Fatwa Ulama Seputar Asuransi

 

Para ulama yang tergabung dalam al-Lajnah ad-Daimah pernah dimintai fatwa tentang beragam asuransi dengan soal yang terperinci. Berikut ini pertanyaannya secara ringkas.

Ada yang meminta fatwa tentang jenis asuransi berikut ini.

  1. Asuransi barang ekspor impor (pengiriman barang): Per tahun atau setiap kali mengirim barang dengan jaminan ganti rugi kerusakan kargo laut, darat, atau udara.
  2. Asuransi mobil (kendaraan) dengan beragam jenis dan mereknya: Disesuaikan dengan jenis mobil, penggunaannya sesuai permintaan, dengan jaminan ganti rugi semua kecelakaan, tabrakan, terbakar, dicuri, atau yang lain. Meliputi juga ganti rugi untuk pihak nasabah yang mengalami musibah dan/atau kecelakaan yang ada.
  3. Asuransi ekspedisi darat: Untuk pengiriman dalam dan luar negeri dengan setoran intensif tahunan per ekspedisi, dengan ganti rugi total apabila terjadi musibah.
  4. Asuransi harta benda: Seperti ruko, pertokoan, pabrik, perusahaan, perumahan, dan sebagainya, dengan ganti rugi total apabila terjadi kebakaran, pencurian, banjir besar, dll.
Baca juga: Hukum Asuransi
  1. Asuransi barang berharga: Seperti cek, surat-surat penting, mata uang, permata, dsb., dengan ganti rugi total apabila terjadi perampokan/pencurian.
  2. Asuransi rumah dan villa/hotel.
  3. Asuransi proyek, meliputi proyek pembangunan atau pabrik dan semua jenis proyek.
  4. Asuransi tata kota
  5. Asuransi tenaga kerja
  6. Asuransi jiwa atau kejadian-kejadian pribadi, seperti asuransi kesehatan (askes) dan pengobatan.

Semua itu dengan menyetor uang secara intensif dengan nominal yang disepakati bersama.

Jawaban:

Al-Lajnah ad-Daimah menjawab bahwa semua jenis asuransi dengan sistem di atas adalah haram, dengan argumentasi yang telah disebutkan.

Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Baz; Wakil Ketua: Syaikh Abdurrazzaq Afifi; Anggota: Syaikh Abdullah bin Qu’ud.

(Fatawa al-Lajnah, 15/243—248)

Masalah 1: Bolehkah asuransi masjid?

Al-Lajnah ad-Daimah menjawab,

“Asuransi bisnis adalah haram, baik asuransi jiwa, barang, mobil, tanah/rumah, sampaipun masjid atau tanah wakaf. Sebab, ia mengandung unsur jahalah (ketidaktahuan), pertaruhan, perjudian, riba, dan larangan-larangan syariat lainnya.”

Ketua: Syaikh Ibnu Baz; Wakil Ketua: Syaikh Abdurrazzaq Afifi; Anggota: Syaikh Ibnu Qu’ud dan Syaikh Ibnu Ghudayyan.

(Fatawa al-Lajnah, 15/258—259)

Masalah 2: Askes (asuransi kesehatan)

Al-Lajnah ad-Daimah pernah ditanya tentang asuransi kesehatan dengan sistem berikut ini.

  1. Asuransi pengobatan

Ketentuannya, pihak yang ikut serta dalam program kesehatan tersebut menyerahkan nominal tertentu yang disepakati bersama. Dia akan mendapatkan pelayanan serta diskon berikut:

  1. Pemeriksaan kesehatan selama menjadi anggota maksimal tiga kali sebulan
  2. Diskon 5% untuk pembelian obat
  3. Diskon 15% untuk operasi di rumah sakit tertentu
  4. Diskon 20% untuk tes kesehatan dan pelayanan apotek
  5. Diskon 5% untuk pemasangan gigi.

Nominal setoran sebesar 580 real Saudi. Apabila anggota keluarga ikut semua, setoran per kepala sebesar 475 real Saudi.

  1. Asuransi kehamilan dan kelahiran

Cukup dengan membayar 800 real Saudi selama masa kehamilan, dengan pelayanan sbb.

  1. Pemeriksaan kesehatan sejak awal kehamilan hingga melahirkan, 2—3 kali dalam sebulan. Khusus bulan terakhir kehamilan, pemeriksaan sekali sepekan.
  2. Pemeriksaan gratis dua kali di rumah setelah melahirkan.
  3. Bayi mendapatkan kartu pengobatan gratis selama setahun.
  4. Asuransi anak sehat

Setorannya sebesar 490 real per tahun, dengan pelayanan:

  1. Pemeriksaan bayi selama setahun sampai 3 kali dalam sebulan.
  2. Diskon 20% untuk UGD dan operasi kecil.
  3. Diskon 15% untuk operasi besar di rumah sakit tertentu.

Al-Lajnah ad-Daimah menjawab,

Program ini termasuk jenis asuransi kesehatan yang berafiliasi bisnis. Hukumnya haram karena termasuk akad perjudian dan pertaruhan.

Nominal yang diserahkan nasabah untuk mendapatkan pelayanan berdiskon selama setahun, lebih atau kurang, terkadang tidak dia manfaatkan sama sekali. Sebab, dia tidak membutuhkan pelayanan di klinik tersebut selama jangka waktu itu. Dengan demikian, dia rugi sejumlah nominal tersebut. Yang untung adalah pihak klinik. Terkadang pula, dia mengambil faedah besar yang berlipat ganda dari nominal yang dia serahkan sehingga dia untung dan klinik merugi ….

Program ini adalah perjudian yang diharamkan berdasarkn nas Al-Qur’an. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٌ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.” (al-Maidah: 90)

Ketua: Syaikh Ibnu Baz; Anggota: Syaikh Bakr Abu Zaid, Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh, Syaikh Shalih al-Fauzan, dan Syaikh Abdullah bin Ghudayyan.

(Fatawa al-Lajnah, 15/272—274)

Masalah 3: Apa hukum bekerja di lembaga asuransi bisnis?

Al-Lajnah ad-Daimah menjawab,

Seorang muslim tidak boleh bekerja di perusahaan asuransi sebagai sekretaris atau lainnya. Sebab, bekerja di situ termasuk tolong-menolong di atas dosa dan permusuhan. Ini dilarang oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya,

وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ

“Dan janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (al-Maidah: 2)

Ketua: Syaikh Ibnu Baz; Wakil Ketua: Syaikh Abdurrazzaq Afifi; Anggota: Syaikh Abdullah bin Qu’ud dan Syaikh Abdullah bin Ghudayyan.

(Fatawa al-Lajnah, 15/251 dan 15/262—264)

Baca juga: Nasihat untuk Para Pegawai Bank

Masalah 4: Apabila uang ganti rugi dari lembaga asuransi telah diterima, apa yang harus dilakukan?

Al-Lajnah ad-Daimah menjawab,

Harta yang telah diterima dari hasil akad asuransi bisnis, apabila dia menerimanya karena tidak tahu hukumnya secara syariat, tidak ada dosa baginya. Namun, dia tidak boleh mengulangi lagi akad asuransi tersebut. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَمَن جَآءَهُۥ مَوۡعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمۡرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَنۡ عَادَ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ

“Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (al-Baqarah: 275)

Akan tetapi, apabila dia menerimanya setelah tahu hukumnya, dia wajib bertobat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan tobat nasuha, dan menyedekahkan keuntungan tersebut.

Ketua: Syaikh Ibnu Baz; Anggota: Syaikh Abdullah bin Qu’ud.

(Fatawa al-Lajnah, 15/260—261)

Ketika menjawab pertanyaan senada (15/260), al-Lajnah ad-Daimah menyatakan, “Pihak nasabah boleh mengambil nominal uang yang pernah dia setorkan ke lembaga asuransi. Adapun sisanya, dia sedekahkan untuk para fakir miskin, atau dia belanjakan untuk sisi-sisi kebajikan lainnya. Dan dia harus lepas/keluar dari lembaga asuransi.”

Syaikhuna Abdurrahman al-‘Adni rahimahullah menjelaskan, “Apabila para pelaku usaha dan hartawan dipaksa bermuamalah dengan lembaga-lembaga asuransi oleh pihak-pihak yang tidak mungkin mereka hadapi atau tolak permintaannya, sehingga mereka menyetor dan bermuamalah dengan lembaga tersebut; dosanya ditanggung oleh pihak yang memaksa. Namun, ketika terjadi musibah, mereka tidak boleh menerima kecuali nominal yang telah mereka setorkan.” (Syarhul Buyu’ hlm. 39, pada catatan kaki)

Demikian uraian tentang masalah asuransi. Semoga bermanfaat.

Wallahul Muwaffiq.

(Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin)