Membentengi Diri dari Sihir

Saya seorang ibu rumah tangga yang telah menjalani pernikahan selama 17 tahun, dan telah dikarunia 6 anak. Selama 17 tahun berumah tangga, hanya 5 tahun saya hidup bahagia. Selebihnya, saya jadi benci kepada suami saya. Saya tidak suka dia berhubungan dengan saya sebagaimana hubungan suami istri. Saya merasa tidak sanggup tidur bersamanya. Saya mengira semua ini karena pengaruh sihir, maka untuk menanggulanginya saya pergi ke tukang sihir dan “orang tua pintar”.

Mereka memberi saya beberapa jimat, namun saya tidak mendapatkan manfaat apapun darinya. Sebenarnya saya tidak percaya dengan seorang pun dari mereka. Saya juga pergi ke para dokter ahli jiwa (psikiater), namun juga tidak mendapat faedah apa-apa. Saya menginginkan suamiku dan tidak menginginkan seorang pun selainnya. Namun rumah tangga saya hampir hancur. Apa yang harus saya lakukan -semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberkahi anda-?

 

Samahatusy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah menjawab dengan cukup panjang sebagai berikut:

Penyakit yang datang belakangan itu memang bisa jadi karena pengaruh sihir. Bisa jadi pula pengaruh ‘ain[1] (mata), atau yang dinamakan orang dengan nazhlah dan nafs. Mungkin juga karena penyakit lain yang menyebabkan timbulnya hal tersebut.

 

Dalam ajaran Islam, tidak diperkenankan mendatangi tukang sihir dan dukun/tukang ramal serta bertanya kepada mereka. Jadi, perbuatan anda mendatangi tukang sihir dan dukun/tukang ramal merupakan perkara yang tidak diperbolehkan. Anda benar-benar telah berbuat salah. Anda harus bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

“Siapa yang mendatangi ‘arraf lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, tidak akan diterima shalatnya selama 40 malam.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya)

 

‘Arraf adalah orang yang mengaku-ngaku mengetahui perkara-perkara (gaib), dengan bantuan jin, dengan cara gaib atau tersembunyi. Orang seperti ini tidak boleh dijadikan tempat bertanya (ketika ada masalah) dan tidak boleh dibenarkan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Siapa yang mendatangi ‘arraf atau kahin (dukun) lalu ia membenarkan apa yang diucapkannya, maka orang itu telah kufur dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad.”

 

Maka tidak boleh mendatangi kahin (dukun), tidak pula tukang sihir, serta bertanya kepada mereka. Namun, anda bisa berobat kepada tabib (dokter) yang ma’ruf (dikenal) yang bisa jadi mengetahui obat apa yang dikenal bisa menyembuhkan perkara-perkara tersebut, baik berupa suntikan, pil, atau yang lainnya. Atau anda bisa mendatangi seorang pembaca al-Qur`an atau seorang wanita shalihah yang akan membacakan ayat-ayat al-Qur`an (pada tangannya) lalu meniup-niupnya (dan diusapkan) kepada anda.

 

Tentunya meminta bantuan kepada wanita shalihah untuk mengobati anda lebih diutamakan (karena kalian sama-sama wanita) daripada memintanya kepada seorang lelaki. Semoga dengannya Allah subhanahu wa ta’ala menghilangkan pengaruh ‘ain atau sihir tersebut. Kalau terpaksa berobat kepada seorang lelaki, maka jangan sampai terjadi khalwat (berdua-duaan dengannya). Anda harus disertai orang lain, baik ibu anda, saudara laki-laki anda, ayah anda atau semisal mereka. Orang itu cukup membacakan ayat-ayat Al-Qur`an dan anda mendengarkannya.

 

Mungkin pula pengobatan dengan cara menyediakan air dalam wadah, lalu dibacakan padanya surat Al-Fatihah, ayat Kursi, ayat-ayat yang berbicara tentang sihir dalam surat al-A’raf (ayat 117-122,–pent.), surat Yunus (ayat 81-82,–pent.), dan surat Thaha (ayat 69,–pent.) Juga membaca surat al-Kafirun, Al-Ikhlas, dan al-Mu’awwidzatain (al-Falaq dan an-Naas). Dibacakan pula di air tersebut doa-doa seperti:

 

“Ya Allah, Rabb manusia, hilangkanlah kesusahan/penyakit ini, sembuhkanlah. Sesungguhnya Engkau Maha Penyembuh, tidak ada kesembuhan melainkan dengan kesembuhanmu, kesembuhan yang tidak meninggalkan sakit.

 

Dengan nama Allah, aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang menyakiti/mengganggumu, dan dari kejelekan setiap jiwa atau mata yang hasad, semoga Allah menyembuhkanmu. Dengan nama Allah aku meruqyahmu.

 

Doa ini dibaca tiga kali, karena doa ini tsabit (pasti datangnya) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (sebagaimana termuat dalam Ash-Shahihain,-pent.)

 

Bila orang yang mengobati anda telah melakukan hal di atas, maka sebagian air itu anda minum, sisanya untuk membasuh tubuh anda. Pengobatan seperti ini mujarab untuk menyembuhkan pengaruh sihir dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala. Demikian pula untuk mengobati seorang suami yang tercegah (tidak dapat) untuk menggauli istrinya. Juga untuk pengobatan ‘ain, karena ‘ain itu diobati dengan ruqyah sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak ada pengobatan dengan ruqyah (yang paling tampak hasilnya/ mujarab-pent.) kecuali dari pengaruh ‘ain atau sengatan binatang berbisa.”

 

Pengobatan seperti di atas merupakan faktor-faktor kesembuhan yang terkadang Allah subhanahu wa ta’ala menjadikannya bermanfaat.

 

Bisa pula pengobatan dengan cara mencampur air dengan tujuh daun sidr (bidara) hijau yang telah ditumbuk, lalu dibacakan bacaan-bacaan yang telah disebutkan di atas. Pengobatan seperti ini terkadang Allah subhanahu wa ta’ala jadikan bermanfaat. Dan kami telah melakukannya untuk mengobati banyak orang, Allah subhanahu wa ta’ala pun menjadikannya bermanfaat. Cara ini disebutkan oleh ulama, di antaranya Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh penulis kitab Fathul Majid Syarhu Kitabit Tauhid. Beliau sebutkan dalam bab Ma Ja`a fin Nusyrah. Bila anda memiliki kitabnya, silahkan menelaahnya. Atau tanyakan kepada orang-orang yang berilmu dien, mereka Insya Allah subhanahu wa ta’ala akan menunaikan apa yang pantas.

 

Adapun kepada tukang sihir, kahin dan ‘arraf, janganlah anda bertanya dan membenarkan mereka. Hendaknya anda menemui orang-orang yang berilmu haq dan para pembaca al-Qur`an yang dikenal dengan kebaikan, sehingga mereka mengobati anda dengan bacaan-bacaan ruqyah. Atau anda mendatangi wanita-wanita shalihah dari kalangan pengajar/guru agama dan selain mereka yang dikenal dengan kebaikan. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala  menganugerahkan kesembuhan dan kesehatan  kepada anda dengan sebab-sebab tersebut.

 

Termasuk perkara yang sepantasnya anda amalkan adalah berdoa. Anda mohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar menghilangkan gangguan yang menimpa anda, karena Allah subhanahu wa ta’ala menyukai bila diajukan permintaan pada-Nya. Dia telah berfirman:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِيٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ

“Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan permohonan kalian.” (Ghafir: 60)

Dan juga firman-Nya:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (al-Baqarah : 186)

 

Sepantasnya anda mohon kesehatan dan kesembuhan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Demikian pula suami anda, ayah dan ibu anda, karena seorang mukmin itu seharusnya mendoakan kebaikan untuk saudaranya. Doa itu senjata orang mukmin, dan Allah subhanahu wa ta’ala sendiri telah men-janjikan untuk menga-bulkan doa. Maka anda harus ber-sungguh-sungguh dan jujur dalam doa anda, semoga Allah subhanahu wa ta’ala menganugerahi kesembuhan.

 

Selain itu, aku nasehatkan agar menjelang tidur, anda menggabungkan dua telapak tangan anda, lalu meniupnya dengan sedikit meludah dengan membacakan surat al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Naas, tiga kali. Setelahnya dengan kedua telapak tangan tersebut anda mengusap kepala, wajah dan dada (berikut apa yang bisa dicapai oleh kedua telapak tangan dari bagian tubuh,-pent.), dilakukan sebanyak tiga kali. Perbuatan seperti ini termasuk sebab kesembuhan.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri melakukannya saat menjelang tidur dan ketika sakit, sebagaimana disebutkan dalam berita yang shahih dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha (dan ketika sakitnya bertambah parah, beliau memerintahkan ‘Aisyah agar melakukannya untuk beliau[2]-pent.).

 

Wallahu a’lam.  (Kitab Fatawa Nur ‘alad Darb, hal. 200-203)

 

 

[1] Lihat pembahasan ‘ain dalam rubrik Permata Hati, Majalah Syariah Vol. subhanahu wa ta’ala /No. 04/ Desember 2003/ Syawwal 1424 H.

 

[2] Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya