Membendung Gelombang Kesyirikan Dan Penyimpangan Akidah

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak)

 

Seorang muslim haruslah memahami serta meyakini bahwa manusia dan jin diciptakan untuk satu hikmah yang sangat agung, yaitu beribadah kepada Allah l. Allah l telah memberikan berbagai macam rezeki untuk membantu hamba-hamba-Nya beribadah. Allah l berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah dialah Maha Pemberi Rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (Adz-Dzariyat: 56-58)
Allah l mengutus para rasul untuk menjelaskan bagaimana cara beribadah kepada Allah l. Allah l berfirman:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut itu.” (An-Nahl: 36)
Allah l juga telah menciptakan hamba-Nya di atas fitrah untuk bertauhid dalam beribadah kepada Allah l. Allah l berfirman:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Rum: 30)
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata: “Fitrah adalah Islam sebagaimana sabda Rasulullah n:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anaknya sebagai Yahudi atau Nasrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari no. 1385, Muslim no. 2658 dari Abu Hurairah z) [Lihat Syarah Fadhlul Islam hlm. 111]
Beliau berkata pula: “Ini menunjukkan bahwa hukum asalnya, manusia diberi fitrah kepada Islam, yaitu mengikhlaskan amal dan ibadah hanya kepada Allah l. Jika dia selamat dari tarbiyah (pendidikan) yang jelek dan orang tua yang kafir niscaya dia akan mengarah (condong) kepada Islam dan mengikuti Rasul. Akan tetapi dia menyimpang disebabkan dai-dai yang sesat.” (Lihat Syarah Fadhlul Islam hlm. 111)
Allah l menciptakan manusia di atas fitrah. Namun setan dari kalangan jin dan manusia terus berupaya menyesatkan bani Adam dari tauhid dengan berbagai makar. Setan membungkus kesesatan mereka dengan kalimat-kalimat yang menipu. Allah l berfirman:
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Rabbmu menghendaki niscaya mereka tidak mengerjakannya. Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (Al-An’am: 112)
Rasulullah n bersabda: Allah l berfirman:
وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ فَأَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِيْنِهِمْ
“Sungguh Aku telah menciptakan hamba-Ku semuanya dalam keadaan lurus, kemudian datang kepada mereka setan lalu menyesatkan mereka dari agama mereka.” (HR. Muslim no. 2865 dari ‘Iyadh bin Himar z)

Fenomena pascareformasi
Ketahuilah, semoga Allah l merahmati Anda. Diantara masalah yang harus dicermati di masa reformasi ini adalah semakin beraninya tokoh-tokoh kesesatan dan penyeru kesyirikan dalam menarik massa dan melakukan tipu daya agar kaum muslimin mengikuti kesesatan mereka. Penyeru kesyirikan semakin lantang menjerat umat kepada kesyirikan. Kaum Khawarij semakin berani menentang pemerintah muslimin dengan ucapan dan perbuatan mereka. Berbagai macam kelompok sempalan seperti Ahmadiyah, Syiah, Al-Qiyadah Al-Islamiyah, dan berbagai macam kelompok sempalan lainnya, semakin berani menampakkan jatidiri mereka.
Alangkah bagusnya nasihat ulama kita: Ahlul bid’ah itu seperti kalajengking yang menyembunyikan sengatnya di dalam tanah. Ketika memiliki kekuatan dan kesempatan, dia akan menampakkan sengat mereka dan menyengat yang lain.

Apakah sebab terjadinya semua musibah ini?
Ketahuilah, diantara sebab terbesar yang melatarbelakangi muncul dan semakin menyebarnya kesyirikan serta penyimpangan kelompok sempalan adalah ulah orang-orang yang telah meruntuhkan wibawa pemerintah di hadapan rakyatnya. Akhirnya, semua orang merasa berhak bicara tentang masalah umat dan mengkritisi pemerintah. Ditambah lagi dengan semakin gencarnya seruan HAM (Hak Asasi Manusia)–produk Barat yang dipaksakan di negeri kaum muslimin–, sehingga kelompok-kelompok sempalan dan penyebar kesyirikan berlindung di balik produk Barat ini. Di pihak lain, pemerintah muslimin terus “dikekang” untuk menindak mereka dengan “ancaman” pelanggaran HAM. Sungguh telah terbukti ucapan Rasulullah n:
إِنَّهَا سَتَأْتِي عَلَى النَّاسِ سِنُونَ خَدَّاعَةٌ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ، وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ، وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ. قِيلَ: وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: السَّفِيهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ العَامَّةِ
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh tipu muslihat. Ketika itu, si pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur dianggap dusta. Pengkhianat dipercaya, sedangkan orang amanah dianggap khianat, dan Ruwaibidhah akan tampil bicara.” Para sahabat bertanya, “Siapakah Ruwaibidhah?” Rasulullah n menjawab, “Seorang dungu yang berbicara tentang masalah umat.” (HR. Ahmad, …..)
Wahai orang-orang yang telah merusak kehormatan pemerintah kaum muslimin, kalian harus bertaubat kepada Allah l. Kalian harus bertanggung jawab untuk mengembalikan wibawa dan kehormatan pemerintah di hadapan rakyatnya, sehingga upaya pemerintah untuk mengingkari kemungkaran mendapatkan tanggapan positif dari rakyatnya. Inilah satu bentuk taubat kalian kepada Allah l. Rasulullah n berkata:
“Akan ada penguasa setelah aku wafat maka muliakanlah mereka. Barangsiapa yang mencari jalan untuk menghinakan mereka maka dia telah membuat satu celah dalam Islam, dan Allah l tidak akan menerima taubatnya hingga bisa mengembalikan kepada keadaan semula.” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim no. 1079 dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani)
Mudah-mudahan Allah l memberikan taufiq kepada pemerintah muslimin dalam segala keputusan dan langkah mereka untuk kemaslahatan muslimin.

Sebab-sebab penyimpangan dari aqidah yang benar
Ketahuilah, semoga Allah l merahmati Anda. Penyimpangan dari aqidah Islam adalah suatu kebinasaan. Seseorang yang hidup dalam keadaan tidak memiliki aqidah yang benar akan terus dibayangi keraguan dan bayangan-bayangan jelek yang akan menghalanginya mendapatkan kebahagiaan hidup.
Oleh sebab itu, kita mesti mengetahui sebab-sebab penyimpangan dari aqidah yang benar dan menjaga diri, keluarga serta kaum muslimin secara umum dari sebab penyimpangan tersebut.
Asy-Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah telah menjelaskan kepada kita berbagai penyebab terjadinya penyimpangan aqidah. Diantara sebab penyimpangan yang beliau sebutkan adalah:
1.    Ketidaktahuan seseorang tentang aqidah yang benar, karena lalai dan berpaling dari mempelajarinya.
2.    Taqlid buta kepada nenek moyang.
3.    Ghuluw (mengultuskan) terhadap orang-orang yang dianggap wali dan orang-orang shalih.
4.    Lalai dari mentadabburi ayat-ayat Allah l yang syar’iyah maupun kauniyah.
5.    Kosongnya rumah-rumah muslimin dari pendidikan dan bimbingan Islami.
6.    Lembaga-lembaga pendidikan dan media informasi kurang perhatian dalam masalah pendidikan agama, bahkan kebanyakan media informasi sekarang telah menjadi alat untuk merusak aqidah umat.
7.    Disusupkannya aqidah orang kafir ke dalam Islam.
8.    Da’i-da’i yang menyeru kepada kesesatan, yang gencar menyebarkan kesesatan mereka.
(Disarikan dari Muqarrar Kitabut Tauhid lil Fashlil Awal, hlm. 13-15 dan Kitabut Tauhid hlm. 7-8)

Gelombang kesesatan dan kesyirikan di masa reformasi
Barangsiapa yang merasakan dan menilai keadaan di sekitarnya niscaya akan melihat dan merasakan bahwa delapan perkara yang disebutkan Asy-Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah sangat gencar ditebarkan di tengah kaum muslimin.
Umat sekarang terus dijauhkan dari mempelajari agamanya sehingga mereka tidak mengetahui perkara agama mereka. Prinsip-prinsip agama juga terus dikikis dari hati muslimin, terkhusus prinsip wala’ (loyalitas) kepada kaum muslimin dan bara’ (berlepas diri) dari orang kafir.
Allah l berfirman:
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya, serta dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (Al-Mujadilah: 22)
Akibat kebodohan mereka, mereka larut bersama orang kafir dalam perkara yang bisa merusak aqidah. Mereka turut meramaikan natal, imlek, dan acara-acara orang kafir lainnya.
Demikian juga taklid yang semakin gencar. Seruan untuk kembali kepada budaya leluhur digembar-gemborkan. Umat diseret untuk melakukan dan mengikuti nenek moyang mereka, walaupun amalan yang dilakukan nenek moyang mereka menyelisihi tauhid yang diajarkan Islam. Tambahan pula, ini adalah salah satu perbuatan kaum musyrikin. Allah l berfirman:
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah.” Mereka menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk? (Al-Baqarah: 170)
Adapun pengultusan individu sehingga menjadikannya sesembahan selain Allah l, sungguh telah banyak dilakukan. Telah terbukti ucapan Rasulullah n:
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ …
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang sebelum kalian…”
Allah l berfirman tentang ahlul kitab Yahudi dan Nasrani:
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Rabb selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah yang Esa, tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (At-Taubah: 31)
Di umat ini pun ada orang-orang yang mengultuskan tokoh-tokoh mereka, menaati mereka dalam perbuatan maksiat kepada Allah l. Yang banyak terjatuh dalam pengultusan individu adalah kelompok Sufi. Asy-Syaikh Jamil Zainu berkata: “Sufi ta’ashub (fanatik) kepada guru-guru mereka, walaupun guru mereka menyelisihi firman Allah l dan ucapan Rasulullah n. Padahal Allah l berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Hujurat: 1)
Rasulullah n bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ
“Tidak ada ketaatan kepada seseorang dalam berbuat maksiat kepada Al-Khaliq (Allah).” (Ash-Shufiyah fi Mizanil Kitab was Sunnah hlm. 17)
Banyak kaum muslimin yang tidak bisa mengambil pelajaran dari musibah dan bencana yang melanda negeri mereka. Berbagai bencana yang seharusnya dijadikan ibrah untuk introspeksi diri, namun yang terjadi mereka justru semakin menjauhkan dari prinsip agama ini. Mereka malah menuding pemerintah dan terus berupaya “menggoyang” pemerintahan. Tidak sedikit dari mereka yang malah melakukan kesyirikan ketika terkena musibah.
Kalau mereka mau mentadabburi Al-Qur’an niscaya mereka akan dapati bahwa musibah dan berbagai bencana ini merupakan peringatan untuk memperbaiki diri. Allah l berfirman:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Ar-Rum: 41)
Di rumah-rumah kaum muslimin, anak mereka jauh dari pendidikan agama. Bahkan sebagian mereka tak merasa takut untuk memasukkan putra-putra mereka belajar di lembaga-lembaga pendidikan kafir, membiarkan anak-anak mereka berteman dengan orang kafir. Padahal Allah l berfirman:
“Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman. Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.” (Al-Baqarah: 109)
Mereka lupa bahwa baik tidaknya agama anaknya adalah disebabkan pendidikan dari orang tua mereka. Rasulullah n berkata:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadi sebab anaknya menjadi Yahudi atau Nashrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari no. 1385, Muslim no. 2658)
Diantara sarana yang besar dalam proses perusakan aqidah adalah serangan media massa cetak dan elektronik. Berbagai iklan kesyirikan dan tayangan yang membawa penyakit kekufuran disuguhkan kepada kaum muslimin dan anak-anak mereka. Mereka tidak sadar, sesungguhnya aqidah mereka tengah dirusak dan dikotori dengan tayangan dan acara-acara kesyirikan serta kekufuran. Innalillahi wainna ilaihi raji’un.

Sebab yang menjaga dari penyimpangan aqidah
Ketahuilah, semoga Allah l merahmati Anda. Kita harus segera sadar dan berupaya membendung arus penyimpangan ini dengan merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan bimbingan para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan telah menerangkan beberapa hal yang bisa diamalkan untuk menjaga dari penyimpangan aqidah:
1.    Merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam menetapkan masalah aqidah disertai mengenal kebobrokan aqidah kelompok menyimpang dalam rangka menghindari dan membantahnya.
2.    Memberikan perhatian lebih besar untuk mengajarkan aqidah.
3.    Mengajarkan kitab-kitab salaf, menjauhkan diri dari kitab-kitab kelompok sesat.
4.    Tampilnya dai-dai tauhid menjelaskan kepada umat tentang aqidah salaf serta membantah kesesatan orang-orang yang menyimpang.
(Disarikan dari Muqarrar Kitabut Tauhid lil Fashlil Awal, hlm. 14-15)
Wahai orang-orang yang tidak pernah puas dengan pemerintahnya, koreksilah diri kalian dengan bimbingan agama ini. Ketahuilah, kebaikan negara ini bukanlah dengan caci-maki dan hujatan kalian kepada pemerintah. Ketahuilah bahwa perbuatan kalian adalah perbuatan khuruj (menentang/memberontak pemerintah). Karena para ulama menjelaskan bahwa Khawarij ada dua kelompok:
1.    Khawarij mubasyir, mereka yang terjun langsung mengangkat senjata mereka untuk memberontak kepada pemerintah muslimin.
2.    Khawarij qa’adiyah, mereka yang tetap duduk di tempat mereka namun ucapan, ceramah, dan orasi-orasi yang mereka lakukan menghasut umat untuk membenci dan melawan pemerintah muslimin. (Lihat Fathul Bari)
Mudah-mudahan Allah l memberikan taufiq dan pertolongan kepada pemerintah muslimin dalam menyikapi dua kelompok Khawarij ini.
Ketahuilah, kedamaian dan ketenteraman di negeri ini akan dicapai manakala kita kembali kepada agama Allah l, mempelajari dan mengamalkan agama Allah l. Allah l berfirman:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al-A’raf: 96)
Rasulullah n berkata:
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ، سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
“Jika kalian jual beli dengan sistem ‘inah (salah satu bentuk tipu daya untuk melakukan riba), memegang ekor sapi, senang dengan pertanian hingga kalian meninggalkan jihad maka Allah l akan menimpakan kehinaan pada kalian dan Allah l tak akan menghilangkannya sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud no. 3462 disebutkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 11)
Kembali kepada agama Allah l dengan mempelajari aqidah yang benar dan menjauhkan kesyirikan serta melaksanakan berbagai ketatan dan meninggalkan kemaksiatan. Karena Allah l telah berjanji:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)
Mudah-mudahan Allah l memberikan keistiqamahan kepada kita, serta memberikan taufiq dan inayah-Nya dalam usaha mendakwahkan aqidah tauhid kepada umat.
Wallahu a’lam bish-shawab.