Ruqayyah dan Ummu Kultsum, Kisah Perjalanan Dua Cahaya

Tumbuh beriringan bak dua kuntum bunga, berhias keindahan. Lepas dari belenggu ikatan, bertabur kemuliaan. Berlabuh di sisi kekasih nan dermawan, sang pemilik dua cahaya.

 

Lahir dua orang putri dari rahim ibunya, Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza radhiallahu ‘anha. Menyandang nama Ruqayyah dan Ummu Kultsum radhiallahu ‘anhuma, di bawah ketenangan naungan seorang ayah yang mulia, Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Abdil Muththalib shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebelum datang masa sang ayah diangkat sebagai nabi Allah, Ruqayyah disunting oleh seorang pemuda bernama ‘Utbah, putra Abu Lahab bin ‘Abdul Muththalib, sementara Ummu Kultsum menikah dengan saudara ‘Utbah, ‘Utaibah bin Abi Lahab. Namun, pernikahan itu tak berjalan lama.

Berawal dengan diangkatnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi, menyusul kemudian turun surat al-Lahab yang berisi cercaan terhadap Abu Lahab, maka Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil, menjadi berang. Dia berkata kepada dua putranya, ‘Utbah dan ‘Utaibah yang menyunting putri-putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Haram jika kalian berdua tidak menceraikan kedua putri Muhammad!” Kembalilah dua putri yang mulia ini dalam keteduhan naungan ayah bundanya, sebelum sempat dicampuri suaminya. Bahkan dengan itulah Allah subhanahu wa ta’ala selamatkan mereka berdua dari musuh-musuh-Nya. Ruqayyah dan Ummu Kultsum pun berislam bersama ibunda dan saudari-saudarinya.

Allah subhanahu wa ta’ala memberikan ganti yang jauh lebih baik. Ruqayyah bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha disunting oleh seorang sahabat mulia, ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu. Sebagaimana kaum muslimin yang lain, mereka berdua menghadapi gelombang ujian yang sedemikian dahsyat melalui tangan kaum musyrikin Makkkah dalam menggenggam keimanan. Hingga akhirnya, pada tahun kelima setelah nubuwah, Allah subhanahu wa ta’ala bukakan jalan untuk hijrah ke bumi Habasyah, menuju perlindungan seorang raja yang tidak pernah menzalimi siapa pun yang ada bersamanya.

‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu membawa istrinya di atas keledai, meninggalkan Mekkah, bersama sepuluh orang sahabat yang lainnya, berjalan kaki menuju pantai. Di sana mereka menyewa sebuah perahu seharga setengah dinar. Di bumi Habasyah, Ruqayyah radhiallahu ‘anha melahirkan seorang putra yang bernama ‘Abdullah. Akan tetapi, putra ‘Utsman ini tidak berusia panjang. Suatu ketika, ada seekor ayam jantan yang mematuk matanya hingga membengkak wajahnya. Dengan sebab musibah ini, ‘Abdullah meninggal dalam usia enam tahun.

Perjalanan mereka belum berakhir. Saat kaum muslimin meninggalkan negeri Makkah untuk hijrah ke Madinah, mereka berdua pun turut berhijrah ke negeri itu. Begitu pun Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha, berhijrah bersama keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Selang berapa lama mereka tinggal di Madinah, bergema seruan Perang Badr. Para sahabat bersiap untuk menghadapi musuh-musuh Allah subhanahu wa ta’ala. Namun bersamaan dengan itu, Ruqayyah bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha diserang sakit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu untuk tetap tinggal menemani istrinya.

Ternyata itulah pertemuan mereka yang terakhir. Di antara malam-malam peristiwa Badr, Ruqayyah bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha kembali ke hadapan Rabb-nya karena sakit yang dideritanya. ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu sendiri yang turun untuk meletakkan jasad istrinya di dalam kuburnya.

Saat diratakan tanah pekuburan Ruqayyah radhiallahu ‘anha, terdengar kabar gembira kegemilangan pasukan muslimin melibas kaum musyrikin yang diserukan oleh Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu. Kedukaan itu berlangsung bersama datangnya kemenangan, saat Ruqayyah bintu Muhammad radhiallahu ‘anha pergi untuk selama-lamanya pada tahun kedua setelah hijrah.

Sepeninggal Ruqayyah radhiallahu ‘anha, ‘Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu menawarkan kepada ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu untuk menikah dengan putrinya, Hafshah bintu ‘Umar radhiallahu ‘anhu yang kehilangan suaminya di medan Badr. Namun saat itu ‘Utsman dengan halus menolak. Datanglah ‘Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan kekecewaannya.

Ternyata Allah subhanahu wa ta’ala memilihkan yang lebih baik dari itu semua. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminang Hafshah radhiallahu ‘anha untuk dirinya, dan menikahkan ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu dengan putrinya, Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha. Tercatat peristiwa ini pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ketiga setelah hijrah.

Enam tahun berlalu. Ikatan kasih itu harus kembali terurai. Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha kembali ke hadapan Rabb-nya pada tahun kesembilan setelah hijrah, tanpa meninggalkan seorang putra pun bagi suaminya. Jasadnya dimandikan oleh Asma’ bintu ‘Umais dan Shafiyah bintu ‘Abdil Muththalib radhiallahu ‘anhuma.

Tampak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyalati jenazah putrinya. Setelah itu, beliau duduk di sisi kubur putrinya. Sembari kedua mata beliau berlinang air mata, beliau bertanya, “Adakah seseorang yang tidak mendatangi istrinya semalam?”

Abu Thalhah menjawab, “Saya.”

Kata beliau, “Turunlah!”

Jasad Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha dibawa turun dalam tanah pekuburannya oleh ‘Ali bin Abi Thalib, al-Fadhl bin al-‘Abbas, Usamah bin Zaid, serta Abu Thalhah Al-Anshari radhiallahu ‘anhum. Ruqayyah dan Ummu Kultsum, dua putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, semoga Allah subhanahu wa ta’ala meridhainya….

Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

Ditulis oleh al-Ustadzah Ummu Abdurrahman bintu Imran


Sumber Bacaan:

  • Al-Isti’ab, Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr (hlm. 1038, 1839—1842, 1952—1953)
  • Ath-Thabaqatul Kubra, al-Imam Ibnu Sa’d (8/36—38)
  • Ats-Tsiqat, al-Imam Ibnu Hibban (2/105)
  • Fathul Bari, al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani (7/188)
  • Siyar A’lamin Nubala, al-Imam adz-Dzahabi (2/250—253)
  • Tahdzibul Kamal, al-Imam al-Mizzi (19/448)

Comments are closed.