• Majalah Islam AsySyariah
Jumat, April 16, 2021
Majalah Asy Syariah
  • Beranda
  • Majalah
    • Tebar Asy-Syariah
    • Daftar Agen
    • Majalah Asy Syariah – Digital
  • Tanya Jawab
  • Artikel
    • All
    • Akhlak
    • Akidah
    • Doa
    • Hadits
    • Kajian Utama
    • Khutbah Jumat
    • Manhaji
    • Pengantar Redaksi
    • Permata Salaf
    • Surat Pembaca
    • Tafsir
    Hukum Suami Menanggapi Permintaan Khuluk Istri

    Hukum Suami Menanggapi Permintaan Khuluk Istri

    Hukum Istri Meminta Khuluk

    Hukum Istri Meminta Khuluk

    Definisi dan Konsekuensi Khuluk

    Definisi dan Konsekuensi Khuluk

    Syariat Khuluk dan Hikmahnya

    Syariat Khuluk dan Hikmahnya

    Akidah Ahmadiyah

    Akidah Ahmadiyah

    Hukum Orang yang Mengaku Sebagai Nabi & Rasul

    Hukum Orang yang Mengaku Sebagai Nabi & Rasul

    Trending Tags

    • Audio
      • Audio Tanya Jawab
      • Audio Kajian
      • Audio Khutbah Jumat
      • Audio Kutipan
    • Ebook
    No Result
    View All Result
    Majalah Asy Syariah
    • Beranda
    • Majalah
      • Tebar Asy-Syariah
      • Daftar Agen
      • Majalah Asy Syariah – Digital
    • Tanya Jawab
    • Artikel
      • All
      • Akhlak
      • Akidah
      • Doa
      • Hadits
      • Kajian Utama
      • Khutbah Jumat
      • Manhaji
      • Pengantar Redaksi
      • Permata Salaf
      • Surat Pembaca
      • Tafsir
      Hukum Suami Menanggapi Permintaan Khuluk Istri

      Hukum Suami Menanggapi Permintaan Khuluk Istri

      Hukum Istri Meminta Khuluk

      Hukum Istri Meminta Khuluk

      Definisi dan Konsekuensi Khuluk

      Definisi dan Konsekuensi Khuluk

      Syariat Khuluk dan Hikmahnya

      Syariat Khuluk dan Hikmahnya

      Akidah Ahmadiyah

      Akidah Ahmadiyah

      Hukum Orang yang Mengaku Sebagai Nabi & Rasul

      Hukum Orang yang Mengaku Sebagai Nabi & Rasul

      Trending Tags

      • Audio
        • Audio Tanya Jawab
        • Audio Kajian
        • Audio Khutbah Jumat
        • Audio Kutipan
      • Ebook
      No Result
      View All Result
      Majalah Asy Syariah
      No Result
      View All Result
      Home Majalah Edisi 051 s.d. 060 Asy Syariah Edisi 060

      Kedudukan Penguasa dalam Syariat

      Oleh Redaksi
      16/04/2020
      di Asy Syariah Edisi 060, Kajian Utama
      0
      kedudukan penguasa dalam syariat

      Ulil amri (pemimpin/penguasa) memiliki kedudukan yang tinggi. Mereka menempati martabat yang luhur dan mulia. Syariat menganugerahi mereka kekuasaan dan tugas yang memiliki keluhuran. Selain tentunya terkait tanggung jawabnya yang demikian besar. Karenanya, mereka diberi gelar kedudukan dalam keimamahan yang menggantikan nubuat dalam menjaga agama dan politik dalam urusan dunia.

      Sesungguhnya seseorang tidak akan mampu mengendalikan kekuasaan, kecuali dengan kekuatan dan keteguhan kepemimpinan. Jika syariat tidak memberikan padanya apa yang terkait tabiat amal, yaitu individu yang menghormati dan mengagungkannya, sungguh akan menjadi batu ujian bagi manusia.

      Apalagi jika mereka tidak mampu mengendalikannya. Akibatnya akan timbul bencana dan kekacauan di masyarakat umum, lenyaplah berbagai kemaslahatan, timbulnya kerusakan dunia dan telantarnya kehidupan beragama.

      Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait mulianya kedudukan penguasa, di antaranya:

      1. Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan untuk taat kepada penguasa yang diiringi dengan ketaatan kepada-Nya dan ketaatan kepada Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam.

      Ini menunjukkan luhurnya urusan dan besarnya kekuasaan mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

      يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ

      “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, serta ulil amri (penguasa) di antara kalian.” (an-Nisa: 59)

      Ketaatan kepada penguasa diwajibkan terhadap semua hamba dengan batasan selama tidak memerintahkan bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Jika penguasa itu memerintahkan kemaksiatan, tidak wajib untuk menaatinya. Sebab, tidak ada ketaatan terhadap makhluk dalam bermaksiat kepada al-Khaliq (Allah subhanahu wa ta’ala).

      2. Syariat mengabarkan bahwa barang siapa memuliakan penguasa, Allah subhanahu wa ta’ala akan memuliakannya. Barang siapa menghinakan/merendahkan penguasa, Allah subhanahu wa ta’ala akan merendahkan/menghinakannya.

      Maknanya, siapa saja yang lancang terhadap penguasa, baik dalam bentuk perbuatan maupun perkataan (pernyataan), dia telah menghinakan penguasa. Dia telah melampaui hukum-hukum Allah subhanahu wa ta’ala, melanggar larangan-larangan yang jelek.

      Dia akan mendapatkan sanksi atas segala perbuatannya tersebut. Allah subhanahu wa ta’ala akan membalas kehinaan dengan kehinaan. Bahkan, kehinaan yang Allah subhanahu wa ta’ala timpakan lebih besar dan lebih keras.

      Pada sebagian lafaz dari hadits Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu disebutkan,

      مَنْ أَجَلَّ سُلْطَانَ اللهِ أَجَلَّهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

      “Barang siapa memuliakan penguasa Allah, Allah akan memuliakannya pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah, 2/492)

      3. Sesungguhnya penguasa adalah zhillullah (naungan Allah) di muka bumi.

      Hadits yang meriwayatkan tentang hal ini banyak dan diriwayatkan dari banyak perawi pula. Yang paling sahih adalah yang diriwayatkan Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu. Lafaz hadits tersebut sebagaimana dalam kitab as-Sunnah karya Ibnu Abi Ashim rahimahullah,

      السُّلْطَانُ ظِلُّ اللهِ فِي الْأَرْضِ، فَمَنْ أَكْرَمَهُ أَكْرَمَهُ اللهُ، وَمَنْ أَهَانَهُ أَهَانَهُ اللهُ

      “Penguasa itu naungan Allah di muka bumi. Barang siapa memuliakannya, Allah pun memuliakannya. Barang siapa menghinakannya, Allah akan menghinakannya pula.”

      Pernyataan ‘penguasa itu naungan Allah’ mengandung pengertian bahwa dengannya Allah subhanahu wa ta’ala akan melindungi manusia dari gangguan, sebagaimana naungan adalah pelindung dari gangguan terik matahari.

      Penyandaran kepada Allah subhanahu wa ta’ala pada kata zhillullah (ظِلُّ اللهِ), atau pada sebagian lafaz dengan menyebutkan sulthanullah (سُلْطَانُ اللهِ), merupakan bentuk maklumat kepada manusia bahwasanya naungan tersebut tidaklah seperti seluruh naungan yang lain. Itu menunjukkan ketinggian dan kemuliaan naungan tersebut, sekaligus menunjukkan bahwa naungan tersebut memiliki faedah dan manfaat yang besar.

      Idhafah (penyandaran) kepada Allah subhanahu wa ta’ala sesungguhnya menunjukkan idhafah tasyrif (penyandaran pemuliaan). Hal ini sebagaimana pada kata baitullah (بَيْتُ اللهِ), ka’batullah (كَعْبَةُ اللهِ), atau yang lainnya. Ini mengandung isyarat akan ketinggian kedudukan penguasa dan kemuliaan keberadaannya.

      4. Syariat melarang seseorang mencela penguasa dan mencegahnya terjatuh dalam perbuatan tersebut.

      Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,

      نَهَانَا كُبَرَاؤُنَا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ قَالُوا: لَا تَسُبُّوا أُمَرَاءَكُمْ وَلَا تَغُشُّوهُمْ وَلَا تُبْغِضُوهُمْ، وَاتَّقُوا اللهَ وَاصْبِرُوا فَإِنَّ الْأَمْرَ قَرِيبٌ

      “Kalangan tua dari para sahabat Rasulullah melarang kami (mencela penguasa). Mereka berkata, ‘Janganlah kalian mencela pemerintah kalian, janganlah melakukan tipu daya terhadapnya, jangan pula membencinya. Bertakwalah kalian kepada Allah dan bersabarlah, karena sesungguhnya (keputusan) urusan itu sangat dekat’.” (as-Sunnah, Ibnu Abi Ashim, 2/488)

      Disebutkan juga oleh al-Munawi rahimahullah dalam Faidhul Qadir (6/499), Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan sultan (penguasa) sebagai penolong makhluk-Nya. Oleh karena itu, jagalah kedudukannya dari celaan dan hinaan. Jadikanlah penghormatan kepadanya sebagai sebab terbentangnya naungan Allah subhanahu wa ta’ala dan bersinambungannya pertolongan (Allah) terhadap makhluk-Nya.

      Sungguh, kalangan salaf telah memperingatkan agar tidak mendoakan kejelekan terhadap penguasa. Sebab, bertambahnya kejelekan (penguasa) akan menambah bencana (bala) terhadap kaum muslimin.

      5. Badrudin bin Jamaah telah menukil dari ath-Thurthusyi sehubungan dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala,

      وَلَوۡلَا دَفۡعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعۡضَهُم بِبَعۡضٍ لَّفَسَدَتِ ٱلۡأَرۡضُ

      “Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini.” (al-Baqarah: 251)

      Maknanya, seandainya Allah subhanahu wa ta’ala tidak menegakkan kedudukan penguasa di muka bumi, niscaya yang lemah akan ditindas yang kuat, yang dizalimi akan diadili oleh yang menzaliminya, dan sebagian manusia akan menguasai sebagian yang lain secara zalim.

      Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menganugerahi hamba-hamba-Nya tegaknya penguasa atas mereka dengan firman-Nya,

      وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ ذُو فَضۡلٍ عَلَى ٱلۡعَٰلَمِينَ

      “Akan tetapi, Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (al-Baqarah: 251)

      6. Umat telah bersepakat, sesungguhnya manusia tidaklah akan bisa menegakkan urusan agama dan dunia mereka kecuali dengan adanya keimamahan (pemerintahan).

      Kalaulah Allah subhanahu wa ta’ala tidak (menegakkan) kepemimpinan (pemerintahan) niscaya agama akan telantar dan urusan dunia pun rusak.

      Pengertian ini sebagaimana disebutkan oleh al-Faqih Abu Abdillah al-Qali asy-Syafi’i dalam kitab Tahdzibu ar-Riyasah (hlm. 94—95). Beliau rahimahullah menyebutkan bahwa mengatur urusan agama dan dunia yang dimaksud ini tidak akan bisa terlaksana kecuali dengan keberadaan imam (penguasa).

      7. Sesungguhnya imamul a’zham adalah orang yang mendapat pahala yang paling utama jika dia bersikap adil.

      Disebutkan oleh al-‘Izz bin Abdis Salam rahimahullah dalam kitabnya Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam (1/104),

      “Pahala imamul a’zham lebih utama daripada pahala seorang mufti dan hakim (qadhi). Sebab, kemaslahatan yang dihasilkannya dan kerusakan yang dicegahnya lebih menyeluruh. Keberadaan mereka akan memberikan kebaikan secara total dan mencegah setiap kerusakan yang menyeluruh.

      Disebutkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda,

      سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ؛ إِمَامٌ عَادِلٌ

      “Tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah ada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya, yaitu pemimpin yang adil ….” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

      8. Kaum muslimin telah bersepakat bahwa pemerintahan termasuk ketaatan yang paling utama.

      Dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, sesungguhnya pemerintahan termasuk kewajiban agama yang paling agung. (Majmu’ al-Fatawa, 28/390)

      (Diringkas dari Mu’amalatul Hukkam fi Dhau’i al-Kitab wa as-Sunnah, Syaikh Abdus Salam bin Barjas, hlm. 48—59)

       

      Ditulis oleh Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin

       

      Tags: kedudukan penguasaketaatan kepada pemerintahtaat kepada pemerntahTaat pemerintah
      Previous Post

      Mengafani Jenazah

      Next Post

      Larangan Mencela Pemerintah, Terkhusus pada Masa Wabah

      Related Posts

      Hukum Suami Menanggapi Permintaan Khuluk Istri

      Hukum Suami Menanggapi Permintaan Khuluk Istri

      Oleh Redaksi
      30/03/2021
      0

      Jika istri meminta khuluk dalam bentuk yang dibolehkan oleh syariat, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama tentang hukum suami menanggapi...

      Hukum Istri Meminta Khuluk

      Hukum Istri Meminta Khuluk

      Oleh Redaksi
      28/03/2021
      0

      Khuluk terkait dengan dua pihak: pihak istri selaku yang menuntut atau meminta khuluk, dan pihak suami selaku yang menjatuhkan khuluk....

      Next Post
      gugus tugas covid19

      Larangan Mencela Pemerintah, Terkhusus pada Masa Wabah

      kisah khaulah bintu tsalabah

      Khaulah bintu Tsa'labah

      Aktual

      Sikap Terhadap Orang Tua yang Mengolok-Olok Cadar

      Oleh Redaksi
      15/04/2021
      0
      Sikap Terhadap Orang Tua yang Mengolok-Olok Cadar
      Aktual

      Pertanyaan: Dengan dasar ayat 66 dari Surah ke-9, bolehkah anak membunuh orang tuanya karena mengolok-olok cadar jika orang tuanya mengetahui...

      Selengkapnya

      Doa yang Dibaca Saat Lailatul Qadar

      Oleh Redaksi
      15/04/2021
      0
      Doa yang Dibaca Saat Lailatul Qadar
      Aktual

      Pertanyaan: Saat malam Lailatul Qadar, kita disunnahkan membaca doa “Allahuma innaka....” sampai selesai. Bolehkah kita berdoa dengan doa selain itu...

      Selengkapnya

      Artikel Terbaru

      Istirja’ ketika Nonmuslim Meninggal
      Asy Syariah Edisi 031

      Istirja’ ketika Nonmuslim Meninggal

      Oleh Redaksi
      04/04/2021
      1

      Pertanyaan: ِApabila seorang lelaki atau wanita kafir mati, apakah dibolehkan kita mengucapkan ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ (Sesungguhnya kita...

      Selengkapnya
      Hukum Suami Menanggapi Permintaan Khuluk Istri

      Hukum Suami Menanggapi Permintaan Khuluk Istri

      30/03/2021
      Hukum Istri Meminta Khuluk

      Hukum Istri Meminta Khuluk

      28/03/2021

      Audio Terbaru

      Cadar & Celana Cingkrang, Simbol Radikalisme?

      Cadar & Celana Cingkrang, Simbol Radikalisme?

      Oleh Redaksi
      31/10/2020
      0

      Pertanyaan: Apakah cadar dan celana panjang di atas mata kaki (cingkrang) adalah simbol radikalisme, atau simbol anti-merah putih NKRI? Pertanyaan...

      takaran 1 sho' zakat fitrah

      Ukuran Zakat Fitrah Sesuai Ukuran Sha’ di Zaman Nabi

      Oleh Redaksi
      22/05/2020
      0

      Tanya: Bismillah Telah beredar luas sebuah potongan video yang berisi penjelasan ukuran zakat fitrah sesuai ukuran sha’ di zaman Nabi,...

      Tolak Bencana musibah dengan Takwa

      Tolak Musibah dengan Takwa

      Oleh Redaksi
      13/05/2020
      0

      Link Download Audio Untuk menolak bala tersebut... Untuk menolak musibah tersebut, solusi yang Allah dan Rasul sebutkan...

      nasihat untuk tenaga medis terkait wabah covid19

      Nasihat dan Dukungan untuk Tenaga Medis Terkait Covid-19

      Oleh Redaksi
      27/03/2020
      0

      Link Download Audio Kepada para tenaga medis yang berkecimpung dalam penanganan pasien virus Corona (Covid-19), saya menasihatkan...

      Majalah Asy Syariah (versi digital)

      Selain versi cetak, tersedia pula Majalah Asy Syariah dalam versi digital, Untuk membaca versi digital, Anda bisa mengunduhnya di Smartphone Android anda dengan menggunakan Aplikasi Google Play Book

      KUNJUNGI MAJALAH ASY SYARIAH DI GOOGLE PLAY BOOK

      AsySyariah edisi khusus 02 Mengapa Teroris Tidak Pernah Habis?

      Kontak

      Redaksi: 0813-2807-8414
      Sirkulasi: 0858-7852-5401
      Layanan: 0823-2741-2095
      Email: asysyariah@gmail.com

      Tentang Majalah AsySyariah

      Majalah AsySyariah adalah Majalah ahlussunnah wal jamaah di Indonesia. Membahas dan menampilkan pembahasan artikel berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah dengan apa yang di pahami oleh generasi awal umat ini.

      Alamat

      Jl. Titi Bumi - Potrojoyo 2 No. 082 (gg. Kenanga 26B) RT 01 Patran, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55599

      • Majalah Islam AsySyariah
      • Pengiriman
      • Daftar Agen

      © 1442 H Majalah Asy Syariah
      Web Desain oleh DakwahStudio.

      No Result
      View All Result
      • Beranda
      • Majalah
        • Tebar Asy-Syariah
        • Daftar Agen
        • Majalah Asy Syariah – Digital
      • Tanya Jawab
      • Artikel
      • Audio
        • Audio Tanya Jawab
        • Audio Kajian
        • Audio Khutbah Jumat
        • Audio Kutipan
      • Ebook

      © 1442 H Majalah Asy Syariah
      Web Desain oleh DakwahStudio.