Hukum & Adab Terkait dengan Orang yang Berkurban

  1. Syariat berkurban adalah umum; mencakup lelaki, wanita, yang telah berkeluarga atau lajang dari kalangan kaum muslimin, karena dalil-dalil yang ada bersifat

  2. Diperbolehkan berkurban dari harta anak yatim jika mereka menghendakinya—menurut kebiasaan.

Artinya, apabila tidak disembelihkan kurban, mereka akan bersedih karena tidak bisa memakan daging kurban sebagaimana anak-anak sebayanya. (asy-Syarhul Mumti’, 3/427)

  1. Seseorang boleh berutang untuk berkurban apabila dia mampu membayarnya. Sebab, berkurban adalah sunnah dan upaya menghidupkan syiar Islam. (Syarh Bulughul Maram, 6/84, bagian catatan kaki)

Al-Lajnah Ad-Daimah juga berfatwa tentang diperbolehkannya menyembelih kurban walaupun belum dibayar harganya. (Fatawa al-Lajnah, 11/411, fatwa no. 11698)

  1. Dipersyaratkan bahwa hewan tersebut adalah miliknya, bisa dengan cara membeli atau yang lainnya.

Adapun jika hewan tersebut adalah hasil curian atau ghashab lalu dia sembelih sebagai kurban, kurbannya tidak sah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إلَّا طَيِّبًا

“Sesungguhnya Allah itu Dzat yang baik; tidak menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim no. 1015 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu)

Baca juga:

Memilih Hewan Kurban

Begitu pula apabila dia menyembelih hewan milik orang lain untuk dirinya, seperti hewan gadaian, hal tersebut tidak sah.

  1. Apabila dia meninggal setelah menakyin hewan kurbannya, hewan tersebut tidak boleh dijual untuk menutupi utangnya, tetapi tetap disembelih oleh ahli warisnya.

  2. Disunnahkan baginya untuk menyembelih kurban dengan tangannya sendiri, boleh juga mewakilkannya.

Keduanya pernah dikerjakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana dalam hadits,

ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ

“Rasulullah menyembelih kedua (kambing tersebut) dengan tangannya.” (HR. al-Bukhari no. 5565 dan Muslim no. 1966)

Baca juga:

Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban

Demikian pula hadits Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu yang telah lalu, ketika beliau diperintah oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk menangani penyembelihan unta-unta beliau.

  1. Disyariatkan bagi orang yang berkurban, apabila telah masuk bulan Dzulhijjah, agar tidak memotong rambut dan kukunya hingga hewan kurbannya disembelih.

Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiallahu anha, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَأْخُذْ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ

“Apabila telah masuk sepuluh hari pertama (Dzulhijjah) dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, janganlah dia memotong rambut dan kukunya sedikit pun hingga dia menyembelih kurbannya.” (HR. Muslim no. 1977)

Baca juga:

Sunnah yang Terabaikan Bagi Orang yang Mau Berkurban

Dalam lafaz yang lain,

وَلَا بَشَرَتِهِ

“Tidak pula kulitnya.”

Larangan dalam hadits ini ditujukan kepada pihak yang berkurban, bukan pada hewannya. Sebab, mengambil bulu hewan untuk dimanfaatkan adalah diperbolehkan, sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya.

Demikian pula, dhamir (kata ganti) “ه” pada hadits di atas kembali kepada orang yang hendak berkurban. Larangan dalam hadits ini ditujukan khusus untuk orang yang berkurban. Adapun keluarganya atau pihak yang disertakan, tidak mengapa mengambil kulit, rambut, dan kukunya. Sebab, yang disebut dalam hadits ini adalah yang berkurban saja.

  • Apabila dia mengambil kulit, kuku, atau rambutnya sebelum hewannya disembelih, kurbannya tetap sah. Namun, dia berdosa jika melakukannya dengan sengaja. Jika lupa atau tidak sengaja, tidak mengapa.
  • Apabila dia baru mampu berkurban di pertengahan sepuluh hari pertama Dzulhijjah, larangan ini berlaku saat dia telah berniat dan mentakyin kurbannya.
  • Orang yang mewakili penyembelihan hewan kurban orang lain tidak terkena larangan di atas.
  • Larangan di atas dikecualikan apabila terjadi sesuatu yang mengharuskan dia mengambil kulit, kuku, atau rambutnya.

Wallahu a’lam bish-shawab.

  1. Disyariatkan untuk memakan sebagian dari hewan kurban tersebut.

Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala,

فَكُلُواْ مِنۡهَا

“Maka makanlah sebagian darinya.” (al-Hajj: 28)

Demikian pula perbuatan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang memakan sebagian dari hewan kurbannya.

  1. Diperbolehkan menyimpan daging kurban tersebut lebih dari tiga hari.

Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ ادِّخَارِ لُـحُومِ الْأَضَاحِي فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَأَمْسِكُوا مَا بَدَا لَكُمْ

“Dahulu aku melarang kalian menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari. (Sekarang) tahanlah (simpanlah) semau kalian.” (HR. Muslim no. 1977 dari Buraidah radhiallahu anhu)

  1. Disyariatkan untuk menyedekahkan sebagian dari hewan tersebut kepada fakir miskin.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَأَطۡعِمُواْ ٱلۡبَآئِسَ ٱلۡفَقِيرَ

“Berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (al-Hajj: 28)

Demikian pula firman-Nya,

وَأَطۡعِمُواْ ٱلۡقَانِعَ وَٱلۡمُعۡتَرَّۚ

“Beri makanlah orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.” (al-Hajj: 36)

Baca juga:

Hukum-Hukum Seputar Hewan Kurban

Yang dimaksud dengan الْبَائِسَ الْفَقِيرَ adalah ‘orang fakir yang menjaga kehormatan dirinya’. Ia tidak mengemis walaupun sangat butuh. Demikian penjelasan Ikrimah dan Mujahid.

Adapun yang dimaksud dengan الْقَانِعَ adalah ‘orang yang meminta-minta daging kurban’.

Adapun الْـمُعْتَرَّ adalah ‘orang yang tidak meminta-minta daging, namun dia mengharapkannya’.

Demikian penjelasan Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah.

  1. Diperbolehkan memberikan sebagian dagingnya kepada orang kaya sebagai hadiah, untuk menumbuhkan rasa kasih sayang di kalangan muslimin.

  2. Diperbolehkan memberikan sebagian dagingnya kepada orang kafir sebagai hadiah dan upaya melembutkan hati.

Sebab, kurban bagaikan sedekah sunnah yang dapat diberikan kepada orang kafir. Adapun sedekah wajib seperti zakat, tidak boleh diberikan kepada orang kafir.

Yang dimaksud dengan “kafir” disini adalah selain kafir harbi. Al-Lajnah ad-Daimah mengeluarkan fatwa tentang hal ini (11/424—425, no. 1997).

  1. Diperbolehkan membagikan daging kurban dalam keadaan mentah ataupun masak. Diperbolehkan pula mematahkan tulang hewan tersebut.

Demikian beberapa hukum dan adab terkait dengan orang yang berkurban yang dapat dipaparkan. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish-shawab.

 

Ditulis oleh Ustadz Abu Abdullah Muhammad Afifuddin