Ukuran Zakat Fitrah Sesuai Ukuran Sha’ di Zaman Nabi

takaran 1 sho' zakat fitrah

Tanya:

Bismillah

Telah beredar luas sebuah potongan video yang berisi penjelasan ukuran zakat fitrah sesuai ukuran sha’ di zaman Nabi, menurut seorang ulama Madinah. Kesimpulannya bahwa ketika dikonversikan dengan timbangan zaman sekarang ukurannya adalah 2,8 kg, yakni digenapkan menjadi 3 kg. Jadi, seolah-olah ukuran yang sudah memasyarakat, yaitu 2,5 kg, adalah salah. Bagaimana dengan penjelasan tersebut? Mohon pencerahan.

Jawab:

 

DOWNLOAD AUDIO

 

Bismillah.

Untuk menjawab pertanyaan ini, ada beberapa hal perlu yang kita perhatikan terlebih dulu.

Pertama:

Kita kembali kepada ketentuan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau mewajibkan zakat fitrah dengan ukuran sha’, sebagaimana dalam hadits dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاةِ

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memfardukan zakat fitri satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas budak sahaya maupun orang merdeka, laki-laki maupun wanita, kecil maupun besar, dari kaum muslimin. Nabi memerintahkan untuk ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang menuju shalat (Id).” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim)

Nah, ukuran sha’ ini disebut kail, artinya takaran; bukan wazn atau timbangan yang diukur dengan neraca atau sejenisnya.

Dalam kaidah yang disebut oleh sebagian ulama yang maknanya bahwa “sesuatu (yang diukur) dengan satuan takaran, maka dinilai dengan itu.” Kalau dipindah atau dikonversikan ke timbangan, mesti akan mengalami perbedaan hasil.

Kedua:

Pengertian satu sha’, ulama menyebutkan—sebagaimana dalam kamus-kamus bahasa Arab maupun kitab-kitab syarah hadits—bahwa satu sha’ adalah sama dengan takaran empat mud. Satu mud sendiri artinya satu cakupan dengan dua telapak tangan yang berukuran sedang, tidak kecil, tidak pula besar lebih dari umumnya. Ini sebagaimana disebutkan juga oleh para ahli bahasa, seperti al-Fairuz Abadi, ad-Dawudi, dan lain-lain.

Dari sini, jelas hasil dari empat mud satu orang dengan yang lain akan mengalami perbedaan.

Ketiga:

Ibnu Atsir dalam kitab an-Nihayah fi Gharibil Hadits mengatakan bahwa sha’ adalah takaran yang sama dengan empat mud, sementara takaran mud sendiri diperselisihkan timbangannya…

Dari sini, lebih jelas lagi akan terhasilkan konversi yang berbeda, terkhusus dari mereka yang berbeda dalam menentukan timbangan mud.

 

Dari tiga hal yang saya sebutkan di atas, maka bagaimana mungkin akan muncul hasil timbangan yang pasti dan tanpa perselisihan dari hasil konversi takaran sha’ ke timbangan satuan kilogram? Tentu tidak mungkin akan menghasilkan yang sama.

Karena itu, para ulama besar masa ini, mereka menyebutkan timbangan yang berbeda-beda dari hasil pengalihan sha’ ke kilogram. Di antara contohnya,

  • Pertama, al-Lajnah ad-Daimah (Dewan Fatwa Saudi Arabia), dan di antara mereka adalah Syaikh Ibnu Baz, dalam fatwanya—yang hidup di Saudi Arabia—mengatakan bahwa 1 sha’ sama dengan 3 kg. (Fatawa al-Lajnah, 9/27)

Namun, beliau juga mengatakan, “Ini (adalah) kira-kira.”

  • Kedua, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengatakan bahwa 1 sha’ sama dengan 2 kg 40 gram (2,04 kg). (Fatawa al-Haram al-Makki)

Beliau sebutkan dalam fatwanya bahwa beliau betul-betul mempelajari masalah ini. Ada catatan penting dari beliau, bahwa mud pada zaman Nabi itu lebih sedikit ukuran timbangannya daripada takaran mud yang berlaku sekarang.

  • Ketiga, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam sebagian tanya jawab beliau, dipahami bahwa ukurannya hanya sekitar 2 kg.

Nah, coba lihat. Mereka ulama besar, hidup di Jazirah Arab. Ibnu Utsaimin di Unaizah, Saudi Arabia; Syaikh al-Albani di Jordania.

Perbedaan mereka ini disebabkan hal yang tadi saya sebutkan di atas. Apakah kita akan menyalahkan salah satunya? Tentu, tidak bisa; dan atas dasar apa?

Mereka sudah mengikuti petunjuk Nabi dalam zakat fitrah, yaitu dengan ukuran satu sha’ dengan pengertiannya seperti yang diterangkan tadi, karena memang ukurannya (adalah dengan) takaran, bukan timbangan.

Karenanya, yang selama ini berjalan di negeri kita, yaitu 2,5 kg, itu jangan disalahkan. Itu ukuran yang sah. Zakatnya sah, jangan ada keraguan. Yang mau berzakat dengan ukuran 3 kg, silakan juga.

 

Di sini, ada satu nasihat…

Sebelum membuat video atau makalah dan sejenisnya, terutama di zaman sekarang yang begitu cepat viral, apalagi akan menyentuh bab hukum agama, pelajari dahulu dengan baik, komprehensif, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Apalagi ukuran 2,5 kg itu adalah ukuran resmi dari Kemenag negeri kita.

Semoga hal ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua dan juga menjadi pelajaran dalam bab-bab lain.

Walhamdulillah.