Raihanah Bintu Zaid

(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran)

 

Peperangan Ahzab telah usai. Pasukan musuh yang berlipat ganda dilumpuhkan dengan pertolongan dari sisi Allah l, berupa angin yang kencang berembus memorakporandakan perkemahan musuh, membuat ciut nyali mereka. Ditambah lagi dengan turunnya pasukan malaikat utusan Allah l dari langit. Bani Quraizhah, Yahudi sekutu musyrikin Arab, dalam peperangan ini pun harus menanggung akibat pelanggaran perjanjian mereka dengan kaum muslimin. Allah l telah menghinakan mereka melalui tangan tentara-tentara-Nya. Kini, tinggallah para tawanan yang sedang menunggu keputusan Rasulullah n tentang diri mereka…

Para wanita Bani Quraizhah dijadikan hamba sahaya, sementara para laki-laki dibunuh. Para tawanan wanita itu diperlihatkan di hadapan Rasulullah n. Di antara mereka ada seorang wanita bernama Raihanah bintu Zaid bin ‘Amr bin Khunafah bin Syam’un bin Zaid, dari Bani Nadhir. Suaminya yang sangat mencintainya, Al-Hakam dari Bani Quraizhah, mati terbunuh.
Ketika melihatnya, Rasulullah n memilihnya untuk diri beliau. Beliau pun memerintahkan untuk memisahkan Raihanah. Raihanah dibawa ke rumah Ummul Mundzir Salma bintu Qais An-Najjariyyah, dan tinggal di sana sampai urusan tawanan Bani Quraizhah selesai.
Setelah semua selesai, Rasulullah n datang menemui Raihanah di kediaman Ummul Mundzir. Melihat Rasulullah n masuk, Raihanah merasa amat malu. Rasulullah n pun memanggilnya dan mengajaknya duduk di hadapan beliau. Beliau menawarkan Raihanah agar masuk Islam. “Kalau engkau memilih Allah l dan Rasul-Nya, Rasulullah akan memilihmu untuk dirinya,” kata beliau. Raihanah pun memilih Allah l dan Rasul-Nya n.
Rasulullah n memerdekakan Raihanah dan menikahinya dengan mahar 12,5 uqiyah, seperti mahar beliau kepada istri-istri yang lain. Beliau bertemu Raihanah pada bulan Muharram tahun 6 H di rumah Ummul Mundzir, setelah Raihanah suci dari haidnya. “Wahai Rasulullah,” ucap Raihanah, “Bila aku tetap menjadi sahayamu, itu lebih ringan bagiku dan bagimu.” Rasulullah memenuhi permintaan Raihanah, sehingga Raihanah tetap sebagai sahaya.
Rasulullah n sangat menyayanginya, beliau selalu memberikan apa yang diinginkan olehnya. Sampai-sampai ada yang mengatakan, “Seandainya saat itu kau minta pada Rasulullah agar Bani Quraizhah dibebaskan!”
“Beliau tidak pernah berduaan denganku sampai seluruh tawanan Bani Quraizhah selesai dibagikan,” jawab Raihanah.
Raihanah amat sangat cemburu kepada Rasulullah n, sehingga beliau pun sempat menceraikannya. Perceraian ini sangat berat dirasa Raihanah. Hari-hari dilaluinya dengan terus menangis, hingga Rasulullah n pun merujuknya kembali.
Sepulang Rasulullah n dari menunaikan haji wada’, Raihanah kembali ke hadapan Rabbnya. Dia dimakamkan di pekuburan Baqi’.
Raihanah bintu Zaid x, semoga Allah l meridhainya….
Sumber Bacaan:
– Al-Ishabah, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani (8/146-147)
– Ath-Thabaqatul Kubra, Al-Imam Ibnu Sa’d (10/125-127)
– Azwajun Nabi, Al-Imam Muhammad bin Yusuf Ash-Shalihi Ad-Dimasyqi (hal. 231-233)