Pelanggaran Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Di sini, penulis tidak bermaksud menyebutkan satu per satu pelanggaran yang terjadi ketika beramar ma’ruf nahi mungkar yang dilakukan oleh seseorang, sekelompok orang, atau organisasi.

Sebenarnya, dari semua tulisan tentang masalah ini sudah sangat jelas mana langkah yang benar dan tepat yang bisa menjadi pegangan, serta mana langkah yang keliru dan tidak sesuai syariat untuk kemudian dihindari.

Tentu, siapa pun yang menempuh cara-cara yang keliru dan tidak sesuai syariat berati telah melakukan sebuah pelanggaran. Namun, yang penulis maksud dengan pelanggaran di sini lebih ke arah adanya sebagian orang, kelompok, atau organisasi yang lantang menyuarakan amar ma’ruf nahi mungkar, tetapi di sisi lain mereka jauh dari yang ma’ruf, tidak mengamalkannya, justru dekat kepada kemungkaran, bahkan melakukan kemungkaran. Adakah pelanggaran amar ma’ruf nahi mungkar yang lebih besar dari ini?!

Yang wajib bagi setiap muslim, baik yang memerintah maupun yang diperintah, adalah mengikuti kebenaran.

Sungguh banyak ancaman yang keras dan teguran yang tegas bagi siapa saja yang ucapannya menyelisihi perbuatannya, terutama orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Di antaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:

Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebajikan, sedangkan kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka, tidakkah kamu berpikir?” (al-Baqarah: 44)

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:

Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (ash-Shaff: 2—3)

Firman Allah subhanahu wa ta’ala lainnya:

Syu’aib berkata, “Wahai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Rabbku dan dianugerahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud selain (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Hud: 88)

Di dalam banyak hadits yang sahih, Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa orang yang beramar ma’ruf namun tidak melakukan yang ma’ruf dan bernahi mungkar tetapi justru melakukan yang mungkar, ia bagaikan keledai Jahannam yang isi perutnya keluar terburai.

Sahabat Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Pada hari kiamat, akan dihadirkan seseorang yang kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka. Isi perutnya keluar dan terburai hingga dia berputar-putar bagaikan seekor keledai yang berputar-putar menarik mesin gilingannya. Lalu penduduk neraka berkumpul mengelilinginya seraya berkata, ‘Wahai fulan, apa yang terjadi denganmu? Bukankah kamu dahulu orang yang memerintah kami berbuat ma’ruf dan melarang kami berbuat mungkar?’ Orang itu berkata, ‘Aku memang memerintah kalian agar berbuat ma’ruf tapi aku sendiri tidak melaksanakannya dan melarang kalian berbuat mungkar, namun aku malah mengerjakannya’.” (HR. al-Bukhari no. 3027 bab “Sifatun Nar wa Annaha Makhluqah” dan Muslim no. 5305 bab “‘Uqubatu man Ya’mur bil Ma’ruf wala Yaf’aluhu…”)

Begitu juga orang yang diperintah kepada yang ma’ruf. Apabila ia tidak menghiraukannya dan berpaling dari peringatan, keadaannya pun sama bagaikan keledai. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah subhanahu wa ta’ala)? Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut, lari dari singa.” (al-Mudatstsir: 49—51)

Dari sahabat Anas, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketika malam Isra’, aku melewati suatu kaum yang lidahnya dipotong dengan gunting dari api. Aku (Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam) bertanya, ‘Kenapa mereka dihukum seperti itu?’ (Malaikat) berkata, ‘Mereka adalah umatmu di dunia, mereka memerintahkan kebaikan kepada orang-orang namun melupakan diri mereka sendiri padahal mereka membaca Al-Qur’an. Mengapakah mereka tidak menggunakan akal sehatnya?!’.” (HR. Ahmad no. 12391)

Ancaman keras yang tertera, baik dalam Al-Qur’an maupun Sunnah yang ditujukan kepada para penegak amar ma’ruf nahi mungkar, seperti isi perut yang keluar terburai, lidah yang dipotong dengan api, dan kemurkaan Allah subhanahu wa ta’ala, bukan karena beramar ma’ruf nahi mungkar. Akan tetapi, karena melakukan kemungkaran dalam keadaan mengetahuinya dan menasihati manusia untuk menjauh darinya, serta meninggalkan yang ma’ruf dalam keadaan mengetahuinya dan memotivasi manusia untuk melakukannya. Jadi, ancaman itu disebabkan oleh kemaksiatan, bukan lantaran beramar ma’ruf nahi mungkar, karena pada dasarnya amalan tersebut (amar ma’ruf nahi mungkar) adalah baik.

Dari sini, jelas bahwa amar ma’ruf nahi mungkar tidak gugur (kewajibannya) sekalipun bagi yang tidak saleh, apalagi yang saleh. Untuk itu, seorang muslim memikul dua kewajiban sekaligus: kewajiban beramar ma’ruf nahi mungkar dan kewajiban mengamalkan yang ma’ruf yang telah diperintahkannya kepada manusia. Kemudian kewajiban mencegah kemungkaran (nahi mungkar) dan kewajiban meninggalkan kemungkaran.

Jika salah satunya saja yang dilakukan dan mengabaikan kewajiban lainnya, atau bahkan meninggalkan kedua-duanya, dia mendapat ancaman. Wallahu a’lam.

Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf al-Atsari