adalah bukti kepedulian kami”, atau “Bersih, peduli, dan profesional”, atau kalimat semacamnya.
Mungkin kita pernah pula melihat bantuan-bantuan yang berlabel organisasi atau partai tertentu, sampai pun nasi bungkus dan mi instan. Kita berlindung kepada Allah l dari hal-hal yang seperti itu.
Perhatikanlah bagaimana ancaman Allah l terhadap orang-orang yang tidak ikhlas beramal. Dalam sebuah hadits, Rasulullah n bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ … وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ. قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ: هُوَ جَوَادٌ؛ فَقَدْ قِيلَ. ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya, golongan pertama yang akan diputuskan perkaranya pada hari kiamat adalah … (di antaranya) orang yang diberikan kelapangan rezeki dan dikaruniai berbagai jenis harta oleh Allah l. Orang tersebut didatangkan dan Allah l mengingatkannya akan berbagai kenikmatan yang Dia limpahkan kepadanya. Dia pun mengingatnya. Lalu Allah l bertanya kepadanya, ‘Untuk apa engkau gunakan berbagai nikmat itu?’ Dia menjawab, ‘Tidaklah aku tinggalkan satu jalan pun yang Engkau cintai untuk berinfak padanya melainkan aku telah berinfak karena-Mu.’ Allah berfirman, ‘Engkau berdusta. Engkau justru melakukannya supaya dikatakan dermawan, dan sungguh engkau telah dijuluki demikian.’ Kemudian ia diperintahkan untuk diseret di atas wajahnya (tertelungkup) hingga dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim no. 1905 dari Abu Hurairah z)
Kita berlindung kepada Allah l dari hal itu.
اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا قَلْبًا خَاشِعًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
“Ya Allah, karuniailah kami hati yang khusyuk, lisan yang senantiasa berzikir, dan amalan yang diterima.”