Berkhidmah Pada Suami

Pulang dari bekerja, semestinya adalah waktu untuk beristirahat bagi suami selaku kepala rumah tangga. Namun, banyak kita jumpai fenomena di mana mereka justru masih disibukkan dengan segala macam pekerjaan rumah tangga sementara sang istri malah ngerumpi di rumah tetangga. Bagaimana istri salihah menyikapi hal ini?

Salah satu sifat istri salihah yang menandakan bagusnya interaksi kepada suaminya adalah berkhidmat kepada sang suami dan membantu pekerjaannya sebatas yang ia mampu. Ia tidak akan membiarkan sang suami melayani dirinya sendiri sementara ia duduk berpangku tangan menyaksikan apa yang dilakukan suaminya. Ia merasa enggan bila suaminya sampai tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan rumah, memasak, mencuci, merapikan tempat tidur, dan semisalnya, sementara ia masih mampu untuk menanganinya.

rumah-sederhana

Tidak mengherankan bila kita mendapati seorang istri salihah menyibukkan harinya dengan memberikan pelayanan kepada suaminya, mulai dari menyiapkan tempat tidurnya, makan dan minumnya, pakaiannya, dan kebutuhan suami lainnya. Semua dilakukan dengan penuh kerelaan dan kelapangan hati disertai niat ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Sungguh, ini merupakan bentuk perbuatan ihsannya kepada suami, yang diharapkan darinya ia akan beroleh kebaikan.

Berkhidmat kepada suami ini telah dilakukan oleh wanita-wanita utama lagi mulia dari kalangan shahabiyah, seperti yang dilakukan Asma’ bintu Abi Bakr ash-Shiddiq radhiallahu ‘anha yang berkhidmat kepada az-Zubair ibnul Awwam radhiallahu ‘anhu, suaminya.

Ia mengurusi hewan tunggangan suaminya, memberi makan dan minum kudanya, menjahit dan menambal embernya, serta mengadon tepung untuk membuat kue. Ia yang memikul biji-bijian dari tanah milik suaminya sementara jarak tempat tinggalnya dengan tanah tersebut sekitar 2/3 farsakh[1].” (HR. Bukhari no. 5224 dan Muslim no. 2182)

Demikian pula khidmat Fathimah bintu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah suaminya, Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, sampai-sampai kedua tangannya lecet karena menggiling gandum.

Ketika Fathimah datang ke tempat ayahnya untuk meminta seorang pembantu, sang ayah yang mulia memberikan bimbingan pada yang lebih baik,

أَلاَ أَدُلُّكُمَا عَلَى مَا هُوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ؟ إِذَا أَوَيْتُمَا إِلَى فِرَاشِكُمَا أَوْ أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا فَكَبِّرَا أَرْبَعًا وَثَلاَثِيْنَ وَسَبِّحَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ وَحَمِّدَا ثَلاثًا وَثَلاثِيْنَ، فَهَذَا خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ

“Maukah aku tunjukkan kepada kalian berdua apa yang lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu? Apabila kalian mendatangi tempat tidur kalian atau ingin berbaring, bacalah Allahu Akbar 34 kali, Subhanallah 33 kali, dan Alhamdulillah 33 kali. Ini lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu.” (HR. al-Bukhari no. 6318 dan Muslim no. 2727)

Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, menikahi seorang janda untuk berkhidmat padanya dengan mengurusi saudara-saudara perempuannya yang masih kecil.

Jabir berkisah, “Ayahku meninggal dan ia meninggalkan 7 atau 9 anak perempuan. Aku pun menikahi seorang janda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku,

تَزَوَّجْتَ يَا جَابِرُ؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ. فَقَالَ: بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا؟ قُلْتُ: بَلْ ثَيِّبًا. قَالَ: فَهَلاَّ جَارِيَةً تُ عَالِبُهَا وَتُلاعِبُكَ، وَتُضَاحِكُهَا وَتُضَاحِكُكَ؟ قَالَ: فَقُلْتُ لَهُ: إِنَّ عَبْدَ اللهِ هَلَكَ وَتَرَكَ بَنَاتٍ، وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَجِيْئَهُنَّ بِمِثْلِهِنَّ، فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً تَقُوْمُ عَلَيْهِنَّ وَتُصْلِحُهُنَّ. فَقَالَ: بَارَكَ اللهُ لَكَ. أَوْ قَالَ: خَيْرًا

“Apakah engkau sudah menikah, wahai Jabir?”

“Sudah,” jawabku.

“Dengan gadis atau janda?” tanya beliau.

“Dengan janda,” jawabku.

“Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis, sehingga engkau bisa bermain-main dengannya dan ia bermain-main denganmu. Dan engkau bisa tertawa bersamanya dan ia bisa tertawa bersamamu?” tanya beliau.

“Ayahku, Abdullah, meninggal dan ia meninggalkan anak-anak perempuan dan aku tidak suka mendatangkan di tengah-tengah mereka wanita yang sama dengan mereka. Aku pun menikahi seorang wanita yang bisa mengurusi dan merawat mereka,” jawabku. Beliau berkata, “Semoga Allah memberkahimu,” atau beliau berkata, “Semoga kebaikan bagimu.” (HR. al-Bukhari no. 5367 dan Muslim no. 1466)

Hushain bin Mihshan berkata, “Bibiku berkisah padaku, ia berkata, “Aku pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena suatu kebutuhan, beliaupun bertanya,

أَيْ هذِهِ، أَذَاتُ بَعْلٍ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ: كَيْفَ أَنْتَ لَهُ؟ قُلْتُ: مَا آلُوهُ إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ .قَالَ: فَانْظُرِيْ أَيْنَ أَنْتَ مِنْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكَ وَنَارُكَ

“Wahai wanita, apakah engkau telah bersuami?”

“Iya,” jawabku.

“Bagaimana engkau terhadap suamimu?” tanya beliau.

“Aku tidak mengurangi-ngurangi dalam menaatinya dan berkhidmat padanya, kecuali apa yang aku tidak mampu menunaikannya,” jawabku.

“Lihatlah di mana keberadaanmu terhadap suamimu, karena dia adalah surga dan nerakamu,” sabda beliau. (HR. Ibnu Abi Syaibah dan selainnya, dinyatakan sahih sanadnya oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Adabuz Zifaf, hlm. 179)

Namun di sisi lain, suami yang baik tentunya tidak membebani istrinya dengan pekerjaan yang tidak mampu dipikulnya. Bahkan ia melihat dan memerhatikan keberadaan istrinya kapan sekiranya ia butuh bantuan.

jarum

Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam gambaran suami yang terbaik. Di tengah kesibukan mengurusi umat dan dakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala, beliau menyempatkan membantu keluarganya dan mengerjakan apa yang bisa beliau kerjakan untuk dirinya sendiri tanpa membebankan kepada istrinya sebagaimana diberitakan istri beliau, Aisyah radhiallahu ‘anha ketika al-Aswad bin Yazid bertanya kepadanya,

يَصْنَعُ فِي الْبَيْتِ؟ قَالَتْ: كَانَ مَا كَانَ النَّ يَكُوْنُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِتَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِفَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ.

“Apa yang biasa dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam rumah?”

Aisyah menjawab, “Beliau biasa membantu pekerjaan istrinya. Bila tiba waktu shalat, beliau pun keluar untuk mengerjakan shalat.” (HR. al-Bukhari no. 676, 5363)

Dalam riwayat lain, Aisyah radhiallahu ‘anha menyebutkan pekerjaan yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan di rumahnya:

مَا يَصْنَعُ أَحَدُكُمْ فِي بَيْتِهِ، يَخْصِفُ النَّعْلَ وَيَرْقَعُ الثَّوْبَ وَيَخِيْطُ

“Beliau mengerjakan apa yang biasa dikerjakan salah seorang kalian di rumahnya. Beliau menambal sandalnya, menambal bajunya, dan menjahitnya.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 540, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Adabil Mufrad no. 419, dan al-Misykat no. 5822)

كَانَ بَشَرًا مِنَ الْبَشَرِ، يَفْلِي ثَوْبَهُ وَيَحْلُبُ شَاتَهُ

“Beliau manusia biasa. Beliau menambal pakaiannya dan memeras susu kambingnya.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 541, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Adabul Mufrad no. 420, dan ash-Shahihah 671)

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

 

Ditulis oleh Al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyyah


[1]  Farsakh kurang lebih 8 km atau 3,5 mil

While viewing the website, tap in the menu bar. Scroll down the list of options, then tap Add to Home Screen.
Use Safari for a better experience.