Berdzikirlah Kepada Ku Niscaya Aku Akan Mengingatmu

(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah)

 

Kehidupan dunia teramat memikat bagi kebanyakan insan. Berapa banyak mereka yang silau dengan keindahannya hingga melalaikan mereka dari mengingat Allah k, dari berzikir kepada-Nya. Padahal Allah Maha Baik terhadap mereka. Dia yang menciptakan mereka. Dia pula yang memelihara dan melimpahkan nikmat-Nya yang tiada terhitung kepada mereka. Tapi apa balasan mereka? Mereka melupakan-Nya dan berpaling dari-Nya! Kenyataan yang ada pada mereka ini jelas bertolak belakang dengan perintah Allah k kepada hamba-hamba-Nya. Dalam banyak ayat-Nya, Dia menyuruh mereka untuk senantiasa berzikir kepada-Nya dan banyak-banyak mengingat-Nya.

“Wahai orang-orang yang beriman, berzikirlah kalian kepada Allah dengan banyak.” (Al-Ahzab: 41)

Dia pun memuji dan menyiapkan pahala yang besar bagi hamba-hamba-Nya yang banyak berzikir kepada-Nya:

“Laki-laki yang banyak berzikir kepada Allah dan perempuan yang banyak berzikir kepada Allah, Allah siapkan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35)

Allah k memerintahkan hamba-Nya untuk banyak mengingat-Nya, berzikir kepada-Nya, bukan karena Dia membutuhkan si hamba atau beroleh keuntungan dengannya. Karena:

“…maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Ali ‘Imran: 97)

Sebaliknya, para hamba-lah yang membutuhkan-Nya:

“Wahai manusia, kalianlah yang fakir (butuh) kepada Allah sementara Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (Fathir: 15)

Allah k memerintahkan mereka untuk berzikir, karena kebaikan dan kemanfaatannya kembali kepada diri mereka sendiri. Mereka sangat butuh kepada Allah l, tak pernah mereka terlepas dari membutuhkan-Nya walau sekejap mata. Ketika seorang hamba tidak berzikir kepada-Nya, maka itu akan menjadi bala baginya dan akan menjadi penyesalan yang teramat besar tatkala berjumpa dengan Allah k di hari kiamat kelak.

Aisyah x memberitakan dari Rasulullah n:

مَا مِنْ سَاعَةٍ تَمُرُّ بِابْنِ آدَمَ لاَ يَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى فِيْهَا إِلاَّ تَحَسَّرَ عَلَيْهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Tidak ada satu waktu pun yang terluputkan dari anak Adam untuk berzikir kepada Allah kecuali ia akan menyesali waktu tersebut pada hari kiamat.” (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 508, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 5/362, dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahihul Jami’ no. 5720)

Siapa yang tidak berzikir kepada Allah k, ibaratnya ia telah menjadi bangkai walaupun jasadnya masih berjalan di muka bumi. Rasulullah n bersabda:

مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذيْ لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْـمَيِّتِ

“Permisalan orang yang mengingat/berzikir kepada Rabbnya dengan orang yang tidak berzikir kepada Rabbnya seperti permisalan orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 6407)

Kata Al-Hafizh Ibnu Hajar t, yang dimaksud dengan zikir adalah menyebutkan lafadz-lafadz yang dianjurkan oleh penetap syariat untuk memperbanyak mengucapkannya. Seperti yang diistilahkan dengan Al-Baqiyatush Shalihat, yaitu ucapan Subhanallah, Alhamdulillah, Laa ilaaha illallah, dan Allahu Akbar. Termasuk pula ucapan hauqalah (la haula wa la quwwata illa billah), basmalah (bismillahir rahmanir rahim), hasbalah (hasbunallah wa ni’mal wakil), istighfar, dan doa-doa semisalnya yang berisi permohonan kebaikan di dunia dan di akhirat. Zikrullah (berzikir kepada Allah k) juga bisa bermakna melakukan amalan yang diwajibkan ataupun disunnahkan, seperti membaca Al-Qur’an, membaca hadits nabawi, mempelajari ilmu syar’i, dan mengerjakan shalat nafilah/sunnah. (Fathul Bari, 11/250)

Saudariku …!

Tiada merugi bagimu dengan terus mengingat-Nya…

Bahkan kemanisan dan pahala yang besar kan kau dapatkan

Sebaliknya, kepahitan dan kegetiran senantiasa menemani hidupmu manakala hatimu dipenuhi dengan terus mengingat selain-Nya…

Kerugian di dunia dan kerugian di akhirat.

 

Barangsiapa mengingat Allah k maka Allah k akan mengingatnya.

“Karena itu, ingatlah kepada-Ku (berzikir kepada-Ku) niscaya Aku akan mengingat kalian.” (Al-Baqarah: 152)

Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thabari t berkata menafsirkan ayat di atas, “Yang dimaksud Allah k dengan firman-Nya ini adalah ingatlah Aku, wahai kaum mukminin, dengan kalian menaati-Ku dalam perkara yang Aku perintahkan kepada kalian dan dalam perkara yang Aku larang. Niscaya Aku akan mengingat kalian dengan rahmat-Ku dan pengampunan-Ku terhadap kalian.”

Kemudian Abu Ja’far membawakan ucapan Sa’id bin Jubair ketika menafsirkan ayat di atas, “Ingatlah kalian kepada-Ku dengan menaati-Ku niscaya Aku akan mengingat kalian dengan ampunan-Ku.” (Jami’ul Bayan fit Ta’wilil Qur’an, 2/40)

Dalam Ash-Shahihain dari Abu Hurairah z, ia berkata, “Rasulullah n bersabda dalam hadits yang beliau riwayatkan dari Allah k (hadits qudsi):

مَنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ، ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَمَنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَأٍ، ذَكَرْتُهُ فِي مَلَأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ

‘Siapa yang mengingat-Ku dalam jiwanya maka Aku akan mengingatnya dalam jiwa-Ku. Dan siapa yang mengingat-Ku pada sekumpulan orang maka Aku akan mengingatnya pada kumpulan makhluk yang lebih baik dari mereka’.”

Ketahuilah wahai saudariku ! …

Zikrullah adalah amalan yang ringan namun mendatangkan pahala yang besar.

Abdullah bin Busr z memberitakan, ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah n. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh syariat Islam terlalu banyak hingga aku tidak mampu mengerjakan semuanya karena kelemahanku, maka beritakan kepadaku suatu amalan ringan yang bisa terus aku pegangi.”1

Rasulullah n pun memberikan bimbingan:

لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللهِ

“Terus menerus lisanmu basah dengan zikrullah.” (HR. At-Tirmidzi no. 3375, Ibnu Majah no. 3793, dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih At-Tirmidzi dan Shahih Ibnu Majah)

Berzikir kepada Allah k merupakan amalan yang utama dan bernilai tinggi di sisi Allah k. Sahabat yang mulia, Abud Darda z berkata, “Rasulullah n bersabda:

أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ، وَأَزْكَاكُمْ عِنْدَ مَلِيْكِكُمْ، وَأَرْفَعُهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ، وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرَقِ، وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوْا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوْا أَعْنَاقَكُمْ؟ قاَلُوا: بَلَى، يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: ذِكْرُ اللهِ

“Maukah kalian aku beritakan tentang sebaik-baik amalan kalian, paling suci di sisi Pemilik kalian, paling tinggi dalam mengangkat derajat kalian dan lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak, serta lebih baik bagi kalian daripada kalian bertemu dengan musuh kalian lalu kalian memukul/memenggal leher-leher mereka dan mereka memukul leher-leher kalian?”

Para sahabat menjawab: “Tentu, wahai Rasulullah!”

Beliau berkata, “(Amalan itu adalah) zikrullah.” (HR. At-Tirmidzi no. 3377, Ibnu Majah no. 3790, dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahihul Jami’ no. 2629)

Bila demikian agungnya zikrullah, masihkah engkau enggan untuk berzikir?

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.


1 Ath-Thibi berkata, “Orang ini tidaklah menginginkan untuk meninggalkan sama sekali seluruh syariat Islam, tapi ia meminta disebutkan suatu amalan yang hukumnya tidak wajib baginya dan bisa terus dilakukannya setelah ia mengerjakan amalan yang fardhu.” (Tuhfatul Ahwadzi, 2/2423)