Kisah Dzulqarnain dalam Surah Al-Kahfi

Kisah Dzulqarnain telah diterangkan oleh Al-Qur’an secara panjang lebar dalam surah al-Kahfi ayat 83—101. Berikut ini penjelasannya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَيَسۡ‍َٔلُونَكَ عَن ذِي ٱلۡقَرۡنَيۡنِۖ قُلۡ سَأَتۡلُواْ عَلَيۡكُم مِّنۡهُ ذِكۡرًا ٨٣ إِنَّا مَكَّنَّا لَهُۥ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَءَاتَيۡنَٰهُ مِن كُلِّ شَيۡءٍ سَبَبًا ٨٤ فَأَتۡبَعَ سَبَبًا ٨٥ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ مَغۡرِبَ ٱلشَّمۡسِ وَجَدَهَا تَغۡرُبُ فِي عَيۡنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ عِندَهَا قَوۡمًاۖ قُلۡنَا يَٰذَا ٱلۡقَرۡنَيۡنِ إِمَّآ أَن تُعَذِّبَ وَإِمَّآ أَن تَتَّخِذَ فِيهِمۡ حُسۡنًا ٨٦ قَالَ أَمَّا مَن ظَلَمَ فَسَوۡفَ نُعَذِّبُهُۥ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَىٰ رَبِّهِۦ فَيُعَذِّبُهُۥ عَذَابًا نُّكۡرًا ٨٧ وَأَمَّا مَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًا فَلَهُۥ جَزَآءً ٱلۡحُسۡنَىٰۖ وَسَنَقُولُ لَهُۥ مِنۡ أَمۡرِنَا يُسۡرًا ٨٨

“Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah, ‘Aku akan bacakan kepadamu kisah tentangnya.’ Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu, maka dia pun menempuh suatu jalan.

Ketika dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata, ‘Hai Dzulqarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.’

Dzulqarnain berkata, ‘Adapun orang yang aniaya, kami akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Rabbnya, lalu Dia mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami’.” (al-Kahfi: 83—88)

Baca juga: Syarat Diterimanya Amal

Dahulu, ahli kitab atau kaum musyrikin bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang kisah Dzulqarnain. Allah subhanahu wa ta’ala memerintah beliau untuk mengatakan,

سَأَتۡلُواْ عَلَيۡكُم مِّنۡهُ ذِكۡرًا

“Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya.”

Cerita tersebut mengandung berita yang memberi kecukupan dan pembicaraan yang mengagumkan. Maksudnya, aku akan bacakan kepada kalian tentang Dzulqarnain, yang bisa menjadi ibrah (pelajaran). Adapun hal-hal lain yang tidak menjadi pelajaran, beliau tidak membacakannya kepada mereka.

إِنَّا مَكَّنَّا لَهُۥ فِي ٱلۡأَرۡضِ

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kekuasaan kepadanya di (muka) bumi.”

Maksudnya, Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kekuasaan dan memantapkan pengaruhnya di segenap penjuru bumi. Allah juga menganugerahkan ketundukan mereka kepadanya.

وَءَاتَيۡنَٰهُ مِن كُلِّ شَيۡءٍ سَبَبًا ٨٤ فَأَتۡبَعَ سَبَبًا

“Dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu, maka diapun menempuh suatu jalan.”

Maksudnya, Allah subhanahu wa ta’ala memberikan sebab-sebab yang menyampaikanpada kedudukan yang dicapainya itu. Sebab-sebab itu membantunya untuk menaklukkan berbagai negeri, memudahkannya mencapai tempat-tempat yang paling jauh yang didiami manusia. Dia menggunakan sebab-sebab yang telah Allah subhanahu wa ta’ala berikan itu, sesuai dengan fungsinya.

Tidak setiap orang yang mempunyai sebuah sebab kemudian dia (mau) menjalaninya. Demikian pula tidak setiap orang mempunyai kemampuan untuk menjalani sebab itu. Jadi, ketika terkumpul antara kemampuan untuk menjalani sebab yang hakiki dan (kemauan) menjalaninya, tercapailah tujuan. Apabila keduanya (kemampuan dan kemauan) atau salah satunya tidak ada, tujuan tidak akan tercapai.

Baca juga: Kaidah Penting Memahami Hubungan Sebab dan Akibat dalam Islam

Sebab-sebab yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepada Dzulqarnain tidak diberitakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala maupun Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam kepada kita. Tidak pula berita-berita itu dinukilkan para ahli sejarah kepada kita dengan penukilan yang meyakinkan. Maka dari itu, tidak ada yang pantas bagi kita kecuali diam. Kita tidak perlu melihat apa yang disebutkan para penukil kisah Israiliyat dan yang semacamnya. Hanya saja, kita tahu secara global bahwa sebab-sebab tersebut kuat dan banyak, baik sebab internal maupun eksternal.

Dengan sebab-sebab itu, dia mempunyai pasukan yang besar, banyak personel dan perlengkapannya, serta diatur dengan baik. Dengan pasukan tersebut, dia mampu mengalahkan musuh-musuh, memudahkannya untuk sampai ke belahan timur, barat, dan segenap penjuru bumi.

Allah subhanahu wa ta’ala memberikan sebab kepadanya yang mengantarkannya sampai ke tempat terbenamnya matahari. Dia bisa melihat matahari dengan mata kepala seakan-akan matahari itu tenggelam di lautan yang hitam. Hal ini biasa bagi orang yang hanya ada air (lautan) antara dia dan ufuk terbenamnya matahari. Dia melihat bahwa matahari tenggelam ke dalam laut itu, meskipun dia berada pada puncak ketinggian.

Di sana, di tempat terbenamnya matahari tersebut, Dzulqarnain menemukan sekelompok manusia.

قُلۡنَا يَٰذَا ٱلۡقَرۡنَيۡنِ إِمَّآ أَن تُعَذِّبَ وَإِمَّآ أَن تَتَّخِذَ فِيهِمۡ حُسۡنًا ٨٦

Kami berkata, “Hai Dzulqarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.”

Maksudnya, engkau bisa mengazab mereka dengan pembunuhan, pukulan, atau menawan mereka dan semacamnya. Engkau bisa pula berbuat baik kepada mereka.

Baca juga: Berbuat Baik kepada Sesama

Dzulqarnain diberi dua pilihan, karena—yang tampak—kaum itu adalah orang kafir atau fasik, atau mereka memiliki sebagian sifat-sifat tersebut. Apabila mereka adalah kaum yang beriman, bukan orang fasik, tentu Allah subhanahu wa ta’ala tidak memberikan keringanan bagi Dzulqarnain untuk mengazab mereka. Ini menunjukkan bahwa Dzulqarnain memiliki as-siyasah asy-syar’iyah yang menjadikannya berhak dipuji dan disanjung. Ini pun dengan taufik yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepadanya.

Dia lalu berkata, “Aku akan menjadikan mereka dua bagian.

أَمَّا مَن ظَلَمَ

‘Adapun orang yang aniaya.’ Maksudnya, yang kafir.

فَسَوۡفَ نُعَذِّبُهُۥ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَىٰ رَبِّهِۦ فَيُعَذِّبُهُۥ عَذَابًا نُّكۡرًا ٨٧

“Maka kami akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Rabbnya, lalu Dia mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya.”

Maksudnya, orang yang aniaya akan mendapatkan dua hukuman, hukuman di dunia dan di akhirat.

وَأَمَّا مَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًا فَلَهُۥ جَزَآءً ٱلۡحُسۡنَىٰۖ

“Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan.”

Baca juga: Pembagian Kitab Catatan Amal

Maknanya, sebagai balasannya, dia akan mendapatkan surga dan kedudukan yang baik di sisi Allah subhanahu wa ta’ala pada hari kiamat.

وَسَنَقُولُ لَهُۥ مِنۡ أَمۡرِنَا يُسۡرًا ٨٨

“Dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami.”

Maknanya, Kami akan berbuat baik kepadanya, berlemah lembut dalam tutur kata, dan mempermudah muamalah dengannya.

Ini menunjukkan bahwa Dzulqarnain termasuk raja yang saleh, wali Allah yang adil lagi berilmu. Dia menepati keridhaan Allah dengan memperlakukan setiap orang sesuai dengan kedudukannya.

ثُمَّ أَتۡبَعَ سَبَبًا ٨٩ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ مَطۡلِعَ ٱلشَّمۡسِ وَجَدَهَا تَطۡلُعُ عَلَىٰ قَوۡم لَّمۡ نَجۡعَل لَّهُم مِّن دُونِهَا سِتۡرًا ٩٠ كَذَٰلِكَۖ وَقَدۡ أَحَطۡنَا بِمَا لَدَيۡهِ خُبۡرًا ٩١ ثُمَّ أَتۡبَعَ سَبَبًا ٩٢ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ بَيۡنَ ٱلسَّدَّيۡنِ وَجَدَ مِن دُونِهِمَا قَوۡمًا لَّا يَكَادُونَ يَفۡقَهُونَ قَوۡلًا ٩٣

“Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu, demikianlah. Sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya. Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.”

Baca juga: Luasnya Nikmat Allah

قَالُواْ يَٰذَا ٱلۡقَرۡنَيۡنِ إِنَّ يَأۡجُوجَ وَمَأۡجُوجَ مُفۡسِدُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَهَلۡ نَجۡعَلُ لَكَ خَرۡجًا عَلَىٰٓ أَن تَجۡعَلَ بَيۡنَنَا وَبَيۡنَهُمۡ سَدًّا ٩٤ قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيۡرٌ فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجۡعَلۡ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَهُمۡ رَدۡمًا ٩٥ ءَاتُونِي زُبَرَ ٱلۡحَدِيدِۖ حَتَّىٰٓ إِذَا سَاوَىٰ بَيۡنَ ٱلصَّدَفَيۡنِ قَالَ ٱنفُخُواْۖ حَتَّىٰٓ إِذَا جَعَلَهُۥ نَارًا قَالَ ءَاتُونِيٓ أُفۡرِغۡ عَلَيۡهِ قِطۡرًا ٩٦

Mereka berkata, ‘Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi. Dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?’

Dzulqarnain berkata, ‘Apa yang telah dikuasakan oleh Rabbku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik. Tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka. Berilah aku potongan-potongan besi.’ Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulqarnain, ‘Tiuplah (api itu).’ Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata, ‘Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas itu.’

فَمَا ٱسۡطَٰعُوٓاْ أَن يَظۡهَرُوهُ وَمَا ٱسۡتَطَٰعُواْ لَهُۥ نَقۡبًا ٩٧ قَالَ هَٰذَا رَحۡمَةٌ مِّن رَّبِّيۖ فَإِذَا جَآءَ وَعۡدُ رَبِّي جَعَلَهُۥ دَكَّآءَۖ وَكَانَ وَعۡدُ رَبِّي حَقًّا ٩٨

Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melubanginya. Dzulqarnain berkata, ‘Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabbku. Apabila telah datang janji Rabbku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Rabbku itu adalah benar’.” (al-Kahfi: 89—98)

Baca juga: Keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, Pertanda Dekatnya Hari Kiamat

Maksudnya, Dzulqarnain mendapati matahari terbit di atas komunitas manusia yang tidak memiliki pelindung dari sinar matahari. Bisa jadi, ini karena mereka tidak menyiapkan tempat tinggal, masih liar, tidak beradab, dan nomaden. Bisa jadi juga, hal ini karena matahari selalu berada di atas mereka, tidak pernah tenggelam sebagaimana yang terjadi di wilayah Afrika Timur bagian selatan.

Dzulqarnain telah sampai kepada suatu tempat yang belum pernah diketahui penduduk bumi, apalagi pernah mereka datangi (secara fisik) dengan tubuh mereka. Meski demikian, ini semua terjadi dengan takdir Allah subhanahu wa ta’ala kepada Dzulqarnain dan pengetahuan-Nya terhadap hal itu. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

كَذَٰلِكَۖ وَقَدۡ أَحَطۡنَا بِمَا لَدَيۡهِ خُبۡرًا

“Demikianlah. Dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.” (al-Kahfi: 91)

Maksudnya, Kami mengetahui kebaikan dan sebab-sebab agung yang ada padanya. Ilmu Kami bersamanya, kemana pun ia menuju dan berjalan.

Baca juga: Mengenal Allah

ثُمَّ أَتۡبَعَ سَبَبًا ٩٢ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ بَيۡنَ ٱلسَّدَّيۡنِ وَجَدَ مِن دُونِهِمَا قَوۡمًا لَّا يَكَادُونَ يَفۡقَهُونَ قَوۡلًا ٩٣

“Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan keduanya suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.” (al-Kahfi: 92—93)

Para ahli tafsir berkata bahwa Dzulqarnain pergi dari arah timur menuju ke utara. Sampailah dia di antara dua dinding penghalang. Kedua dinding penghalang itu adalah rantai pegunungan yang dikenal pada masa itu, yang menjadi penghalang antara Ya’juj dan Ma’juj dengan manusia. Di hadapan kedua gunung itu, dia menemukan suatu kaum yang hampir-hampir tidak bisa memahami pembicaraan. Hal itu karena asingnya bahasa mereka dan tidak cakapnya akal dan hati mereka.

Allah subhanahu wa ta’ala telah memberi Dzulqarnain sebab-sebab ilmiah sehingga bahasa kaum itu bisa dipahami olehnya dan dia bisa memahamkan mereka. Dia bisa berbicara kepada mereka dan mereka bisa berbicara kepadanya. Mereka kemudian mengeluhkan kejahatan Ya’juj dan Ma’juj kepada Dzulqarnain. Keduanya merupakan dua umat yang besar dari keturunan Adam alaihis salam.

قَالُواْ يَٰذَا ٱلۡقَرۡنَيۡنِ إِنَّ يَأۡجُوجَ وَمَأۡجُوجَ مُفۡسِدُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِ

Kaum itu berkata, “Sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi.” (al-Kahfi: 94)

yaitu dengan melakukan pembunuhan, perampokan, dan lain-lain.

فَهَلۡ نَجۡعَلُ لَكَ خَرۡجًا

“Dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu….” (al-Kahfi: 94)

Maksudnya, upah.

Baca juga: Sikap-Sikap Baik dalam Bermuamalah

عَلَىٰٓ أَن تَجۡعَلَ بَيۡنَنَا وَبَيۡنَهُمۡ سَدًّا ٩٤

“Supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?” (al-Kahfi: 94)

Hal ini menunjukkan ketidakmampuan mereka membangun dinding penghalang dan mereka mengetahui kemampuan Dzulqarnain untuk membangunnya. Mereka pun memberikan upah kepadanya untuk melakukannya. Mereka menyebutkan sebab yang mendorong hal itu, yaitu perusakan Ya’juj dan Ma’juj di bumi.

Dzulqarnain bukanlah orang yang tamak. Dia tidak memiliki keinginan terhadap harta dunia. Namun, dia juga tidak meninggalkan perbaikan keadaan rakyat. Bahkan, tujuannya adalah perbaikan. Karena itu, dia memenuhi permintaan mereka demi kemaslahatan yang terkandung di dalamnya. Dia tidak mengambil upah dari mereka. Dia bersyukur kepada Rabbnya atas kekokohan dan kemampuannya.

Baca juga: Kewajiban Mensyukuri Nikmat

Dzulqarnain berkata kepada mereka,

مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيۡرٌ

“Apa yang telah dikuasakan oleh Rabbku kepadaku adalah lebih baik.” (al-Kahfi: 95)

Maksudnya, lebih baik daripada apa yang kalian berikan kepadaku. Aku hanyalah meminta kalian untuk membantuku dengan kekuatan tangan-tangan kalian.

أَجۡعَلۡ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَهُمۡ رَدۡمًا

“Agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka.” (al-Kahfi: 95)

Maksudnya, sebagai penghalang agar mereka tidak melintasi kalian.

ءَاتُونِي زُبَرَ ٱلۡحَدِيدِۖ

“Berilah aku potongan-potongan besi.” (al-Kahfi: 96)

Mereka pun memberikannya.

حَتَّىٰٓ إِذَا سَاوَىٰ بَيۡنَ ٱلصَّدَفَيۡنِ

“Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu.” (al-Kahfi: 96)

yaitu dua gunung yang antara keduanya penghalang itu dibangun.

قَالَ ٱنفُخُواْۖ

Berkatalah Dzulqarnain, “Tiuplah (api itu).” (al-Kahfi: 96)

Maksudnya, nyalakanlah dengan nyala yang besar. Gunakanlah alat tiup agar nyalanya membesar hingga tembaga itu meleleh. Tatkala tembaga itu meleleh, yang hendak dia tuangkan di antara potongan-potongan besi, Dzulqarnain mengatakan,

ءَاتُونِيٓ أُفۡرِغۡ عَلَيۡهِ قِطۡرًا ٩٦

“Berilah aku tembaga agar kutuangkan ke atas besi panas itu.” (al-Kahfi: 96)

Maksudnya, tembaga yang mendidih. Aku tuangkan tembaga yang meleleh ke atasnya. Dinding penghalang itu menjadi luar biasa kokoh. Terhalangilah manusia yang berada di belakangnya dari kejahatan Ya’juj dan Ma’juj.

فَمَا ٱسۡطَٰعُوٓاْ أَن يَظۡهَرُوهُ وَمَا ٱسۡتَطَٰعُواْ لَهُۥ نَقۡبًا ٩٧

“Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melubanginya.” (al-Kahfi: 97)

Maksudnya, Ya’juj dan Ma’juj tidak memiliki kemampuan dan kekuatan untuk mendakinya karena tingginya penghalang itu. Tidak pula mereka bisa melubanginya karena kekokohan dan kekuatannya.

Setelah melakukan perbuatan baik dan pengaruh yang mulia, Dzulqarnain menyandarkan nikmat itu kepada Pemiliknya. Dia berkata,

هَٰذَا رَحۡمَةٌ مِّن رَّبِّيۖ

“Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabbku.” (al-Kahfi: 98)

Maksudnya, ini merupakan karunia dan kebaikan-Nya terhadapku.

Baca juga: Antara Syukur dan Kufur Nikmat

Inilah keadaan para khalifah yang saleh. Apabila Allah subhanahu wa ta’ala memberikan nikmat-nikmat yang mulia kepada mereka, bertambahlah syukur, penetapan, dan pengakuan mereka akan nikmat Allah subhanahu wa ta’ala.

Hal ini sebagaimana ucapan Sulaiman alaihis salam ketika singgasana Ratu Saba tiba di hadapannya dari jarak yang sedemikian jauh,

هَٰذَا مِن فَضۡلِ رَبِّي لِيَبۡلُوَنِيٓ ءَأَشۡكُرُ أَمۡ أَكۡفُرُۖ

“Ini termasuk karunia Rabbku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).” (an-Naml: 40)

Baca juga: Kisah Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman

Berbeda halnya dengan orang yang congkak, sombong, dan merasa tinggi di muka bumi. Nikmat-nikmat yang besar menjadikan mereka bertambah congkak dan sombong. Contohnya ialah ucapan Qarun ketika Allah subhanahu wa ta’ala memberinya perbendaharaan yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat. Qarun berkata,

قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُۥ عَلَىٰ عِلۡمٍ عِندِيٓۚ

“Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku.” (al-Qashash: 78)

Baca juga: Kisah Qarun, Pelajaran Penting untuk Para Hartawan

Ucapan Dzulqarnain,

فَإِذَا جَآءَ وَعۡدُ رَبِّي

“Apabila sudah datang janji Rabbku,.” (al-Kahfi: 98)

Maksudnya, waktu keluarnya Ya’juj dan Ma’juj.

جَعَلَهُۥ دَكَّآءَۖ

“Dia akan menjadikannya hancur lulur….” (al-Kahfi: 98)

Maksudnya, menjadikan dinding penghalang yang kuat dan kokoh itu (hancur luluh), dan runtuh. Ratalah dinding itu dengan tanah.

وَكَانَ وَعۡدُ رَبِّي حَقًّا ٩٨

“Dan janji Rabbku itu adalah benar.” (al-Kahfi: 98)

وَتَرَكۡنَا بَعۡضَهُمۡ يَوۡمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعۡضٍۖ وَنُفِخَ فِي ٱلصُّورِ فَجَمَعۡنَٰهُمۡ جَمۡعًا

“Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk satu dengan yang lain.” (al-Kahfi: 99)

Bisa jadi, dhamir “hum” (kata ganti mereka) kembali kepada Ya’juj dan Ma’juj—ketika mereka keluar kepada manusia—karena banyaknya jumlah mereka dan meliputi seluruh permukaan bumi sehingga mereka berbaur satu sama lain. Hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala,

حَتَّىٰٓ إِذَا فُتِحَتۡ يَأۡجُوجُ وَمَأۡجُوجُ وَهُم مِّن كُلِّ حَدَبٖ يَنسِلُونَ

“Hingga apabila dibukakan (dinding) Ya’juj dan Ma’juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.” (al-Anbiya: 96)

Baca juga: Kiamat Sudah Dekat

Bisa juga, kata ganti tersebut kembali kepada seluruh makhluk pada hari kiamat. Mereka berkumpul pada hari itu dalam keadaan banyak sehingga bercampur-aduk satu dengan yang lain.

 

(Diambil dari Taisir al-Karimir ar-Rahman, Syaikh Abdurrahman as-Sa’di, hlm. 486—487)