Mengucapkan Salam kepada Ahli Kitab

Pertanyaan:

Hadits, “Janganlah kalian memulai mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani, dan desaklah mereka ke bagian jalan yang paling sempit,” bagaimana penjelasannya?

Bagaimana cara seorang muslim mengompromikan hadits ini dengan perlakuan baik Rasulullah shalllalahu alaihi wa sallam kepada orang kafir? Beliau menengok orang yang sakit di antara mereka dan menerima hadiah dari mereka. Beliau juga memberikan gamisnya kepada Abdullah bin Abdullah bin Ubai bin Salul, agar dia mengafani bapaknya dengan gamis itu.

 

Jawab:

Nas hadits sebagaimana dalam Shahih Muslim adalah sebagai berikut:

لاَ تَبْدَأُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ، فَإِذَا لَقِيْتُمْ أَحَدَهُمْ فِي طِرِيْقٍ فَاضْطَرُّوهُمْ عَلَى أَضْيَقِهِ

“Janganlah kalian memulai mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian bertemu dengan salah seorang mereka di jalan, desaklah mereka ke bagian yang paling sempit.”

Dalam sebuah riwayat Imam Muslim,

إِذَا لَقِيْتُمُ الْيَهُودَ

“Apabila kalian bertemu dengan seorang Yahudi….”

Dalam riwayat yang lain,

إِذَا لَقِيتُمْ أَهْلَ الْكِتَابِ

“Apabila kalian bertemu dengan ahli kitab….”

Dalam riwayat yang lain lagi,

إِذَا لَقِيتُمُوهُمْ

“Apabila kalian bertemu mereka….”

Tidak disebutkan tentang orang musyrik sedikit pun.

Makna hadits di atas adalah, tidak boleh memulai mengucapkan salam kepada orang kafir. Sebab, larangan di sini berkonsekuensi pengharaman hal itu.

Baca juga:

Arti Salam bagi Seorang Muslim

Nabi shalllalahu alaihi wa sallam telah melarang memulai mengucapkan salam kepada mereka. Sabda beliau shalllalahu alaihi wa sallam,

لاَ تَبْدَأُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ

“Janganlah kalian memulai mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani.”

Adapun apabila mereka mengucapkan salam terlebih dahulu, dijawab dengan ucapan,

وَعَلَيْكُمْ

“Dan atas kalian juga.”

dengan dalil hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya,

إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا: وَعَلَيْكُمْ

“Apabila ahli kitab mengucapkan salam kepada kalian, katakanlah, ‘Wa alaikum’.”

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan sabda beliau shalllalahu alaihi wa sallam,

فَإِذَا لَقِيْتُمْ أَحَدَهُمْ فِي طِرِيْقٍ فَاضْطَرُّوهُمْ عَلَى أَضْيَقِهِ

“Apabila kalian bertemu dengan salah seorang mereka di jalan, desaklah mereka ke bagian yang paling sempit.”

Beliau berkata, “Pengikut mazhab kami (ulama mazhab Syafi’iyah) mengatakan, ‘Bagian jalan yang lapang tidak disisakan untuk seorang kafir dzimmi. Dia didesak ke bagian yang paling sempit, apabila kaum muslimin sedang melewati jalan itu. Apabila jalan itu tidak ramai, tidak mengapa.’

Mereka juga mengatakan, ‘Hendaklah desakan itu tidak menyebabkan dia jatuh ke jurang, menabrak tembok, dan yang semacamnya’.”

Tidak ada pertentangan antara hadits ini dan muamalah beliau shalllalahu alaihi wa sallam yang baik terhadap orang-orang kafir, dengan menengok orang yang sakit di antara mereka, menerima hadiah-hadiah dari mereka, juga memberikan gamis beliau untuk mengafani Abdullah bin Ubai bin Salul (seorang munafik, -ed.). Sebab, muamalah yang baik ini bertujuan melunakkan hati mereka, mengajak dan mendorong mereka kepada Islam.

Baca juga:

Membalas Kebaikan Orang Lain

Garis besarnya, hal-hal yang termasuk dalam bab berbuat baik dan membalas perbuatan baik dengan perbuatan baik pula, kita lakukan terhadap merekauntuk melunakkan hati mereka. Hendaklah tangan kaum muslimin berada di atas.

Adapun hal-hal yang termasuk dalam bab menampakkan pemuliaan, pengagungan, peninggian derajat, kita tidak bermuamalah dengan mereka dalam hal-hal tresebut. Misalnya, memulai mengucapkan salam untuk menghormati mereka, memberikan bagian jalan yang lapang kepada mereka untuk memuliakan mereka. Mereka tidak berhak menerimanya disebabkan kekafiran mereka.

Baca juga:

Berbuat Baik Berbeda dengan Berkasih Sayang

Apabila dikhawatirkan timbul kesamaran dalam pembicaraan, jawablah dengan ucapan yang global, tanpa kekakuan dan kekejian. Misalnya, menjawab salam mereka dengan kalimat, ‘Wa alaikum.’

Dengan ini, terkumpullah (pengamalan) dua hadits tersebut.

Wabillahit taufiq, washallalahu ‘ala nabiyyina Muhammad, wa alihi wa shahbihi wa sallam.

 

Al-Lajnah ad-Da`imah lil Buhuts al-‘Ilmiyah wal Ifta`

Ketua  : Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Wakil   : Abdurrazzaq Afifi

Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud

(Fatawa al-Lajnah, 24/137—138, pertanyaan keenam dari fatwa no. 5313)